" Bahkan saat ada begitu banyak yang ingin kukatakan, pada akhirnya aku tak bisa mengatakan satu hal pun "
***
Pagi kembali menyapa kehidupanku, begitu bangun aku sadar ada Nala di sampingku. Dia masih terlelap dengan tenang. Aku memeriksa suhu di dahinya, lega rasanya karena suhu tubuhnya sudah kembali normal. Tak sia-sia aku berjaga sepanjang malam untuk Nala.
Aku turun ke dapur, menemui tante Dyana yang tengah menyiapkan sarapan untuk kami.
"Pagi, sayang. Gimana teman kamu?" tanyanya.
"Udah mendingan. Makasih tante udah izinin Nala tidur di sini" ungkapku.
"Gapapa, Kayla. Kamu gak tidur ya semalam? atau kamu mau izin istirahat di rumah dulu aja?" tanya tante Dyana.
Pada akhirnya tante Dyana mengizinkanku untuk tak pergi ke sekolah, semalam juga aku telah mengabari kak Karina mengenai kondisi Nala.
"Jam berapa?" tanya Nala, begitu bangun dari tidurnya.
"Eh, kamu udah bangun. Eum... sekarang jam 10 pagi" balasku.
"Maaf, gua jadi ngerepotin keluarga lo" sesalnya.
"Udahlah, kamu gapapa? masih ada yang sakit?" tanyaku.
"Gapapa" jawabnya.
Nala menundukkan kepalanya, ia nampak murung dan tak mengatakan apapun lagi. Mungkin saja perasaan Nala saat ini sedang kurang baik, aku turun ke bawah untuk memberinya sedikit waktu.
Aku menghangatkan bubur yang tadi pagi tante buatkan untuk Nala sebelum tante Dyana pergi bekerja. Nala menyusulku ke dapur, ia duduk di meja makan dan menyantap bubur di hadapannya dengan perlahan.
Aku tak ingin menyalahkan ataupun memarahi Nala atas kejadian semalam. Aku mengerti, bahwa Nala hanya berusaha untuk menepati janjinya, aku seolah bisa merasakan perasaan Nala, mungkin saja ia tak ingin kehilangan teman lainnya seperti sebelumnya. Meski dia sudah memaksakan dirinya sampai kejadian seperti ini terjadi, aku tak akan menyalahkannya.
"Gapapa, gak ada yang perlu di khawatirin" ucapku, sembari memegang tangan Nala.
Setelah memastikan keadaannya baik-baik saja, Kin mengantar Nala pulang, tepat di saat ia baru saja pulang dari sekolah. Nampaknya, Kin pun masih merasa cemas dengan keadaan Nala, aku lega melihat hubungan keduanya yang kian membaik.
Sepulang sekolah, aku , Nala, Kin dan temanku yang lainnya berencana untuk makan di tempat makan baru di dekat sekolah.
Kami berjalan menuju gerbang sekolah dengan penuh tawa, sampai aku melihat Kenzie yang berdiri di depang gerbang sekolah.
Senyumku memudar, aku mengela napas gusar sebelum menghampirinya. Kini kami saling berhadapan, aku tak tersenyum ataupun menyapanya. Entah mengapa, aku masih merasa kecewa atas kejadian di kantor polisi malam itu.
"Apa kabar?" tanyanya, dengan canggung.
"Kenapa kamu ada di sini?" tanyaku, dengan wajah serius.
"I just... miss you" ungkapnya.
Aku mengutuk diriku sendiri, hanya mendengar ucapan itu dari mulutnya, membuat jantungku berdebar. Aku tak lagi bisa menahan senyumku, aku menghela napas sembari tertawa kecil.
Kenzie melebarkan senyumannya, ia membawaku dan teman-temanku makan di tempat yang hendak kami tuju. Kin menatap tajam ke arah Kenzie, membuat Kenzie merasa tak nyaman dengan tekanan yang di berikan Kin padanya. Aku berusaha menghalangi pandangan Kin dari Kenzie, agar Kenzie bisa merasa lebih nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
I ( Everything In My Life )
Teen FictionAileen Kayla Fawnia, pemeran utama dalam kisah ini adalah seorang gadis muda yang memiliki karakter lembut. Gadis itu tumbuh besar tanpa sosok seorang Ibu di dalam hidupnya, dia pergi dari kota kelahirannya dan menjalani kehidupan barunya sebagai mu...