"Aku mungkin tak memiliki kisah yang begitu menarik untuk sebagian orang, tapi aku puas dengan hidupku, karena aku hanya akan menghargai apa yang telah kubuat dalam kisahku"
***
5 tahun setelah lulus sekolah, akhirnya aku bisa sedikit bernapas lega. Aku memutuskan untuk rehat sebentar, menikmati kehidupanku dengan damai. Ini adalah pertama kalinya aku merasakan hidup. Aku menjalani hari-hariku hanya dengan melakukan hal yang ku inginkan. Aku pergi ke toko roti untuk bekerja, bukan pekerjaan yang sulit lagi, aku memiliki beberapa pegawai di sana, rasanya menyenangkan, aku hanya harus melakukan bagianku, tak lagi selelah seperti pertama kali, aku mengurus segala hal, mulai dari membuat adonan, memanggang, membuka toko, membersihkan toko dan segala halnya, kini aku bisa lebih santai.
Ibu Mauren membuka toko bunga lainnya di tepat di sebelah tokoku, beliau memberikan toko tersebut sebagai hadiah untuk toko rotiku. Karena beliau, tempat ini menjadi tempat yang cukup populer.
Pagi ini aku hanya sibuk membuat sarapan, tak ada jadwal apapun, aku paling bahagia di waktu seperti ini.
"Ken... bangun! Kamu mau pergi ke bandara jam berapa?" tegurku dari tengah dapur, aku harus berteriak karena Kenzie berada di ruangan sebelah.
Tak mendengar jawaban, aku terpaksa harus menghampirinya di ruang tengah. Laki-laki itu tertidur dengan posisi duduk, Karina ada di sampingnya tidur di karpet berbulu bersama dengan Ken.
Aku mengelus wajah Kenzie, mencoba membangunkannya dengan lembut.
"Kamu gak pergi?" tanyaku lagi dengan tenang.
"Gak mau, aku gak mau pisah lagi" keluhnya dengan suara serak. Kedua matanya masih tertutup rapat.
"Gak bisa, kamu ada janji sama orang-orang dari Amerika itu, kan?" tegurku.
"Anak-anak itu duluan yang batalin janji dari kemarin-kemarin, gak masalah kalo aku telat 1-2 jam" kelitya mencoba mencari pembenaran.
"Eyy~ jangan kayak gitu, minggu depan kan kamu udah pindah ke sini!" ungkapku, meyakinkan.
Dia menghela napas dalam-dalam dan berusaha menyadarkan dirinya. Mata kami saling bertemu, aku tak bisa menahan senyumku ketika melihat wajahnya. Kami berakhir dengan saling menggoda dengan senyuman.
"Sebelum sarapan, tolong bawa Karina ke kasurnya, ya" pintaku, sembari menatap gadis kecil di samping kami.
Kenzie tersenyum lebar, dia begitu menyukai Karina. Gadis cantik tersebut memiliki rambut berwarna hitam pekat, panjangnya sepinggang dirinya. Pipinya selalu merah membuatnya nampak seratus kali lebih menggemaskan.
Karina genap berusia 2 tahun hari ini, kedua orang tuanya akan segera datang menjemput kami untuk merayakan ulang tahun gadis kecil tersebut. Kenzie terus merasa bersalah dan menyesal karena tak bisa menghadiri ulang tahun Karina. Dia begitu menyayangi Karina, mungkin karena itu hari ini begitu berat baginya untuk kembali ke Jakarta.
"Kenzie! Lo bener-bener, ya?! Shasa udah nelponin lo berkali-kali, dia bilang lo gak boleh telat lagi" geram Nala sembari menunjuk wajah Kenzie.
"Iya-iya! Loh? Lu nangis lagi?" tanya Kenzie mendapati mata Nala begitu bengkak.
"Gak!" sangkalnya dengan nada tinggi.
"Dia belum baikan sama Kin?" bisik Kenzie padaku.
Aku menggeleng di ikuti senyum tipis. Nala selalu seperti ini, selama 5 tahun, 1 hari dalam total 365 hari akan ada hari dia akan bertindak seperti itu. Di malam tahun baru, Nala akan tiba-tiba menjadi lebih emosional mengingat bahwa Kin tak ada di sampingnya.
Ini adalah sisi dari diri Nala yang baru ku temui setelah tinggal bersama dengannya. Aku tak tahu jelas apa hubungan keduanya saat ini, mereka memilih bungkam, namun selalu menyebabkan kehebohan seperti ini. Ku harap aku bisa segera bertemu Kin dan memarahinya habis-habisan karena masih bersikap kekanak-kanan seperti ini. Padahal urusannya sudah selesai, namun dia memilih untuk tetap berada di Kanada.
Setahun sekali sebelum ini biasanya aku akan berkunjung ke Kanada untuk berkumpul bersama tante Dyana, kak Ray, Kin dan Jennie. Namun setelah kak Kyra kembali ke Indonesia dan menikah, aku tak lagi datang ke tempat mereka.
Tahun ini, tante Dyana menjanjikan untuk kembali ke Jakarta, tapi aku belum bisa memastikan hal tersebut. Karena adanya pandemi, semua hal menjadi lebih sulit akhir-akhir ini.
Kak Kyra berada di Inggris selama 2 tahun, lalu kembali dan memutuskan untuk menikah dengan seorang pria baik. Mungkin pada hari itu, aku menyakiti diriku sendiri. Aku menahan perasaanku selama 1 minggu. Aku bahkan tak menangis, aku hanya terus tertawa, aku memang sangat bahagia saat itu. Aku bahagia karena akhirnya kak Kyra bisa menemukan kebahagiaannya. Aku tak ingin menangis, aku cemas hal tersebut akan terlihat memiliki banyak makna. Kami sepakat untuk hanya tersenyum dan tertawa, bahkan tante Dyana juga melakukan hal tersebut untuk kami.
Namun sekarang, aku benar-benar bahagia. Karena kami sungguh berbahagia.
Tahun akan segera berganti kembali, aku hanya ingin membawa hal-hal baik bersamaku untuk tahun berikutnya. Aku ingin mempercayai bahwa hal baik akan terjadi jika aku hanya memikirkan hal-hal baik.
Dan benar terjadi, tahun baru ini semuanya akan lengkap. Tante Dyana dan kedua putranya telah kembali, kami akan bersama-sama lagi, mereka semua memutuskan untuk menetap di Bali, begitu juga dengan kak Kyra dan keluarga kecilnya.Bahkan Kenzie dan ibu Mauren juga memutuskan untuk menetap di sini. Aku bahagia, kurasa aku tak pernah sebahagia ini, aku senang hanya dengan mengetahui bahwa kami akan berkumpul bersama lagi. Aku tak pernah mengira, bahwa bersama keluarga adalah hal yang paling membahagiakan untukku.
Di manapun aku berada, bukan tempatnya lah yang penting. Tapi dengan siapa aku tinggal, kurasa itu adalah poin terpenting.
Aku mungkin tak lagi bisa bersama dengan Ayah dan Ibuku, tapi aku memiliki teman dan keluarga yang berharga. Aku masih bisa menghargai apa yang kumiliki saat ini, aku ingin menjaga mereka dan semua yang ada saat ini, aku akan fokus dengan hal-hal baik tersebut.
Jika saja itu aku yang masih berusia 8 ataupun 18 tahun, kurasa aku tak akan bisa mengerti betapa berharganya saat ini. Aku mungkin masih belum dewasa untuk bisa menerima segala kemalangan yang terjadi dalam hidupku. Aku hanya bisa lari dan sembunyi, aku terus mengurung diriku dalam kegelapan, semakin dalam membiarkan diriku jatuh, sehingga tak bisa melihat adanya orang-orang yang selalu berusaha mengulurkan tangannya padaku. Aku yang selalu menyangka bahwa duniaku telah runtuh, saat itu aku tak tahu bahwa aku tak pernah sendiri.
Kurasa jika aku kembali ke masa lalu, aku mungkin masih akan sama. Aku mungkin tak akan dengan mudah memahami situasinya dengan cepat, aku hanya seorang anak yang selalu mengasihani diriku sendiri, aku tak pernah benar-benar melihat sekelilingku. Aku tak tahu jika dunia bekerja dengan cara berputar, aku hanya bisa larut dalam kesedihan, aku merasa seolah tak bisa melihat hari esok, aku selalu mengira bahwa duniaku telah berakhir. Kala itu, mengapa aku bersikap seperti itu, aku jadi bertanya-tanya.
Lalu akhirnya aku paham, semuanya disebut proses. Aku adalah manusia biasa, aku hanya perlu tumbuh. Dan untuk tumbuh aku memerlukan banyak hal, seperti halnya pengalaman, dari rasa sakit, kecewa, sedih, marah, dan bahagia. Aku memerlukan semua itu untuk bisa berubah dari biji kecil menjadi tanaman indah yang bisa berbunga dan berbuah, untuk itupun aku masih membutuhkan banyak waktu. Karena sepanjang hidupku, aku akan terus tumbuh dan mempelajari hal lain.
Tidak semua hal datang secara bersamaan, ada waktu untuk semua itu bisa terjadi. Aku akan berjalan dengan pelan, sehingga aku bisa mengamati sekelilingku dengan baik.
Sekarang, aku akan melanjutkan ceritaku, hidupku. Semuanya belum berakhir, semuanya akan terus berlanjut dalam duniaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
I ( Everything In My Life )
Teen FictionAileen Kayla Fawnia, pemeran utama dalam kisah ini adalah seorang gadis muda yang memiliki karakter lembut. Gadis itu tumbuh besar tanpa sosok seorang Ibu di dalam hidupnya, dia pergi dari kota kelahirannya dan menjalani kehidupan barunya sebagai mu...