"Anton! Anton!" Panggilan Pieter membuat Nicholaa berdecak kesal. Pria itu memang memanggilnya dengan nada halus, namun tetap saja membuat Nicholaa kesal. Bagaimana tidak kesal, pria itu menelponnya pukul 2.45 subuh!
Dasar setan!
Nicholaa mengusap wajahnya kesal kemudian bertanya dengan sabar, "Kenapa, Pak?"
"Ponsel saya hilang lagi."
"Terus, Bapak nelpon saya sekarang pake apa?" ucap Nicholaa sarkastik.
"Ponsel saya yang lain," jawab Pieter santai, bahkan kelewat santai untuk orang yang baru saja kehilangan ponselnya.
Tipikal orang kaya.
Nicholaa menghela nafas panjang, kemudian beranjak duduk di tepi ranjangnya. Ia menyalakan lampu kemudian menjawab bosnya yang kurang kerjaan itu. "Bapak, nelpon saya jam 2 lewat 45 menit dan 32 detik hanya untuk itu?"
"Saya mau kamu k sini," jawab Pieter. "Bantu saya cari."
"Bapak, jangan bercanda. Ini udah jam 2 lewat," Nicholaa menggaruk kepalanya kesal mendengar pinta Pieter seenaknya. Dia bukan robot yang selalu ada 24 jam dan selalu membantu pria itu. Nicholaa juga bukan asuransi jiwa yang always listening and always understanding.
For God's sake, she is just a human!
"Saya memang nggak bercanda, Anton. Memangnya kapan saya pernah bercanda?" timpal Pieter lagi.
"Bap-"
"Saya udah di jalan ke rumah kamu. Nggak usah pake baju bagus. Piyama aja udah cukup," potong Pieter dan langsung mematikan sambungan ponselnya.
Nicholaa mengacak rambutnya kesal kemudian berdiri. Ia hanya menyikat giginya dan mencuci muka. Rambutnya pun diikat sembarangan. Sesuai dengan permintaan Pieter, ia tidak akan mengganti bajunya. Nicholaa keluar dari rumah hanya dengan memakai baju piyama Teddy Bear putihnya. Ia juga tidak membawa tas ataupun ponsel dalam saku piyamanya. Nicholaa hanya membawa tubuh dan jiwanya, dan tidak lupa kesabarannya.
***
"Udah ketemu," Pieter mengacungkan ponselnya yang ternyata terletak di atas tempat tidur. Ponsel itu sudah ketemu, padahal mereka baru mencari selama 15 menit. Hal tersebut semakin membuat Nicholaa kesal. Kalau begini, ia tidak usah datang ke rumah Pieter subuh-subuh dan mencari barang yang hilangnya tidak jauh. Pieter bisa melakukannya sendiri!
"Karena barangnya udah ketemu, saya pulang dulu, Pak," pamit Nicholaa asal-asalan.
Pieter langsung menghalangi jalan Nicholaa. "Bentar. Kamu masih ada tugas lagi."
"Tadi, kamu cuman minta bantuan soal HP," timpal Nicholaa kesal.
Pieter senang karena Nicholaa tidak lagi menggunakan bahasa informalnya. Setidaknya gadis itu ingat soal kesepakatan mereka. "Temani aku kerja lembur," perintah Pieter lagi dengan santai.
Nicholaa membelalakan matanya kaget sekaligus memberikan tatapan membunuh. "Nggak mau. Jam kerjaku sudah selesai."
"Kamu nggak perlu bergadang. Kamu boleh tidur," jawab Pieter yang membuat Nicholaa sedikit tergoda. "Tapi di kamar aku."
"Terus kamu di mana?"
"Di kamar aku juga."
Nicholaa melemparkan tatapan curiga pada Pieter. Pikirannya mulai bercabang ke mana-mana. Mungkin saja pria itu sedang modus sekarang dan akan beraksi pada waktu yang tepat.
Pieter yang seolah bisa membaca pikiran Nicholaa langsung tersenyum. "Otak kamu memang perlu dicuci ya. Sini saya cuciin. Mau pake Rinso atau Downy?"
"Aku nggak bercanda."
"Soalnya kamu selalu aja curigaan."
Nicholaa menghela nafas panjang kemudian menjawab, "Perempuan mana yang nggak curiga kalau digituin, apalagi sama kamu."
"Aku udah melakukannya sejak dulu kalau mau," jawab Pieter meyakinkan Nicholaa.
"Kalau kamu tiba-tiba aja kepikirannya sekarang?"
Pieter tersenyum miring dan menampakkan lesung pipinya yang selalu membuat Nicholaa salah fokus. "Niat jahat itu datangnya di awal bukan di tengah atau akhir."
Nicholaa tersadar kalau dia memang tidak cukup cantik untuk menjadi tipe Pieter. Pria itu memang hanya ingin mempermainkannya termasuk hari ini. Membuatnya baper dan kesal setiap hari. Nicholaa ingin segera keluar dari perusahaan itu secepatnya sebelum ia terikat lebih dalam dengan Pieter.
Nicholaa sempat ragu sejenak, namun kemudian mengangguk pelan, "Ini yang terakhir."
"Aku nggak janji." Pieter menggidikkan bahu.
"NGGAK JANJI?!" Nada Nicholaa meninggi. "Rencana kamu itu apa sih?"
"Kamu pikir aku teroris, pake rencana segala?" Pieter menggelengkan kepalanya remeh kemudian mendorong pundak Nicholaa agar berjalan ke kamarnya.
"Kamu ingin aku jatuh cinta sama kamu," tebak Nicholaa dengan nada ketus, "And then you just leave me like the other girls. That's your plan, right?"
Pieter tidak menjawabnya.
Karena kesal, Nicholaa langsung berbalik dan menghadap Pieter. Pria itu tidak tersenyum. Pieter hanya menatapnya datar.
"Pieter!" panggil Nicholaa yang kesal karena terus dipermainkan.
"Bagaimana kalau keadaannya dibalik?" tanya Pieter misterius. "Aku akan menjawabnya setelah kamu menjawabku."
Nicholaa tidak mengerti.
"Sebenarnya apa rencana kamu? Apa perlu aku harus menciummu lebih dulu supaya kamu sadar?" tanya Pieter yang membuat Nicholaa semakin tidak mengerti.
"Kamu benar-benar bodoh kalau kamu masih nggak ngerti," lanjut Pieter. Ada ekspresi kesal yang terlintas di wajahnya, namun tergantikan oleh wajah santai khas Pieter lagi.
Nicholaa tidak menjawabnya.
Pieter menghela nafas panjang dan tersenyum.
"Lupakan saja," ucapnya lalu kembali mendorong Nicholaa dengan lembut dari belakang ke kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WIN-LOSE SOLUTION ✔
RomanceMay contain some mature scenes (Tamat) Hidup Nicholaa Antonetta Djatmika benar benar sudah berada di ujung tanduk. Masa depannya kini suram semenjak ia di drop out dari universitasnya. Ia menutup rapat rapat hal itu, sebab keluarganya tidak akan sen...