" Aku harus bagaimana di kala rasa ini tiba, aku marah tapi aku tak ingin menjauh, aku mau kamu tetap di sampingku, menggenggam tangankku erat dan membuatku tenang tanpa harus banyak berkata "
***
Esoknya di sekolah, Nala nampak dingin padaku. Ia juga berusaha keras menghindariku, aku cemas apa yang telah di katakan Kin padanya kemarin telah begitu menyakitinya.
Aku menghampiri kelas Kin, namun ia tak ada di sana. Aku mencari ke seluruh bagian sekolah kami, namun aku masih tak bisa menemuinya. Di lapangan, aku menemui Nino yang tengah bermain sepak bola bersama anak lainnya.
"Kayla, ya? kenapa?" tanyanya, begitu menghampiriku.
"Sorry ganggu. Kin, dia nginep di rumah kamu kan?" tanyaku.
"Mmm, iya. Kenapa?" tanyanya.
"Dia di mana sekarang?" tanyaku.
"Oh, itu... gua gak mau ikut campur lagi deh" resahnya.
"Tolong" mohonku.
Akhirnya Nino memberitahukan keberadaan Kin saat ini padaku setelah aku berusaha keras membujuknya.
Aku berlari menaiki anak tangga menuju atap sekolah, meski aku masih merasa takut untuk datang ke tempat tersebut, demi menemuinya aku akan berusaha memberanikan diriku.
Aku membuka pintu atap dengan napas yang tersengal-sengal aku berjalan menghampiri Kin yang tengah berbaring di bangku.
"Bener-bener ya, kamu tuh cowok paling brengsek tau gak! kamu pikir kamu siapa bisa ngelakuin hal kayak gitu ke orang lain?!" geramku.
Kin tak menggubris ucapanku, ia masih berbaring sembari menutupi wajahnya dengan sebuah buku.
"Ngapain lu?" ucap seseorang dari belakang.
Aku terkejut begitu mendapati Kin yang tengah duduk sembari menyandarkan kepalanya di tangannya, ia menatapku dengan heran. Laki-laki yang berbaring di hadapanku menunjukkan wajah datarnya padaku.
"Ah, sorry" ucapku, merasa malu.
Aku segera menjauh dan berjalan menghampiri Kin.
"K-kenapa kamu ngomong gitu ke Nala? kamu tau apa soal dia? siapa kamu bisa ngebentak dia kayak gitu?!" geramku, dengan terbata.
"Gak ada gunanya lu ngebelain dia kayak gini" ujarnya dengan santai.
"Kin, kamu itu salah paham. Nala, dia gak kayak apa yang kamu pikir, dia jauh lebih baik daripada itu" ungkapku.
"Berapa lama lu kenal sama dia? baru beberapa minggu kan, gua udah kenal dia 2 tahun" ujarnya.
"Selama itu, tapi kamu masih salah paham sama dia" balasku.
"Lu tau kalo lu terlalu bodoh? jangan terlalu percaya sama orang lain, gak semua dari mereka jujur sama lu" ungkapnya.
"Kanapa kamu jadi ikut campur kayak gini? lakuin apa yang kamu lakuin sebelumnya, gak usah peduliin aku" ujarku.
"Gua gak peduli sama lu, gua peduli sama mama gua, lu tau gimana khawatirnya dia waktu lu hampir jatuh dari atap?! lu tau gimana takutnya dia waktu lu masuk rumah sakit?! harusnya lu tau mama gua khawatirin keadaan lu, harusnya lu bisa jaga diri lu sendiri! apalagi sekarang lu gak punya orang tua!" ujarnya.
Aku kehilangan kata-kata, ucapan Kin barusan sedikit menyinggungku. Akupun merasa bersalah, sebab aku terus membuat tante Dyana merasakan semua hal tersebut.
"G-gua gak maksud ngomong kayak gitu, lu ngertikan..." sesalnya.
"Maaf, harusnya aku gak dateng ke rumah kalian" ucapku dengan nada rendah.
KAMU SEDANG MEMBACA
I ( Everything In My Life )
Fiksi RemajaAileen Kayla Fawnia, pemeran utama dalam kisah ini adalah seorang gadis muda yang memiliki karakter lembut. Gadis itu tumbuh besar tanpa sosok seorang Ibu di dalam hidupnya, dia pergi dari kota kelahirannya dan menjalani kehidupan barunya sebagai mu...