Part 8

5.7K 559 77
                                    

"Kau tinggal disalah satu kamar yang ada di apartemen ini ?" Tanya Leticia, menatap sekilas kearah Lukas yang berdiri disampingnya.

Dia dan Lukas sedang berada di lantai teratas gedung salah satu apartemen mewah yang ada dikota Los Angeles. Memandangi indahnya pemandangan kota dengan lampu yang berkerlap-kerlip.

Lukas mengedikkan bahu. "Begitulah."

Leticia berdecak. "Wajar saja. Kau kan bos. Uang direkeningmu pasti melimpah. Tinggal disalah satu kamar yang ada disini tidak akan membuat kau bangkrut begitu saja."

Lukas menaikkan satu alisnya. "Kau menyindirku ya ?"

Leticia mengedikkan bahu. "Tidak. Yang aku bicarakan itu fakta. Benar kan ?" Tanyanya seraya tersenyum lebar. Menampilkan deretan gigi putihnya.

Lukas ikut tersenyum. Dia mengacak rambut Leticia sekilas. "Kenapa kau harus menggemaskan begini ?" Decaknya diakhir kalimat.

"Aku memang menggemaskan dari dulu." Ucapnya dengan nada sombong. "Kau saja yang tidak menyadarinya." Ucapnya lagi, lalu memberengut.

Lukas tertawa. Kali ini lebih keras. Pria itu lagi-lagi melupakan kenyataan bahwa dia berusaha menjaga jarak dengan Leticia selama ini.

Entahlah. Dia merasa tiga tahun sudah cukup untuk menyiksanya. Dia memang tidak percaya dengan yang namanya cinta. Karena faktanya, dia tidak mendapatkan itu, bahkan dari orangtuanya sendiri.

Dia sudah terbiasa sendiri didalam kesepian dan kehampaan selama ini. Jadi kali ini, dia ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai. Mungkin, wanita yang sekarang memandangnya dengan mata berbinar benar-benar tulus mencintainya.

"Kau senang sekali menertawakanku ya !" Sungut Leticia, memukul pelan lengan Lukas.

Lukas menormalkan napasnya, menghela napas berkali-kali karena terlalu lama tertawa. Dia berdeham pelan, lalu menatap Leticia dengan raut wajah serius. Seolah dia sedang mengadakan rapat dengan klien yang paling penting bagi kelangsungan perusahaannya.

Lukas melangkahkan kakinya selangkah, lalu memegang kedua bahu Leticia dengan tangannya. "Leticia..." Panggilnya, menatap wanita itu tepat di manik matanya.

Leticia menelan salivanya dengan susah. Mendongakkan wajah, dan ikut menatap Lukas. Dahinya berkerut, tidak bisa menebak kenapa Lukas memendekkan jarak diantara mereka seraya menatapnya dengan pandangan...entahlah. Dia tidak bisa menebaknya. Lagian dia takut untuk menerka-nerka.

"A...ada apa ?" Tanya Leticia dengan gugup.

Lukas menghela napas panjang, lalu tersenyum. Senyuman yang mampu membuat debaran jantung Leticia kembali menggila. "Maukah kau menjalin hubungan denganku ?"

Leticia membelalakkan mata. Benarkah yang dia dengar barusan ? Astaga ! Bahkan dalam khayalannya sekalipun, dia tidak pernah mau untuk membayangkan bahwa pria itu akan mengajaknya menjalin hubungan. Tunggu, hubungan ?

"Maksudmu ? Hubungan apa ?" Tanya Leticia. Dia tidak mengerti. Bukankah pria diluar sana akan mengatakan kalimat maukah kau menjadi pacarku ? atau maukah kau menjadi istriku ? Tapi kenapa Lukas malah mengajaknya menjalin hubungan. Bukannya hubungan itu artinya luas ? Dia benar-benar tidak mengerti.

Lukas diam. Berfikir sebentar. "Begini, aku ingin kita menjadi lebih dekat lagi. Bukan hanya sebagai atasan dan sekretaris. Hanya ada kau dan aku."

"Maksudmu berpacaran ?"

Lukas mengedikkan bahu. "Terserah kau jika mau menganggapnya begitu. Yang jelas, kau menjadi milikku, begitupun sebaliknya. Bagaimana ?" Tanyanya santai, tanpa beban.

Lukas & LeticiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang