"Menelan harga diri bukan hal yang memalukan. Terkadang, itu membawa kita pada kedewasaan"
***
Aku pernah mendengar suatu kisah, tentang seorang gadis yang hidup dalam keterpurukan. Hidupnya tak seberuntung gadis-gadis lainnya. Dia masih begitu muda, namun harus menjalani kehidupan yang berat. Dia di paksa untuk menanggung tanggung jawab yang lebih besar dari ukuran tubuh mungilnya. Dia tak melakukan hal itu untuk dirinya, namun dia harus menderita.
Tak ada akhir bahagia untuk gadis tersebut. Dia mati dalam kedinginan dan kengerian malam.
Aku baru saja kembali ke rumah, aku kembali menemui gadis itu, Yenna. Aku tak mengerti mengapa aku tak bisa menolak permintaannya. Mengapa aku selalu datang ketika perempuan itu memintaku untuk menemuinya.
Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah aku sungguh tak memiliki harga diri. Dia adalah seseorang yang selalu mengancam kehidupanku. Lalu alasan apa yang membuatku harus menemuinya. Bukankah harusnya kami tak saling bicara jika saling membenci?
Aku tiba di depan kafe tempat perempuan itu menunggu. Langkahku terhenti, aku menatap tempat itu dengan cemas. Aku hampir memutar badan untuk meninggalkan kafe, tetapi aku teringat bagaimana Yenna memohon agar aku menemuinya.
Dia terdengar putus asa ketika berbicara dengan suara lemahnya. Baru kali ini aku mendapati sikap Yenna yang lemah. Dia selalu tampak kuat dan angkuh, apakah perempuan ini benar Yenna yang ku kenal?
Aku kemudian menyederhanakan pikiranku, mungkin memang bukan masalah besar, aku hanya harus menghadapinya.
Kami saling menatap begitu aku tiba di hadapannya. Dia nampak tersentak melihat kehadiranku. Aneh, bukankah dia yang memintaku untuk datang.
Aku duduk dengan sikap acuh, Yenna nampak mengeratkan kedua tangannya. Dia terlihat gugup dan ketakutan, seolah merasa bersalah akan sesuatu.
Dia masih secantik biasanya, namun sorot matanya tampak pudar. Dia tak secerah biasanya, Yenna benar-benar berbeda, dia nampak lemah kali ini.
"Kenapa lagi?" tanyaku dengan dingin.
"Kamu beneran dateng," gumamnya dengan cemas.
Aku menatap heran dirinya, seperti ada yang salah. Dia menghela napas dalam-dalam, menyiapkan hatinya untuk berbicara padaku. Sungguh, aku tak terbiasa melihatnya gelisah seperti ini. Dia selalu nampak kuat sebelumnya.
"Saya gak nyangka, kalau hubungan kita bakal bertahan sampai sejauh ini. Tentu aja bukan hubungan yang baik. Jujur, saya pikir kamu bukan siapa-siapa awalnya. Saya rasa saya terlalu ngeremehin kamu. Saya pikir kamu cuma anak sekolah biasa, saya pikir kalau saya biarin kalian buat beberapa waktu, kalian bakal berakhir sia-sia. Tapi kenapa masalahnya sampai sebesar ini... Saya penasaran apa yang ngebuat kamu istimewa di banding perempuan lainnya" ujarnya, suaranya masih terdengar begitu tenang, seperti dirinya yang biasa.
"Kamu pasti nyangka kalau saya gampangan, kan? Kamu nyuruh saya datang ke sini cuma buat dengerin omong kosong kamu? Kamu mau maki saya secara terang-terangan?" geramku tak terima dengan sikap dan ucapannya yang terkesan merendahkanku.
"Kayaknya kamu jauh lebih dewasa dari pada yang saya kira. Padahal saya selalu nyakitin kamu, tapi kamu masih mau nemuin saya kayak gini. Perempuan lain pasti udah ngelakuin hal-hal bodoh atau kabur dari saya, tapi kamu selalu bisa ngehadapin saya, bahkan keluarga laki-laki itu. Sebenernya kamu siapa? Saya yakin kamu bukan anak dari orang penting, kamu juga gak sekaya atau secantik itu. Tapi kenapa semua orang selalu berpihak sama kamu? Apa ada yang saya lewain dari kamu?" ungkapnya, tak tahu malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I ( Everything In My Life )
Teen FictionAileen Kayla Fawnia, pemeran utama dalam kisah ini adalah seorang gadis muda yang memiliki karakter lembut. Gadis itu tumbuh besar tanpa sosok seorang Ibu di dalam hidupnya, dia pergi dari kota kelahirannya dan menjalani kehidupan barunya sebagai mu...