#2

492 37 0
                                    

"Zee, kenapa lo selalu makan disini? Lo tuh kayak gelandangan nggak punya fakultas tau."

"Kan gue udah pernah bilang alasan kenapa gue selalu makan disini."

"Tapi nggak setiap hari juga."

"Nggak setiap hari kok. Gue nggak kesini setiap hari Selasa karena hari itu gue nggak ada kelas. Dan hari Minggu karena libur."

"Huh, capek gue ngomong sama lo." Rasya hanya bisa melihat sahabatnya ini makan dengan santai. Sangat berbeda dibandingkan dirinya jika ia di depan orang lain.

Dia tau semua alasan itu. Alasan kenapa dia bersikap dingin dan tak peduli terhadap orang lain.

'mereka tidak penting dan itu bukan urusannya', itulah alasannya.

"Hey," sapa seseorang.

"K-kak G-Guanlin," seakan melemas, tubuh Rasya tak dapat bergerak. Dan Zeezee hanya bisa melihat tak peduli padanya.

"Ehm," Guanlin berdeham. "Gue dengar lo jago soal urusan makanan manis. Fakultas gue ngadain acara hari Sabtu ini, gue udah dapet orang buat ngurus appetizer dan main dish tapi belum dapet buat dessert. Lo bisa handle dessertnya nggak?"

"Oh! B-bisa, kak."

"Oke, kalo gitu nota pembayarannya nanti serahin ke bendahara acara aja, namanya Kang Daniel. Lo tau dia kan?"

"Kak Daniel?!" Seruan Rasya membuat Zeezee dan Guanlin sedikit terkejut.

"Ra, lo nggak apa-apa, kan?" Zeezee memegang dahi Rasya.

"Kak Daniel, Zee. Daniel."

"Daniel? Daniel siapa?"

"Lo nggak tau Daniel? Ya tuhan, Zee. Dia salah satu kating populer selain kak Guan-" Rasya salah tingkah ketika Guanlin menatapnya dengan senyum awkward.

"Okay, girls. Nggak apa-apa, kok. Gue udah biasa dapet reaksi kayak gitu dari mahasiswi tahun pertama." Guanlin memaklumi.

"Oh, iya. Gue masih bingung siapa yang bakal mainin piano di acara nanti. Gue udah tanya anak-anak musik tapi mereka lagi sibuk persiapan lomba."

"Piano? Dia aja, kak. Anak ini aja. Zeezee bisa main piano. Jangankan piano, alat musik apa aja dia bisa."

"Eh! Apaan sih lo, Ra?!"

"Zeezee? Lo anak modelling, kan?" Tanya Guanlin.

"Bukan urusan lo." Hardik Zeezee.

"Zee, jangan kasar gitu, dong. Ini kak Guanlin loh."

"Udah, nggak apa-apa kok." Guanlin mengalah. "Mmm, kalo lo bisa main alat musik, lo bisa nggak main piano di acara fakultas gue?"

"Nggak, makasih. Ra, gue balik duluan." Gadis itu meraih tasnya dan melengang pergi.

"Eh! Zee! Jangan kabur, lo." Rasya mencoba menghentikan Zeezee. Tapi sepertinya tidak berhasil. Dia adalah gadis yang keras kepala.

"Maaf ya, kak. Sebenarnya dia baik kok. Soal tawaran kakak, nanti gue coba omongin lagi sama dia."

"Oke. Gue tunggu jawabannya. Oh, iya. Boleh gue minta nomer ponsel Zeezee nggak? Siapa tau gue butuh."

"Ngg..." Rasya nggak yakin.

"Dia nggak ngijinin, ya?" Tebak Guanlin.

"Iya, kak. Soalnya itu privasi dia."

"Ya udah, nggak apa-apa kok. Oh iya, ini id line gue. Kalo-kalo dia setuju hubungin gue, ya." Guanlin memberikan ponselnya bermaksud agar gadis di depannya mencatat id linenya.

"Udah, kak. Thanks, ya. Nanti kalo dia setuju gue kasih tau."

"Oke, thanks. Gue balik dulu, ya. Bye." Guanlin pergi.

'apa dia adalah kamu?'

.-.

Malam itu seperti biasanya, Zeezee makan malam sendiri di meja makan yang cukup dipakai sepuluh orang atau lebih.

"Nona, ini bibi buatkan makanan kesukaan nona. Habiskan makanan nona, ya. Bibi permisi makan di dapur." Bibi yang berjalan menuju dapur terhenti karena sang nona muda menyeru namanya.

"Bi,"

"Iya, nona."

"Mmm... Bisa nggak bibi makan bareng Zeezee? Zee nggak mau makan sendiri." Pinta gadis itu.

Bibi berpikir sejenak, merasa tak pantas duduk semeja bersama sang nona muda.

"Ya, bi? Zee mohon. Zee nggak mau makan sendiri. Zee kayak makan sama hantu kalau makan sendiri." Rengek gadis itu.

Bibi tersenyum lalu mengiyakan.

"Bi,"

"Iya, non."

"Kali ini papa mama kemana?"

"Tuan ke Ethiopia, katanya banyak yang butuh tenaga medis. Jadi beliau kesana. Kalau nyonya, nyonya ke Inggris. Beliau juga sibuk mengurus banyak pasien. Katanya banyak dari pasiennya yang berasal dari keluarga bangsawan."

"Mereka sibuk banget, ya?" Dari nadanya Zeezee terdengar sedih.

Namun seketika nada bicaranya terdengar ceria, "tapi nggak apa-apa. Toh mereka sibuk karena nolong orang banyak, kan. Jadi nggak masalah."

"Iya, non. Mereka orang-orang penting." Bibi ikut tersenyum.

"Kapan papa mama pulang?"

"Tuan dan nyonya pulang minggu depan, non."

"Oh." Sang nona muda hanya ber-oh ria.

Hening.

"Kalau gitu, selama papa mama nggak ada bibi makan bareng Zee aja. Sekalian panggil pak Jhonny. Kan kasian dia kan udah nganter Zee dan nunggu Zee seharian."

"Tapi, non,"

"Nggak ada tapi-tapian. Pokoknya selama papa mama nggak ada kalian harus makan bareng Zee. Kalau bisa sekalian penjaga dan tukang kebun diajak juga. Kan seru kalau ramai." Zeezee tersenyum.

"Iya, non. Apa sih yang nggak buat nona." Bibi ikut tersenyum melihat sang nona tersenyum.

'pada dasarnya gadis kecil ini hanya tak ingin sendiri.'

The Cold Princess & The Hot Prince (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang