"Jika jawabannya adalah pergi, maka aku aku akan melakukannya"
***
Tubuhku dengan jelas menunjukkan rasa lelah, tetapi isi kepalaku begitu kalut, perasaanku terasa tak nyaman, begitu risau. Tidurku tak lagi nyaman, perkataan Yenna terus mengganggu pikiranku. Aku kehilangan fokusku dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
"Kayla!" panggil Nala, sembari berlari kecil ke arahku.
Aku berbalik, menunggu Nala tiba di hadapanku. Aku bahkan tak berani menatap wajahnya secara langsung .
"Tunggu dong, lo kenapa pergi-pergian sendiri mulu sih?" tegurnya.
"Maaf, Nala. Tapi aku lagi mau sendirian" ucapku, dengan perasaan menyesal.
"Kenapa? lo kenapa? Atau apa gue ada salah sama lo?" tanyanya terus-menerus.
"Bukan gitu, aku cuma mau sendirian. Ada Naomi, kalian main berdua aja dulu" ucapku, kemudian segera meninggalkan Nala.
"Kayla mau kemana?" tanya Naomi begitu tiba.
"Gak tau, tiba-tiba mau sendirian katanya" gerundel Nala.
"Hm?" gumam Naomi, sembari mengerutkan alisnya.
"Lo udah gak ngejauhin gue sama Kayla lagi?" tanya Nala pada Naomi.
"Oh... g-gua lupa kalo kita lagi berantem" jawabnya dengan canggung.
Aku berjalan sejauh mungkin, menjauhi keduanya. Semampu mungkin aku menjaga jarakku dengan Nala dan Naomi, berharap tak ada satu orangpun yang akan mengetahui bahwa kami adalah teman dekat, berjaga-jaga semisalnya Yenna atau siapapun mengirim seseorang untuk mengawasiku.
Aku berjalan seorang diri di kota besar ini, langkahku yang malas-malasan semakin menambah kesan murungku. Sekitarku terasa begitu ramai, namun mengapa aku merasa begitu kesepian seolah jika aku hilangpun tak akan ada menyadari hal tersebut.
"Maaf," ucap seseorang pria di belakangku, begitu menabrak pundak seseorang.
Suaranya terlalu akrab sehingga aku bisa menyadari suaranya meski di sekitarku begitu bising. Aku menoleh ke belakang dan menemukan Kenzie ada di depan mataku. Aku tak tahu jika dirinya selama ini telah berjalan di belakangku. Kenzie melemparkan senyumannya padaku, namun entah mengapa hatiku terasa begitu sakit melihatnya tersenyum cerah seperti itu kepadaku. Aku menghela napas berat, aku tak sanggup melihat wajahnya.
Kenzie menyetuh wajahku dengan kedua tangannya, membuatku terkejut dengan tindakkannya.
"Angkat kepala kamu, coba liat ke atas!" ucapnya.
Aku mengikuti ucapannya, aku segera mendongakkan kepalaku supaya aku dapat melihat langit di atas kepalaku. Aku tercengang begitu menyadari betapa indahnya langit sore ini, perpaduan warna merah muda yang lembut serta violet yang begitu indah, sangat indah sampai aku hampir meneteskan air mataku.
"Kalo kamu cuma nunduk waktu jalan, kamu gak akan bisa ngeliat dan sadar sama apa yang ada di sekitar kamu. Lihat, sayangkan kalau kamu ngelewatin momen kayak gini" ungkapnya.
"Aku kira di sekitar sini cuma bisa lihat gedung sama jalanan yang macet doang, makanya aku gak sadar kalau ternyata kita masih bisa lihat langit kayak gini" balasku dengan mata berbinar sembari menatap langit.
"Mau sesusah apapun, kalau kita mau berusaha kita pasti bisa ngelihat hal indah kayak gini. Lihat sekitar kamu, ada banyak hal menarik yang udah kamu lewatin gitu aja" pesannya dengan senyum lembut.
"Kenapa kamu ada di sini?" tanyaku, begitu perasaanku mulai membaik.
"Eum... kenapa coba?" jawabnya, dengan senyum jahilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I ( Everything In My Life )
Teen FictionAileen Kayla Fawnia, pemeran utama dalam kisah ini adalah seorang gadis muda yang memiliki karakter lembut. Gadis itu tumbuh besar tanpa sosok seorang Ibu di dalam hidupnya, dia pergi dari kota kelahirannya dan menjalani kehidupan barunya sebagai mu...