" Tak apa jika kita tak memiliki semua hal, tak apa jika tak bisa mendapatkan segala hal yang kita inginkan "
***
Melihat ke belakang, tentang apa yang telah aku lalui jika di pikir kembali hari itu rasanya begitu sulit bagiku. Namun, kini aku ada di tempat ini, masih baik-baik saja setelah semua penderitaan itu.
Ku harap, kali inipun aku bisa melewati hal ini.
Aku tak ingin mengeluh, sebab aku sendiri yang telah memilih, aku sendiri yang telah mengambil langkah ini.
Siang tadi tante Dyana telah memenuhi panggilan wali kelas, Kin masih belum memberikan penjelasan mengapa dia memukul Joe hari itu. Karena ulahnya, Kin di kenakan hukuman pendisiplinan, ia harus membersihkan toilet sekolah selama satu minggu, hal yang sama juga berlaku untuk Joe.
Aku duduk di pinggir lapangan bersama kak Ray, tak jauh berbeda dengan Kin, wajah kak Ray sepertinya terkena pukulan dari seseorang. Ada bekas lebam di pinggir bibirnya. Aku tak mengerti dengan kedua kakak beradik ini, bagaimana bisa bertengkar dengan orang lain di saat yang bersamaan.
"Kak Ray juga abis berantem?" tegurku.
"Hah? oh...engga" jawabnya, terbata sembari menutupi lebamnya.
Aku menghela napas gusar, sembari menggerakkan kedua kakiku. Tak ada pembicaraan di antara aku dan kak Ray, rasanya melelahkan begitu aku tahu bahwa tak hanya aku yang memiliki masalah.
Entah usia 17 atau 18 tahun, meski masih cukup muda kami juga sebenarnya memiliki banyak kekhawatiran. Sebab kami masih terlalu muda, masih banyak hal yang belum kami mengerti, ada begitu banyak hal yang tak kami pahami. Terkadang kami salah paham, bertengkar, membenci, mengasihani diri sendiri, cemburu dengan apa yang orang lain miliki. Semua hal itu tak pernah lepas dari kehidupan remaja kami, akan lebih sulit ketika kami larut dalam perkara tersebut.
Jika bisa memilih, akupun ingin bebas dari segala perasaan tersebut dan hidup dengan damai. Namun, apakah semuanya akan jauh lebih baik jika seperti itu.
Akhir pekan ini aku tak bisa menghubungi sahabatku, Nala. Ia juga tak ada di tempat tinggalnya. Aku hendak kembali ke rumah, sebelum akhirnya berpapasan dengan Kin yang tengah mengendarai sepeda motor temannya.
Ia nampak terkejut begitu aku melihatnya, padahal tante Dyana sudah melarangnya untuk mengendarai sepeda motor lagi. Kin segera menghampiriku yang berdiri di pinggir jalan, baru kemarin dia membuat tante Dyana kecewa karena bertengkar dengan Joe, anak ini memang terlalu sulit di atur.
"Hai?" sapanya canggung.
Aku menggeleng pelan, tak habis pikir dengan tindakkannya.
"Jangan kasih tau mama!" mohonnya.
Aku tak menjawab pertanyaannya, masih berpikir apa yang harus aku lakukan pada laki-laki ini.
"Tapi jawab pertanyaan aku dulu" ucapku, mencoba bernegosiasi.
"Ck, apa?" balasnya.
"Kenapa kamu berantem sama Joe?" tanyaku.
Awalnya ia terlihat ragu untuk menjawab pertanyaanku, namun akhirnya dia menyerah dan mengatakan semuanya padaku.
"Dia itu adik tirinya Yenna, gua kira dia mau macem-macem sama lu. Ngerti sekarang?!" ungkapnya.
Aku tercengang mendengar pernyataan Kin, aku tak pernah menyangka bahwa laki-laki itu adalah orang terdekat Yenna. Jika di ingat lagi, aku memang pernah melihat Joe sebelumnya.
"Bener, di restoran itu" batinku, mengingat siapa Joe.
Joe ada di restoran ketika aku datang ke makan malam keluarga Kenzie dan Yenna. Dia laki-laki yang menertawakan keadaan saat itu. Bagaimana aku bisa melupakannya, aku memang terlalu bodoh. Tapi mengapa Joe sama sekali tak mengatakan hal tersebut padaku, tak mungkin dia melupakanku setelah kejadian malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I ( Everything In My Life )
Dla nastolatkówAileen Kayla Fawnia, pemeran utama dalam kisah ini adalah seorang gadis muda yang memiliki karakter lembut. Gadis itu tumbuh besar tanpa sosok seorang Ibu di dalam hidupnya, dia pergi dari kota kelahirannya dan menjalani kehidupan barunya sebagai mu...