Nicholaa tengah mengerjakan proposal yang disuruh oleh bosnya sampai Pieter mengejutkannya. Tiba-tiba saja pria itu sudah berada di samping mejanya sambil menatapnya intens. Nicholaa mengerutkan kening bingung dengan tatapan intens dari bosnya. Ia bergerak tidak nyaman di kursinya.
"ANTON!" seru Pieter tiba-tiba hingga membuat Nicholaa tersedak liurnya sendiri.
Pieter menepuk punggung wanita itu sambil tertawa kemudian berkata, "Saya cuma bercanda. Serius banget sih."
"Ada banyak laporan dari pabrik yang numpuk di meja Bapak, belum lagi permintaan dari board member yang harus disiapkan." Nicholaa memperingatkan Pieter mengenai pekerjaannya yang menumpuk. Ia berharap pria itu segera hengkang dari mejanya secepat mungkin.
"Udah saya sentuh tadi," jawab Pieter polos.
"Bapak udah baca semuanya?" Nicholaa kaget mendengar jawaban bosnya. Padahal semua pekerjaan itu berlembar-lembar dan perlu diteliti lebih dalam. Selain itu, ia baru memberikan 2 proposal di antaranya, 20 menit yang lalu.
"Saya 'sentuh' bukan baca."
Kalau Nicholaa memutilasi pria di depannya lalu menjual organ tubuh Pieter di deep web, kira-kira berapa kekayaan yang akan dia peroleh? Itu adalah tawaran yang sangat menggiurkan untuk dijalankan. Sangat menggiurkan tetapi Nicholaa tidak berniat untuk menjadi pembunuh. Ia tidak segila itu walaupun sudah bekerja pada bosnya selama lebih dari satu tahun dan selalu memikirkan plot yang mengerikan.
"Bapak, saya sibuk," gumam Nicholaa pasrah mendengar bosnya.
"Terus?" tanya Pieter tanpa rasa bersalah. "Saya harus kasitahu semua orang begitu kalau kamu sibuk?"
"Saya nggak punya waktu buat diajak debat, Pak." Nicholaa hampir meremukkan mouse di tangannya. Mungkin ditambah satu persen kekuatan lagi mouse di tangannya bisa hancur lebur.
"Saya nggak ngajak kamu debat, tapi saya ngajak kamu makan."
"Pak, saya memang pelupa, tetapi sepanjang percakapan kita tadi, nggak satu pun kata makan dan semacamnya terselip."
"Barusan, ada kata makan."
Nicholaa memberi tatapan 'apaan-sih' pada Pieter secara terang-terangan dan hanya ditanggapi dengan senyuman kecil oleh pria itu. Jelas sekali kalau Pieter tidak pernah menanggapinya dengan serius. Apa pun itu termasuk masalah pekerjaan yang rumitnya setengah mati pun tetap saja dibawa bercanda oleh Pieter. Pria itu selalu menganggapnya sebagai lelucon. Selalu.
"Saya lihat muka kamu murung tiga hari terakhir, makanya saya ajak makan," jelas Pieter kemudian berdiri dan memasukkan tangannya dalam saku. "Kamu jarang senyum sama saya."
"Pak, muka saya memang udah gini sejak lahir bukan sejak tiga hari yang lalu," jawab Nicholaa pasrah. "Saya jarang senyum karena Bapak suka cari gara-gara sama saya."
"Kalau saya berhenti cari masalah, kamu mau senyum?" Pertanyaan Pieter tiba-tiba saja membuat Nicholaa merinding dan berdebar-debar karenanya.
"Bisa jadi," jawab Nicholaa salting sambil membereskan meja kerjanya dan mengantongi ponsel ke dalam sakunya. Ia tidak pernah membawa tas ke mana-mana. Nicholaa paling membenci kata ribet.
"Kalau begitu, saya nggak akan berhenti gangguin kamu."
Nicholaa menghentikan aktivitasnya kemudian memberikan tatapan mematikan pada Pieter. Biasanya tatapan itu mampu membuat teman-teman Nicholaa bergerak mundur teratur lalu pergi secepat mungkin, tetapi tatapan itu tidak mempan pada Pieter, karena sekarang pria itu malah menarik sikutnya.
"Kalau kamu marah, itu menjadi hiburan tersendiri bagi saya. Kita berdua sama-sama tahu kalau tujuan utama saya mempekerjakan kamu itu apa."
"Mempermainkan saya," jawab Nicholaa malas sekaligus sakit hati. Sakit hati karena dianggap hanya sebagai mainan.
***
Nicholaa menyantap gado-gadonya dengan lahap seperti orang yang tidak makan selama tiga tahun. Ia mengangguk-ngangguk saat merasakan bumbu kacang makanan tersebut menyebar ke seluruh indera perasanya. Di sisi lain, Pieter memesan spagheti carbonara lengkap dengan avocado float-nya. Kontras sekali dengan Nicholaa yang memesan produk dalam negeri.
"Kamu orang pertama yang memesan makanan seperti itu di sini," komentar Pieter sambil menyesap float-nya.
"Seharusnya saya dapat penghargaan," jawab Nicholaa kemudian meneguk air putihnya hingga habis. Cara makannya benar-benar tidak mencerminkan wanita pada umumnya. Ia seperti babi dan tidak tahu malu.
"Lain kali, saya ajak kamu makan di warung saja kalau begini."
"Saya juga pikir tadi Bapak ajak saya ke warung." Nicholaa menggidikan bahu acuh tak acuh. Ia kaget saat tahu pria itu mengajaknya makan ke sebuah restoran bergaya victorian. Jujur, sampai sekarang Nicholaa masih kesulitan mengunakan pisau steak dan garpu.
"Kakak kamu kabarnya gimana?"
Perubahan topik yang secara tiba-tiba ini membuat Nicholaa pusing, namun ia masih menanggapi pria itu dengan santai. Sejujurnya, ada sedikit rasa curiga sekaligus tidak suka saat Pieter menanyakan Natasya. Tidak lucu jika pria itu tertarik pada kakaknya.
"Sehat walafiat sejak tahun 1992 hingga 2017."
"Natasya jauh le-"
Kata-kata Pieter terpotong dengan bunyi panggilan masuk dari ponsel Nicholaa. Ia bersyukur karena tidak mendengar kelanjutan kata-kata pria itu. Nicholaa tidak akan pernah mau mendengar apa yang akan dikatakan Pieter selanjutnya. Pastilah pria itu berniat membandingkan dirinya dengan kakaknya.
Nicholaa menghela nafas kesal saat melihat siapa yang meneleponnya. Selamat dari lubang buaya tapi malah jatuh ke mulut singa.
"Iya, Ma?" sapanya sopan.
"Kakak kamu mana?" Suara ibunya meninggi saat menanyakan hal itu. Nicholaa sampai harus menjauhkan ponselnya dari telinga. Ia sudah kebal dengan segala cacian maki yang akan dilontarkan oleh ibunya.
"Gatau, Ma."
"Kamu itu adiknya, tapi nggak tahu Natasya dimana. Dari malam, dia nggak pulang ke rumah, terus nggak ngabari mama papa juga..."
Nicholaa meletakkan ponselnya yang masih terdengar suara ibunya di meja kemudian melanjutkan kegiatannya tadi yaitu menyantap gado-gado. Ia hanya menjawab omelan ibunya dengan bergumam ria, sedangkan Pieter menatapnya takjub. Walaupun dimarahi, Nicholaa terlihat kelewat santai bahkan tidak peduli. Tipe anak kurang ajar.
Pieter mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh wanita yang menelepon Nicholaa. Walaupun gadis itu tidak mengaktifkan speaker, namun cukup dengan suara tinggi ibunya, semua orang di situ bisa mendengarnya.
"Kamu masa nggak tahu kakakmu di mana. Gara-gara kamu, Natasya jadinya nggak pulang semalaman."
"Iya, Ma," jawab Nicholaa malas. Omelan ibunya pasti berujung pada menyalahkan dirinya.
"Kamu akhir-akhir ini sering pulang malam, makanya kakak kamu juga begitu. Sekarang kakak kamu jadi ikut ikutan nakal, padahal dulu dia bukan wanita nakal."
Nicholaa memejamkan matanya sabar walaupun sebenarnya kata-kata ibunya telak mengenai hatinya yang paling dalam. Ia bisa merasakan matanya berair walaupun sedikit. Tidak lucu jika Nicholaa harus menangis di depan Pieter. Tiba-tiba saja terdengar bunyi benda yang terjatuh dengan amat keras. Nicholaa membuka matanya kaget dan melihat ponselnya sudah hancur berkeping-keping, tepat di samping Pieter. Gadis itu memberikan tatapan syok pada Pieter.
"Waktu ini eksklusif untuk kita berdua. Saya nggak ingin orang lain mengganggu termasuk mama kamu," jelas pria itu sambil tersenyum santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
WIN-LOSE SOLUTION ✔
RomanceMay contain some mature scenes (Tamat) Hidup Nicholaa Antonetta Djatmika benar benar sudah berada di ujung tanduk. Masa depannya kini suram semenjak ia di drop out dari universitasnya. Ia menutup rapat rapat hal itu, sebab keluarganya tidak akan sen...