Part 19

3.4K 368 17
                                    

Leticia terbangun dengan kondisi yang sangat buruk. Kepalanya terasa sakit karena hingga menjelang pagi dia masih terjaga menunggu balasan pesan dari Lukas. Namun sayangnya pria itu tidak kunjung membalas pesannya.

Dia berdecak didalam hati. Mengutuk Lukas yang dengan tega membiarkan dia bertanya-tanya sendiri. Lebih baik pria itu jujur saja jika memang tidak berniat untuk menjalin hubungan hingga jenjang pernikahan.

Menghembuskan napas dengan kasar, Leticia lalu beranjak menuju kamar mandi. Dia harus bersikap profesional. Meski perasaannya sedang kacau. Dia harus tetap menyelesaikan pekerjaan miliknya.

Pukul 08.00, Leticia sudah mulai berkutat dengan pekerjaannya. Sambil sesekali mencuri pandang kearah lift, berharap Lukas datang secepatnya.

Tiga puluh menit kemudian, Lukas keluar dari dalam lift. Pria itu tampak biasa-biasa saja. Dan itu membuat Leticia sangat kesal. Bagaimana bisa pria itu baik-baik saja, padahal keadaannya jauh dari kata baik-baik saja.

Kekesalan Leticia memuncak saat Lukas melewati mejanya begitu saja. Bukannya meminta maaf karena tidak membalas pesan wanita itu, Lukas malah bertingkah seolah tidak ada yang terjadi.

Leticia beranjak, membuka pintu sedikit kasar lalu membantingnya begitu saja. Bahkan tatapan datar Lukas tidak membuatnya takut sama sekali. Dia butuh penjelasan dari pria itu.

"Kau ingin membuat pintunya rusak ?" Tanya Lukas, datar.

"Aku tidak peduli dengan pintunya !" bentak Leticia. "Ada apa denganmu ? Kenapa kau tidak membalas pesanku ?" Leticia mulai mencecar Lukas dengan pertanyaan yang sejak ia bangun tadi pagi berputar-putar dikepalanya.

Lukas mengedikkan bahunya. "Aku tidak tau harus membalas apa." jawabnya, seolah pembahasan mereka semalam tidak berarti apa-apa baginya.

Leticia terpaku. Dia sudah tau akan terjadi sesuatu yang buruk. Namun dia tidak mengira jika Lukas akan sekejam ini padanya. "Apa maksudmu Luke ?"

"Jawaban apa yang kau inginkan dariku, Leti ? Bahwa aku akan menikahimu, begitu ?" Lukas tertawa pelan. "kau fikir pernikahan itu mainan ? Bagaimana bisa kau berfikir kita akan menikah disaat aku tidak mencintaimu ? Aku memang mengajakmu menjalin hubungan Leti, namun bukan seperti ini. Hubungan kita belum sejauh itu untuk membahas tentang pernikahan."

"Kau sengaja melakukan ini bukan ?" Tanya Leticia. Matanya mulai berkaca-kaca. Namun dia berusaha menahan genangan air mata itu untuk tidak jatuh membasahi pipinya. "Kau pengecut Luke ! Kau mencintaiku. Aku tau itu. Kau hanya selalu berusaha menepisnya. memangnya belum cukup selama ini kau mencoba untuk menyakitiku dengan kata-katamu ?" Ucapnya dengan nada lirih. "Kau fikir selama ini aku tidak tau bagaimana diam-diam kau memperhatikanku ? Aku sudah cukup sabar. Sepertinya aku terlalu naif berharap kau akan memperjuangkanku. Aku tidak peduli lagi sekarang. Lakukan apapun yang membuatmu bahagia. Aku menyerah." Ucap Leticia lalu melangkah kearah pintu. Tepat saat ia membuka pintu, Leticia kembali berucap lirih. "Aku akan mengirimkan surat pengunduran diriku siang ini."

***

Lukas membanting apapun yang ada diatas mejanya. Membiarkan kertas berserakan dilantai serta pecahan pot bunga yang bisa menyakiti siapapun yang menginjaknya nanti.

Dia mengacak rambutnya dengan kasar lalu menatap kearah pintu. Dimana Leticia baru saja keluar lewat pintu itu setengah jam yang lalu.

Ceklek

Seseorang masuk begitu saja dan langsung mengumpat saat melihat betapa kacaunya ruangan Lukas. Orang itu adalah Tristan. Dia berniat mengunjungi sahabatnya.

"Ada apa ini ?" Tanya Tristan, mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. "Kau baru saja kerasukan ya ?" Tanyanya lagi, mengabaikan wajah masam sang empunya ruangan.

Lukas diam. Mengabaikan ocehan Tristan yang membuatnya semakin kesal. Dia butuh dihibur saat ini. Dan Tristan bukanlah orang yang dia inginkan untuk menghiburnya. Jika ada orang yang bisa membuatnya kembali seperti semula, maka orang itu pastilah Leticia.

"Sejak kapan kau  menjadi bodoh seperti ini ?" Tanya Tristan lagi.

"Aku sedang tidak mood untuk berdebat denganmu. Jadi, lebih baik kau pergi sekarang."

Tristan menggeleng. "Aku tidak akan kemana-mana."

"Kalau begitu aku yang akan pergi." Ucap Lukas datar, lalu beranjak meninggalkan ruangan beserta Tristan yang hanya bisa mengumpat kesal.

***

"Kau yakin mengundurkan diri jadi sekretarisnya Lukas ?" Tanya Florence yang sangsi akan keputusan sahabat tercintanya itu. Walau bagaimanapun dia tahu betapa Leticia sangat mencintai Lukas hingga bertahan sejauh ini.

Leticia mengangguk, lalu beberapa saat kemudian menggeleng kuat. "Aku menyesal Flo.." Teriaknya seraya mengacak-ngacak rambut panjang miliknya.

Florence berdecak kesal. "Sudah kuduga kau akan seperti ini."

"Tiga tahun Flo, tiga tahun aku bertahan menerima perlakuan dinginnya." Ucap Leticia seraya mengerucutkan bibir. Menghela napas pelan ia kembali melanjutkan. "Dan saat dia mulai dekat denganku, aku malah mengacaukannya. Harusnya aku bersabar sedikit lagi."

"Aku tidak tahu kalau jatuh cinta bisa bikin seseorang menjadi bodoh, sepertimu." Bukannya menghibur Leticia, Florence malah memberikan komentar yang semakin membuat Leticia merasa buruk.

"Kau beruntung mencintai pria yang begitu mencintaimu Flo..." Balas Leticia pelan seraya menatap nanar kearah sudut ruangan.

***

Bersambung

Lukas & LeticiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang