Author POV
Seorang gadis muda berlari di sepanjang lorong kastil dengan nuansa gelap itu, menuju ke perpustakaan.
Ia membuka pintu bernuansa cokelat itu dan melihat sosok yang dicarinya sedang duduk di meja bundar yang terletak ditengah perpustakaan, sibuk dengan buku tebal dan tidak memperhatikan gadis itu masuk."Kakak! Aku mencarimu kemana-mana, ternyata kau disini." Teriak gadis muda kesal didepan pria itu.
"Irene, kau tahu, kau selalu bisa menemukanku disini." Jawab pria itu sambil menutup buku tebal yang dibacanya.
Gadis bernama Irene itu bersidekap dan menekuk mukanya sebal. Lalu mendekati kakaknya dan menarik pria itu keluar dari perpustakaan.
"Ayo kak, aku akan menunjukan padamu, bagaimana caranya untuk tidak menjadi orang yang membosankan." Serunya dengan semangat
Pria itu hanya menurut dengan pasrah. Dalam hati Ia senang adiknya itu tetap ceria, walaupun salah satu orang yang disayanginya baru saja meninggal.
Irene mengajak kakaknya naik ke menara kastil, tempat Ia meletakkan sebuah teleskop.
Ia mendorong sang kakak untuk mengintip dari balik teleskop."Kau lihat itu kak? Dunia nyata lebih indah dari pada buku membosankan yang kau baca." Ucapnya sambil menepuk punggung sang kakak.
"Kau benar, ini sangat indah." Jawab sang kakak setuju.
"Lihat, bintang jatuh, ayo buat permintaan." Seru Irene lalu mencakupkan tangan sambil memejamkan matanya.
Setelah selesai, Ia menoleh kearah kakaknya dengan senyum yang mengembang.
"Semoga doaku terkabul." Ucapnya penuh harap.
"Apa yang kau inginkan Irene?" Tanya kakaknya lembut sambil mengelus rambutnya dengan sayang.
"Aku harap, kakak berubah dari pria membosankan menjadi pria yang ceria. Dan aku harap ayah merestui hubunganku dengan Charles." Jawabnya dengan mata berbinar. Membuat tubuh kakaknya menegang.
"Irene!!! Tidak! Ayah kenapa kau lakukan itu padanya! Irene adalah anakmu!" Seorang pria yang sedang dihadang pengawal, berteriak kearah pria tua dengan setelan hitam dan mahkota di kepalanya.
"Karena adikmu adalah gadis bodoh! Beraninya dia menghina martabat Beaufort Castle dengan mencintai pengawal." Jawab pria itu dingin.
"Kau monster! Brengsek!" Teriak pria itu murka.
"Sebenarnya aku juga akan membunuhmu, karena kau tidak berguna." Gumam pria itu menatap putranya dengan pandangan menghina.
Seorang pria tersentak dari tidurnya, setelah mimpi buruk menimpanya. Ia segera menuangkan air pada cawan dan meminumnya dengan cepat. Sudah sejak lama mimpi itu menghantuinya, ingatan nyata yang mengikutinya bahkan saat berada dalam mimpi.
Ia mengusap peluh yang membasahi wajahnya dengan kasar.
Ia mengenakan jubah tidurnya dan berjalan keluar kamar menuju dapur.
Matanya menangkap sosok wanita yang sedang sibuk memotong sesuatu. Ia tahu wanita itu."Ternyata seorang Elena juga butuh midnight snack rupanya." Ucapnya terkekeh.
Elena yang sedang menggigit rotinya berbalik, dengan roti yang memenuhi mulutnya. Kontan saja hal itu membuat sang pria tertawa, tawa yang terdengar sangat asing bahkan ditelinganya sendiri.
"Eh.. em aku hanya lapar, karena saat latihan aku tak sempat ikut makan malam." Jawab Elena setelah menelan rotinya.
Ia menawarkan sepotong roti kepada pria itu, dan langsung disambar.
"My Lord, apa yang membuatmu terbangun tengah malam begini?" Tanyanya ragu.
"Ah.. aku hanya lapar." Jawabnya berbohong.
"Jangan berbohong padaku, aku sudah katakan, aku bisa membaca gerak-gerik seseorang. Ingat, tidak ada lagi kebohongan." Sahut Elena menatap Marcus."You got me." Ucapnya sambil mengangkat kedua tangannya.
"Ceritakan padaku." Elena melangkah dan duduk disamping Lord Marcus.
"Aku bermimpi buruk, mimpi yang kuharap hanyalah mimpi belaka. Namun itu semua masa lalu yang nyata." Ucapnya sambil menghela nafas berat.
Elena mengenggam tangan pria itu."Mimpi itu saat adikku dihukum mati oleh pria brengsek itu." Lanjutnya sambil memejamkan matanya. Menahan bulir air yang berontak ingin menetes.
Elena memeluk tubuh pria yang dicintainya itu dengan erat. Ia tahu persis rasanya dihantui masa lalu.
"Itu sangat menyakitkan." Gumam Elena, dibalas anggukan Lord Marcus.
"Kau punya aku, kau bisa meluapkan semua emosimu padaku, marahlah padaku, menangislah padaku, tertawa bersamaku." Ucap Elena sambil menangkup wajah pria didepannya.
"Aku hanya ingin mencintaimu saat ini." Jawabnya sambil mencium lembut bibir Elena, Elena membalas ciumannya lalu mengalungkan kedua lengannya di leher Marcus.
Irama ciuman mereka semakin cepat, Marcus menggedong Elena tanpa melepas ciuman mereka dan berjalan menuju kamar, kembali menikmati kesepian yang telah lama mereka nikmati sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Side Of The Moon
General FictionHal terbaik menjadi anak kecil? Kepolosan dan kebebasan yang mereka miliki. Menangis? Tertawa? Marah? Mereka luapkan tanpa rasa takut, batasan mereka hanyalah orang disekeliling mereka. Namun bagi seorang manusia dewasa, bahkan perasaan mereka sendi...