The Child

269 11 0
                                    

Hal terbaik menjadi seorang anak kecil adalah betapa polos dan bebasnya mereka. Tangis dan tawa mereka ungkapkan tanpa batasan. Satu-satunya pembatas emosi mereka hanyalah dunia sekitar mereka. Karena bagi seorang manusia dewasa, perasaan mereka sendiripun menjadi penghalang untuk meluapkan emosi mereka.
.
.
.
.
Author POV
Suara benda pecah mengagetkan seorang gadis kecil yang tengah bermain dikamarnya. Sejauh yang diingatnya, hal ini sudah terjadi mungkin semenjak indra pendengarannya mulai bisa memilah suara-suara disekitarnya. Suara benda pecah dan dentuman serta teriakan makian terdengar berulang-ulang, membuat gadis itu menghentikan aktivitas bermainnya dan berlari ke dalam lemari untuk bersembunyi sambil menutup telinganya rapat-rapat.
Ia tidak tahan mendengar ketika orangtuanya sudah mulai bertengkar. Ia tidak pernah mengerti kenapa orangtuanya selalu saja berteriak satu sama lain. Sebagai anak kecil yang polos, ketika orang yang disayanginya saling berteriak, Ia akan menangis, namun apa yang didapat? Sebuah tamparan dan cubitan keras mendarat disekujur tubuhnya, seolah sebuah ganjaran tegas agar Ia menghentikan tangisannya.
Tentu saja anak kecil tak akan mengerti, hal kedua yang dilakukan adalah mencari perlindungan, hal paling natural yang dilakukan mahluk hidup ketika merasa terancam. Ia berlari ke dalam kamar sang kakak dan meminta perlindungan, namun lagi-lagi sebuah teriakan pengusiran diterimanya dari sang kakak. Karena merasa tak aman, akhirnya Ia berlari kedalam kamarnya dan bersembunyi ditempat dimana orang tuanya tak akan menemukannya, yaitu sebuah lemari kayu tua besar, tempatnya merasa sedikit lebih aman.
Gadis kecil malang itu menutup mulutnya agar isakan yang meluncur dari bibir mungilnya itu tak didengar oleh kedua orangtuanya, walaupun lemari perlindungannya itu berada di lantai dua rumahnya.

12 tahun kemudian.
Makian dan teriakan menggema diseluruh rumah yang terletak di pinggir kota Valder.
Seorang gadis muda yang sedang duduk di halaman belakang rumahnya tampak tak acuh dengan hal itu.

"Elena! Kemari!" Sebuah suara menyebutkan namanya membuat gadis itu mau tak mau harus menengok dan berjalan menuju arah suara.
Ia melihat sosok pria tua sedang meringis memegangi tangannya yang berdarah.

"Apa yang kau lakukan anak tidak berguna! Cepat obati lukaku!" Pekik pria itu.

"Baik ayah, tunggu sebentar." Gadis itu lalu mengambil kotak obat dan mulai merawat luka pria yang dipanggilnya ayah itu.

"Dasar ibumu wanita brengsek! Beraninya dia membandingkan aku dengan si tua Jansen."
Umpatnya sambil menghidupkan cerutu rokoknya, lalu menegak minuman dari sebuah botol hijau lumut, minuman yang selama ini selalu membuat Elena muak, alkohol.

Inilah keluarga Elena, ayah yang pemabuk dan ibu yang suka berselingkuh. Keterlaluan jika Elena mengatakan ibuknya suka berselingkuh, namun Elena pernah melihat ibunya berkali-kali bercumbu dengan pria yang berbeda, 12 tahun yang lalu, saat dirinya masih seorang bocah kecil yang polos, walaupun polos, Ia tidak bodoh. Tidak seharusnya wanita yang sudah memiliki suami bersentuhan secara fisik dengan pria lain. Elena pernah memergoki dan bertanya kepada Ibunya, namun lagi-lagi sebuah tamparan dan cubitan yang diterimannya.

Seiring bertambah usianya, Elena mengerti dengan apa yang terjadi pada keluarganya. Ibunya, ayahnya, bahkan kakak laki-laki yang harusnya menjadi pelindung Elena, malah meninggalkannya sendirian dengan kondisi seperti ini. Pengalaman itu pula yang merubah sikap Elena, dari gadis kecil polos, menjadi gadis yang mempunyai seribu pembatas pada hatinya, tembok kokoh selalu menutupi hatinya, merubahnya menjadi gadis yang dingin dan acuh.

Dark Side Of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang