TWO - DESPERATION

25.2K 2K 17
                                    

Nicholaa Antonetta Djatmika sangat benci saat orang orang mulai membandingkan dirinya dengan kakaknya, Natasya Harlim Djatmika. Jelas, kakaknya lebih unggul darinya dalam segala hal.

Natasya lulusan fakultas kedokteran di Universitas Cambridge, sedangkan Nicholaa bahkan di drop out dari universitasnya. Dan sampai saat ini, ia belum memberitahukan berita itu pada orang tuanya. Bisa-bisa Nicholaa digantung di balkon oleh kedua orang tuanya.

Natasya juga rajin merawat diri dan selalu bersikap anggun, sedangkan Nicholaa selalu tampil apa adanya dan urakan. Kedua orang tuanya selalu membanggakan Natasya daripada dirinya. Natasya jua sangat baik padanya, sedangkan Nicholaa sendiri sangat membenci kakaknya hanya karena alasan iri. Nicholaa merasa menjadi pemeran jahat dalam keluarganya.

Dan sekarang, hidupnya menjadi lebih berat karena harus terikat pada bosnya sendiri, Pieter Alexander Natadikusuma. Jangan salahkan Nicholaa mengenai hal itu. Pieter sendiri yang menawarkan pekerjaan sekretaris padanya dengan muka yang sangat meyakinkan.

Kini ia terjebak bersama pria itu selama kurang lebih 2 tahun. Siapa pun yang berada di tempatnya pasti sudah berakhir di rumah sakit jiwa sekarang. Mungkin bukan Nicholaa yang berakhir di rumah sakit melainkan pria itu sendiri. Untungnya, Nicholaa masih cukup waras untuk tidak memutilasi pria itu.

"Nicholaa," panggil teman sekantornya, Karina.

Nicholaa mendongakkan kepalanya dengan tatapan mengantuk. Ia hanya tidur selama 3 jam semalam, karena ia harus menemani Pieter ke geladi bersih pagelaran Jakarta Fashion Week. Perusahan Pieter adalah sponsor utama acara tersebut. Ia tidak bisa menyalahkan Pieter mengenai hal tersebut, karena pria itu juga bergadang seperti dirinya.

"Lo kayak mayat hidup," lanjut Karina khawatir.

Nicholaa mengangguk.

"Lo sekretaris terlama yang bekerja pada Pieter."

"Maksud lo?" Nicholaa menyesap kopinya sambil melemparkan tatapan bingung.

"Sebelum lo, juga ada sekretaris yang lain. Dan mereka hanya bertahan 2-4 bulan saja. Bahkan ada yang hanya bertahan selama seminggu doang," jelas Karina dan langsung membuat Nicholaa tercengang. "Seganteng apapun bosnya, kalau dia gila ya sekretaris manapun nggak mungkin tahan."

"Gue pikir hanya gue yang merasakan neraka dunia," timpal Nicholaa. Jadi, pria itu memang gila, pikirnya dalam hati.

"Kata Gigi- sekretaris yang hanya bertahan seminggu itu-, Pieter suruh dia beli minuman, antar laundry, ambil sampel, kirim laporan ke tempat yang berbeda dan jarak antar tempat itu jauhnya nggak ketulungan. Terus semua pesanan itu harus ada di mejanya dia tepat jam 1. Bayangkan Gigi disuruh ngelakuin itu semua dalam waktu dua jam," jelas Karina mulai menggosip. "Gigi langsung hengkang dari perusahaan ini, saking bos kita otaknya udah miring banget."

Itu kan makanan Nicholaa sehari-hari...

"Gue juga pengen keluar. Gue masih cari pekerjaan lain," jawab Nicholaa pasrah sambil menyesap kopinya lagi. "Gue juga lagi ngejar beasiswa sekolah fashion di luar negeri. Dan nggak ada yang keterima sampai sekarang."

Nicholaa sudah menceritakan semua masalahnya pada Karina sejak mereka mulai dekat. Dan untungnya, Karina sangat mengerti dirinya atau begitulah sejauh yang ia tahu.

"Lo yang sabar aja. Gue pasti bantu lo cari pekerjaan baru. Gak tega gue liat lo kayak mayat hidup," gumam Karina.

Satu berkah dalam hidupnya. Karina.

***

Nicholaa tertidur pulas di mobil sampai seseorang membangunkannya dengan panggilan yang sangat pelan namun dapat membuat bulu kuduknya berdiri. Ia mengerjapkan matanya sejenak kemudian membuka matanya dengan lebar.

"Non, dipanggil Bapak," bisik sang supir padanya. Nicholaa langsung panik dan membalikkan badannya pada Pieter yang tengah menatap lurus ke arahnya. Nicholaa tidak dapat melihat dengan jelas seperti apa mukanya, karena gelap.

"Iya, Pak?" tanya Nicholaa dengan suara serak.

"Siapa yang menyuruh kamu mengirimkan surat lamaran kerja ke perusahaan lain?" tanya Pieter dengan suara datar. Nicholaa tidak bisa melihat wajah pria itu jadi ia tidak tahu apakah Pieter marah atau tidak.

"Bapak tahu dari mana?" tanya Nicholaa waswas.

"Jangan tanya balik." Suara Pieter lagi-lagi tidak tertebak.

"Kontrak kita sebentar lagi selesai, Pak, makanya saya harus cari pekerjaan lain."

"Kita nggak ada kontrak, ingat?" timpal Pieter. "Kamu hanya bilang ingin bekerja di perusahaan saya selamanya."

"Selamanya?" Nicholaa ingat ia pernah mengatakan hal itu. Namun ia berpura-pura lupa supaya bebas dari Pieter. "Wah, Bapak mulai ngarang."

Pieter merogoh sakunya kemudian mengambil ponselnya. Ia memutar rekaman berisi kalimat yang dilontarkan Nicholaa.

"Dengan senang hati, tanpa paksaan dan puji tuhan saya akan bekerja sebagai sekretaris Bapak selamanya. Terima kasih banyak, Pak. Bapak adalah malaikat saya"

Nicholaa ingin mati rasanya.

"Saya baru ingat waktu Bapak putarin rekamannya. Saya pelupa, Pak." Nicholaa mengeluarkan seribu satu alasan untuk menjawab Pieter sambil tertawa canggung. Dengan adanya rekaman seperti itu, Nicholaa sudah tidak dapat melakukan apa-apa lagi kecuali terikat pada Pieter.

Hening sejenak, sampai terdengar helaan nafas dari Pieter. "Anggap aja saya percaya sama kamu."

"Sekalipun Bapak nggak percaya, tidak ada yang berubah."

"Kalau ada yang berubah?" tanya Pieter balik dengan senyuman miringnya hingga membuat Nicholaa terdiam.

"Itu hanya Tuhan dan saya yang tahu jawabannya." Nicholaa kembali membalikkan badannya dan memandang lurus ke depan.

WIN-LOSE SOLUTION ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang