Nicholaa berlari kecil sambil terhuyung-huyung ke arah meja tempat teman temannya berkumpul. Ia kembali berkumpul bersama teman-temannya yang kebanyakan sudah teler, bahkan wajah Theo mulai memerah karena sedikit mabuk, tetapi untungnya, semabuk apapun pria banci itu, dia tidak meracau gila seperti orang pada umumnya. Nicholaa berusaha untuk memusatkan perhatiannya pada permainan yang sedang berlangsung. Ia tahu dengan jelas Pieter telah kembali duduk di kursinya dan entah mengapa hal itu membuat Nicholaa amat resah. Ia merasa tidak bebas ketika bermain bersama teman-temannya. Nicholaa merasa diawasi secara diam-diam, walaupun kini wajah Pieter terlihat santai dan tidak tertarik.
"Lo baik-baik aja, Nic?" tanya Theo terang-terangan, kemudian mengambil tempat di sebelah Nicholaa. Theo menempelkan punggung tangannya di dahi Nicholaa kemudian di kedua pipinya.
"Gue nggak apa-apa," jawab Nicholaa sambil tersenyum tipis pada Theo.
"Lo kayak pucat gitu," ucap Theo sambil menyentuh bibir Nicholaa yang warnanya agak memudar dari biasanya sehingga terlihat pucat.
"Dia baik-baik saja," ucap Pieter pada Theo sambil tersenyum manis. "Benar kan, Anton?" tanyanya lagi dengan nada yang menyenangkan, namun tajam.
Nicholaa membalas Pieter dengan senyuman malasnya kemudian beralih pada Theo. Ia memegang pipi pria itu yang memerah kemudian berucap lagi, "Lo udah mabuk."
Theo tertawa kemudian menggelengkan kepalanya pada Nicholaa. "Nggak, Nic. Lo tahu dengan jelas kalau gue nggak cepat mabuk. Malah lo yang cepat mabuk."
"Yo..."
"Masa lo lupa yang kita seranjang karena lo teler setelah menantang gue minum?" Theo mengingatkan Nicholaa kemudian menggeleng santai. Semua orang bersorak riang di meja itu sehingga tidak peduli dengan perkataan Theo yang terdengar agak ambigu.
Begitu Nicholaa ingin menjawab Theo, tiba-tiba saja dia sudah lebih dulu disela oleh bosnya yang rewel itu. "Saya capek. Saya mau pulang," ucap Pieter lagi dengan nada malas.
"Saya telepon Pak Kusuma ya, Pak," ucap Nicholaa sambil merogoh sakunya berniat mengeluarkan ponselnya.
"Oke. Kita pulang sekarang."
Perkataan Pieter sontak membuat Nicholaa merenggut protes ke arah pria itu. Bayi besar ini seolah tidak bisa lepas darinya. Ternyata, bukan hanya Nicholaa saja yang protes, melainkan Karina juga. Wanita itu kini bergelayut manja di lengan Pieter meminta pria itu tetap tinggal. Nicholaa menduga Karina akan mendapatkan penolakan yang pedas dari Pieter, namun ternyata bayi besar itu tersenyum manis kemudian mengusap kepala Karina dengan lembut.
"Maaf, aku capek," ucap Pieter melupakan formalitasnya saat bersama Karina.
Nicholaa menirukan ucapan Pieter dengan gaya yang agak berlebihan. Pieter yang sadar akan hal itu mengangkat sebelah alisnya kemudian berkata, "Kamu ngapain?"
"Nggak apa-apa," jawabnya singkat, "Bapak pulang sendiri aja. Saya pulang sama Theo."
"Biar bisa seranjang lagi, begitu? Kamu modus juga ternyata," sindir Pieter tajam.
"Itu tahu." Nicholaa terlalu malas untuk membantah pria itu.
Pieter memutar bola matanya jengah sambil meneguk minumannya hingga habis. Tepat pada saat itu, ujung botol tersebut menunjuk ke arahnya, hingga membuat Pieter tersedak minumannya sendiri. Semua orang di meja tersebut bersorak riang sebab pada akhirnya mereka bisa mengerjai bosnya itu. Mata Karina berbinar senang ketika ujung botol tersebut menunjuk ke arah Pieter, sebab inilah kesempatan emasnya untuk mendapat ciuman bosnya itu. Karina mengedipkan matanya ke arah Kevin sebagai tanda untuk mengajukan dare pada Pieter.
KAMU SEDANG MEMBACA
WIN-LOSE SOLUTION ✔
RomanceMay contain some mature scenes (Tamat) Hidup Nicholaa Antonetta Djatmika benar benar sudah berada di ujung tanduk. Masa depannya kini suram semenjak ia di drop out dari universitasnya. Ia menutup rapat rapat hal itu, sebab keluarganya tidak akan sen...