Haris duduk dengan tenang didepan Lukas dan keluarganya. Dia mengangguk sekilas saat melihat Ayah Lukas lalu memasang wajah datar saat melihat Lukas. Seolah tidak peduli dengan pria yang dicintai oleh putrinya itu.
"Selamat malam, Tuan. Maaf menganggu anda di jam istirahat seperti ini." Henri memulai, seraya tersenyum.
"Tidak masalah Tuan..."
"Henri, nama saya Henri." Sela Henri lagi.
"Ah iya, Tuan Henri. Jadi, ada maksud apa dengan kedatangan anda kemari ?" Tanya Haris langsung, tanpa basa-basi.
"Jadi begini, maksud saya dan keluarga kemari adalah karena saya ingin melamar putri anda yang bernama Leticia untuk menikah dengan anak saya, Lukas." Henri juga tidak berbasa-basi. Ia langsung mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke rumah Haris.
Lagipula sebagai seorang pebisnis, dia juga tidak menyukai basa-basi yang malah terlihat tidak tulus.
Haris diam sejenak. Lalu menatap Henri datar. "Saya menghargai kedatangan anda dan keluarga kemari. Hanya saja, sepertinya saya sudah menjelaskan bagaimana keputusan saya tentang ini kepada Lukas." Ia beralih menatap Lukas. "Bukan begitu Lukas ?" Tanyanya.
Lukas mengangguk pelan. "Maaf sebelumnya Tuan, dan sepertinya saya juga sudah menjelaskan kepada anda bahwa saya tidak bisa menerima keputusan anda. Dan saya akan melakukan apapun yang terbaik untuk merubah keputusan anda tersebut."
"Dan kau fikir ini akan membuatku berubah fikiran ?"
Lukas menggeleng tegas. "Saya tidak pernah berekspektasi tinggi tentang ini. Kedatangan saya adalah sebagai salah satu usaha dari sekian usaha yang telah saya lakukan. Bahkan jika cara ini pun tidak berhasil, saya tidak masalah. Saya akan mencoba cara lain lagi. Saya hanya perlu membuktikan lebih lama kepada anda bahwa saya benar-benar telah berubah." Jelas Lukas dengan lugas.
Haris terdiam. "Saya tidak menyangka kau akan berusaha sekeras ini." Ucapnya.
"Saya bisa melakukan apa saja jika itu berhubungan dengan Leticia. Seperti yang anda bilang sebelumnya, hubungan saya dengan keluarga saya sama sekali tidak harmonis. Saya tidak menghormati orangtua saya. Itu juga benar. Namun, anda juga tidak bisa menilai saya dari masalah itu karena anda tidak tahu dengan benar apa yang telah saya lalui selama ini. Tidak masalah jika anda tidak mengerti itu. Lagipula hubungan saya dengan kedua orangtua saya telah membaik sekarang. Dan saya berterima kasih karena dengan kata-kata anda saat itu menyadarkan saya bahwa apapun yang telah saya alami, Orangtua saya tetaplah orangtua saya. Dan fakta itu tidak akan berubah."
Lukas menatap kedua orangtuanya sambil tersenyum lalu kembali menatap Haris. "Jadi Tuan Haris. Saya hanya ingin mengatakan, bahwa apapun yang terjadi dengan saya di masalalu, entah itu tentang gaya hidup saya atau tentang hubungan saya dengan orangtua saya, tidak akan pernah terjadi lagi di masa depan. Semua sudah saya jadikan pembelajaran dalam hidup saya. Saya hanya ingin memulai hidup baru dengan benar. Dan saya ingin Leticia berada didalam kehidupan baru saya. Membuatnya bahagia. Dan membuktikan kepada semuanya bahwa saya benar-benar mencintainya dengan tulus."
Haris kembali terdiam. Kali ini sedikit lebih lama. Tatapannya masih berada pada Lukas. Entah apa yang ia fikirkan. Tidak ada satu orang pun di antara Lukas dan orangtuanya yang bisa menebak hingga akhirnya pria itu berdeham pelan sebelum berbicara.
"Kita bisa membicarakan masalah pernikahan antara kau dan Leticia setelah makan malam. Sekarang mari ikut makan malam bersama kami." Ucap Haris pelan lalu beranjak menuju meja makan.
***
"Apa yang kau katakan kepada Daddy hingga Daddy merestui hubungan kita ?" Tanya Leticia, menatap Lukas dengan raut wajah penasaran.
Mereka berdua sedang berada di taman samping rumah Leticia. Setelah melewatkan makan malam bersama dengan suasana yang mulai mencair, Lukas meminta izin untuk berbicara berdua saja dengan Leticia. Sementara ke dua orangtua mereka masih berada di ruang keluarga. Berbincang-bincang mengenai apa saja yang harus dipersiapkan untuk pernikahan Lukas dan Leticia.
Meski Haris tidak menjelaskan dengan pasti kenapa ia akhirnya menerima lamaran Lukas. Tidak masalah bagi Lukas. Yang penting sekarang ia sudah mendapatkan restu dari pria paruh baya tersebut. Dia hanya perlu membuktikan bahwa apapun yang ia katakan bukanlah omong kosong belaka. Dia tulus saat mengatakan itu semua.
Lukas mengedikkan bahu. "Aku hanya mengatakan bahwa aku mencintaimu. Dan ingin membuatmu bahagia."
"Hanya itu ?"
Lukas berfikir sebentar. "Sepertinya iya. Maksudku, itulah intinya. Aku tidak bisa menjelaskan semaunya kepadamu."
"Kenapa begitu ?" Leticia kembali penasaran.
"Karena kau bukan Daddymu." Lukas menarik hidung Leticia , lalu mengacak rambut wanita itu.
Leticia memberengut. "Kau menyebalkan."
"Aku mencintaimu."
Leticia tersenyum malu.
"Aku sangat mencintaimu." Ucap Lukas lagi.
Leticia menatap Lukas. "Benarkah ?"
Lukas mengangguk. "Kau yang lebih tahu tentang itu. Jadi berhenti berpura-pura tidak merasakannya."
Leticia tertawa. "Aku senang mendengar kata-kata itu darimu."
"Kau akan mendengarnya setiap hari."
"Aku akan menagihnya jika kau lupa."
Lukas tersenyum. Ia mengulurkan tangannya. Mengelus pipi Leticia dengan lembut. Lalu pelan-pelan mendekatkan wajahnya. Memberi kecupan dalam di bibir wanita itu.
"Oh God ! Aku tidak sabar lagi ingin menikahimu." Komentarnya setelah mengecup bibir Leticia. Hanya kecupan. Dan mampu membuat Lukas panas dingin. Ia butuh lebih dari sekadar kecupan.
Leticia tertawa. Ia lalu memeluk Lukas dengan erat. "Selamat bersenang-senang dengan godaanmu sayang." Ucapnya lalu mengecup leher pria itu.
"Kau benar-benar menguji kesabaranku !"
***
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukas & Leticia
RomanceTiga tahun menjadi sekretarisnya membuatku mulai mengetahui satu hal. Dia yang terlihat santai dari luar menyimpan banyak kepedihan didalam hatinya. Dia adalah Lukas Benyamin. Pria yang menolongku lima tahun yang lalu. -Leticia Briana- *** Dia canti...