20-Love Lasting

187 8 0
                                    

"Tersenyumlah...
Karena senyum, cara terbaik menaruh hati..."

Sore sepulang sekolah, Aira kelihatan serius memainkan bolanya di lapangan. Maklumlah ia dituntut untuk latihan ekstra, karena sebentar lagi dia akan mengikuti seleksi beasiswa pelajar basket ke Amerika.

"Cheer up semangat ya!" teriak Abel ketika Aira menggiring bola menyisiri lapangan. Aira tersenyum seraya mengacungkan ibu jarinya. "Oke!"

"Abel masuk!" pelatih meminta Abel ikut turun ke lapangan.

"Sebelum masuk, jogging dan lakukanlah warming up, supaya tubuh tidak kaget, setelah itu colling down."

"Siap...!" dengan semangat Abel melakukan warming up dan colling down sesuai perintah pelatih. Setelah itu, baru ia masuk lapangan dan merebut bola yang dipegang Aira.

"Taruhanya apa, nih?" kata Abel sambil mengambil posisi ancang-ancang.

"Terserah elo!"
"Kalau gue sih, mau ditraktir makan siang, gimana, Ra?"

"Hmmm...Oke!" jawab Aira singkat. Dengan nafas memburu, Aira mengejar langkah Abel dan mencoba merebut bola dari cewek itu.

"Tapi, kalau gue yang kalah. Jangan bilang gue mau cium elo ya!" lanjut Abel.

Aira tertawa sambil meremehkan gaya permainan cewek tomboy, tapi cantik itu.

Permainan makin seru, Aira melakukan tembakkan jarak jauh sampai bola itu melayang dan,

Bluk...!!! Gluduk-gluduk! Bola berputar di ring dan gagal masuk.

"Sial!"

Melihat semangat Aira, Abel tetap memberikan tepuk tangan.

"Gaya permainanmu lemah, Ra!" teriak Mas Andi pelatih Aira dari tepi lapangan.

"Gue merasa enggak imbang aja Mas, lawan tiga orang sekaligus!"

"Sehebat apapun lawan, perhatikan gaya permainanmu sendiri!"

Bola kembali di pegang Aira, dimulai dari kegagalan cowok itu melakukan Jum ball dan...

"Nice!" Abel berteriak.

Dug...Dug...Dug!
Bola terpantul ke lantai dan gagal masuk lagi.

Aira tetap tak gentar, baginya menyerah adalah pantangan besar. Maka, bola itu segera diraihnya kembali lalu ia melompat dengan satu langkah, free throw melenceng.
Bola malah keluar.

"Shiiit...!" Kali ini Aira benar-benar putus asa, ia sampai mengacak-acak rambutnya kesal.

"Konsentrasi Ra, waktu tinggal tiga hari lagi! Ketika kamu di lapangan, konsentrasilah pada permainan. Amerika itu impian para pemain basket, jangan menyia-nyiakan kesempatan ini!" Mendengar ucapan Mas Andi sang pelatih. Bukannya lebih baik, pikiran Aira justru semakin terpecah. Aira teringat   soal ucapan Naya, kemarin.

"Ra, kalau kamu ketemu Aira yang dulu. Salam ya buat dia, bilang Aira yang sekarang tidak sebaik Aira yang dulu!"

Cinta Setinggi Bintang  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang