11. Aira is the best

179 6 1
                                    

"Ketika lawan sudah mulai  lelah di akhir permainan, Aira memompa tenaga untuk menguasai lapangan. Tangan cowok itu seperti ada  kekuatan magnet yang bisa mempertahankan bola."

Ini sudah sore ketiga kali, Aira mengajak Naya latihan basket di taman depan sekolah. Sepertinya Naya juga tidak bisa menolak karena dia ingin bisa bermain basket seperti Aira.

Tetapi membiarkan Aira latihan terus, sama saja membiarkan cowok itu lolos seleksi beasiswa sekolah ke Amerika. Ah...pusing deh! pikir Naya dalam hati, ketika sore ini ia menunggu Aira datang menjemputnya.

"Udah siap, Nay?" tau-tau cowok cakep yang ditunggu Naya  berada  di depan rumah bersama motor besarnya.

"U...u...udah, siap banget, Raaa!" mendengar jawaban Naya yang riang ceria, Aira bertambah semangat.

Begitu mereka sampai taman, ternyata sepi anak-anak yang lain pada tidak bisa datang. Mungkin karena sore itu cuaca mendung yang sebentar lagi akan turun hujan.

"Gara-gara mau hujan nih, enggak jadi latihan deh!" gerutu Aira sambil duduk di pinggiran taman.

"Biar Ra, biarin hujan turun. Udah lama enggak lihat gemercik air yang turun dari langit." ujar Naya sambil matanya mengarah ke atas. "Kata Mama, hujan di penghujung kemarau itu berkah!"

"Suka ya, sama air?"

Naya mengangguk cepat, "Sukaaa!"

"Yang kemarin elo kecebur kolam masih belum puas?"

Naya terkekeh malu, kalau ingat kejadian kemarin.

"Makasih ya, em kamu perhatian banget kemarin mau nolongin aku, Ra!" Naya mulai memancing respon Aira. "Plisss bilang kalau kamu sayang aku, Ra!" harap-harap  Naya dalam hati.

"Hemm...Kan elo sahabat gue yang paling baik, mana mungkin gue biarin elo mati tercebur, mana kolamnya cuma sebetis lagi !"

Naya cuma terkekeh, "Okey!" jawabnya singkat.

"Emm ikut gue, yuk!" ajak Aira kemudian.

"Kemana?"
"Udah nggak usah banyak nanya, ikut aja!" Selanjutnya cowok itu mengandeng tangan Naya. Naya merasakan aliran kehangatan begitu cepat merasuki hatinya begitu jemari tangan Aira tertaut di pergelangan tangannya. Gengaman tangan Aira begitu lembut.
"Kita terjang aja ya gerimisnya!" tanpa menunggu jawaban dari Naya, Aira berlari sambil menutupi kepalanya dengan sebelah tangan. Berusaha melindungi Naya dari gerimis.

Naya semakin tak karuan hatinya.
"Kemana sih, Ra, tempatnya masih jauh ya?" 
"Bentar lagi sampai kok, yuk!" Aira berkata sambil berbelok dan masuk ke sebuah lorong panjang, setelah keluar dari lorong ada sebuah bangunan model kuno.

Bangunan itu menjulang tinggi  dengan tembok berwarna putih,dan pilar-pilar penyangga kayu yang besar. Jendela dan pintu terbuat dari kayu yang sudah berumur ratusan tahun.

"Masuk aja!" Aira mempersilakan Naya masuk dulu, begitu sampai ke dalam Naya langsung takjub. Tempat itu luas, luas sekali dengan  dinding dan temboknya dilapisi keramik jaman dulu yang masih bagus. Di sebalah kanan dan kiri pintu masuk, terdapat kursi penonton terjejer rapi membentuk semacam tangga seperti di bioskop. Di atasnya ada sedikit cahaya yang terlihat mengintip dari lubang ventilasi.

Cinta Setinggi Bintang  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang