" Tak apa jika aku tak memiliki hal yang sama dengan orang lain, tak apa meski aku tak memiliki hal tersebut. Tapi mungkin aku memiliki hal lain, yang lebih berarti untukku"
***
Rasanya baru kemarin saat liburan sekolah di mulai, tapi hari ini aku harus kembali ke sekolah. Di tahun ajaran yang baru ini, semuanya terasa berbeda dan baru untukku. Kelas yang berbeda, teman dan wali kelas yang berbeda, serta tak lagi ada kak Ray di sekolah ini.
Akhirnya aku duduk di bangku kelas 12. Lalu aku di sadarkan dengan ujian-ujian yang menantiku untuk lulus dari sekolah ini. Aku harap aku bisa menjaga konsentrasiku dalam pelajaran, sehingga aku bisa melangkah ke tempat yang lebih baik.
Satu-satunya hal yang paling aku syukuri adalah aku kembali berada di kelas yang sama dengan Nala juga Naomi. Sungguh keajaiban bahwa kami bisa kembali bersama lagi di satu kelas yang sama, aku bisa kembali duduk di samping Nala.
"Seneng... aku bisa sebangku lagi sama kamu!" seruku sembari menempel pada Nala.
"Cuma gue doang, ya, yang gak nyaman dapet kursi ini?" keluh Naomi yang duduk di bangku belakang kami.
"Lo pikir lo doang yang gak seneng?!" sahut Shasa.
Aku tersenyum tipis melihat Naomi dan Shasa yang duduk bersama, setelah pertengkaran yang sempat terjadi beberapa waktu lalu, keduanya masih belum membuka diri untuk satu sama lain. Namun kuharap secepatnya Naomi dan Shasa bisa kembali berteman dengan baik.
Hari-hariku tak lagi begitu berat seperti kemarin, mungkin karena tak ada lagi yang menyebabkan masalah seperti sebelumnya. Sejak video perkelahianku dan Shasa tersebar, tak ada lagi keributan ataupun perundungan yang terjadi di sekolah ini, itulah salah satu hal terbaik yang terjadi pada kami.
"Hai" sapa Tiffany, ketua kelasku.
Aku tersenyum menanggapi sapaan ramahnya, kami mulai berbincang tentang hal-hal kecil yang cukup acak. Tiffany adalah sosok yang ramah dan ceria, tak heran jika dirinya bisa terpilih sebagai ketua kelas. Sejak hari itu, kami semua menjadi lebih dekat dan saling berbagi banyak cerita.
Kali ini, aku beserta kedua sahabatku, Nala dan Naomi belajar bersama di perpustakaan kota. Kak Ray mengatakan padaku bahwa tahun terakhir kami adalah waktu yang paling berharga, tanpa sadar waktu akan berjalan melambat ketika kami belajar dan berlalu begitu cepat ketika kami menyia-nyiakan waktu.
Belum lagi, aku masih tak tahu kemana aku akan menuju, apa impianku di masa depan. Bahkan belum terpikirkan tentang pekerjaan seperti apa yang ingin aku lakukan suatu hari nanti.
"Kalian punya cita-cita?" tanyaku, pertanyaan yang cukup klise namun sebenarnya cukup dalam.
"Gue? Hm ... sebenernya ada sih" jawab Naomi dengan gerak-gerik mencurigakan.
Aku dan Nala menanti jawaban yang akan Naomi berikan pada kami berdua.
"Kalo lo berdua apa?" tanya Naomi balik, tanpa memberikan jawabannya.
"Gue mau terus ngelukis, sampai karya gue bisa di kenal banyak orang" ungkapnya dengan mata berbinar.
"OMG! tapi gue yakin lo pasti bisa sih, jujur aja sebenernya lo berbakat di bidang seni" sahut Naomi.
"Iya, bener!" tambahku menyetujui ucapan Naomi.
"Kalo gitu, gue mau jadi influencer" ungkap Naomi dengan riang.
"Aamiin, Nao!" sahutku dengan perasaan senang.
"Kalo lo gimana?" tanya Naomi padaku.
"Aku..., belum kepikiran" jawabku di ikuti senyum pahit.
KAMU SEDANG MEMBACA
I ( Everything In My Life )
Teen FictionAileen Kayla Fawnia, pemeran utama dalam kisah ini adalah seorang gadis muda yang memiliki karakter lembut. Gadis itu tumbuh besar tanpa sosok seorang Ibu di dalam hidupnya, dia pergi dari kota kelahirannya dan menjalani kehidupan barunya sebagai mu...