ELEVEN - MIDNIGHT SURPRISE

19.7K 1.9K 28
                                    

"Jadi, rumah teman kamu di clubbing ya?" sindir Pieter memecah keheningan di mobil. Ia tidak melihat ke arah Nicholaa sedikit pun karena fokus dengan mobilnya.

Sindiran itu telak mengenai hati Nicholaa, hingga gadis itu berdeham salah tingkah. Nicholaa memutar otaknya berusaha mencari alasan yang tepat untuk menjawab, tetapi setelah dipikir-pikir lagi, kenapa ia harus memberi alasan pada Pieter. Pria itu jelas bukan siapa-siapa di hidupnya melainkan hanya atasan.

Namun, nyalinya terlalu kecil hanya untuk mengatakan ketidaksukaannya pada Pieter. Nicholaa tidak bisa. "Saya temani Karina, Pak."

"Ini bukan jam kerja Anton." Pieter memperingatkan Nicholaa lagi. "Dan ngomong-ngomong, ponsel yang aku kasih kemarin udah rusak?"

"Nggak. Kenapa?" tanya Nicholaa bingung.

"Seharusnya saya yang tanya kenapa," jawab Pieter dengan suara menyindirnya. "Kenapa kamu nggak ngangkat panggilan saya?"

"Saya nggak tahu kalau kamu telepon." Nicholaa kembali mengeluarkan jurus ngelesnya.

"Perlu saya kasih ponsel baru lagi? Biar kamu bisa selalu terima panggilan dari saya."

Nicholaa yang duduk tepat di sebelah Pieter hanya menghela nafas panjang. "Iya, janji ini yang terakhir," timpal Nicholaa pasrah.

Lagi-lagi Nicholaa mempertanyakan status Pieter dalam hidupnya.

Pacar? Bukan.

Suami? Big No!

Sahabat? Mana ada orang yang bisa sahabatan dengan spesies macam Pieter.

"Teman kamu, diturunkan di mana?" Pertanyaan Pieter menarik Nicholaa ke dunia nyata.

Ia mengalihkan pandangannya ke samping dan menjawab dengan polos, "Di rumah kamu."

"Kamu pikir rumah saya hotel?" protes Pieter.

"Saya nggak tahu rumahnya di mana. Kalau ke rumah saya, nanti malah tambah ribet," jelas Nicholaa kembali merengek dan membujuk Pieter.

"Saya dapat apa? Saya nggak suka yang gratisan."

"Saya nggak tahu mau kasih Bapak apa," jawab Nicholaa yang juga gregetan karena bosnya tidak pernah tulus.

"Memangnya susah banget ya manggil saya tanpa embel-embel Bapak?" Pieter tiba-tiba saja mengubah topik pembicaraan mereka dengan begitu cepat dan membuat Nicholaa pusing.

"Kebiasaan, Pak."

"Okay, Karina boleh nginap di rumah saya tetapi kamu nggak boleh sekali pun panggil saya Bapak kalau di luar kantor."

"Tujuan Bapak apa kasih syarat seperti ini?" tanya Nicholaa mulai curiga. Tidak mungkin Pieter punya perasaan padanya. Mustahil.

"Memangnya tidak boleh? Saya atasan kamu," jawab Pieter tidak mau kalah.

Nicholaa menghela nafas mengalah. "Iya, iya, Pak."

***

Nicholaa menidurkan Karina di salah satu kamar tamu milik Pieter. Kamar itu cukup luas untuk ditinggali oleh satu orang. Ada balkon yang menghadap ke kolam belakang dan sebuah walk in closet yang megah. Walaupun begitu, walk in closet tersebut kosong tanpa satu barangpun. Nicholaa terus menganggumi kamar tersebut selagi ia mengurus Karina. Pieter pasti beruntung karena menempati salah satu kamar idaman Nicholaa sepanjang masa.

Nicholaa mengganti pakaian Karina bersama seorang pelayan rumah Pieter, sedangkan pria itu menunggu mereka di luar selayaknya orang bodoh.

"Rumah Bapak bagus ya, Bu," komentar Nicholaa ramah.

"Iya, beruntung sekali yang bisa jadi istrinya, Non," jawab wanita yang bernama Santi itu sambil tersenyum. Wanita itu memiliki mata yang teduh dan senyuman kalem selayaknya ibu-ibu yang sudah pernah merasakan kerasnya dunia

"Saya paling suka kamarnya Bapak."

"Non, suka kamarnya atau orangnya," goda Bi Santi sambil tertawa jahil.

"Kamarnya jauh lebih baik dari orangnya, Bu."

"Duh, Non, hati-hati kalau ngomong. Nanti malah kepincut beneran lho..."

Nicholaa tertawa lagi menanggapi pelayan rumah Pieter. Ia berterima kasih pada Santi saat selesai mengganti baju Karina. Setelah itu, Nicholaa langsung mematikan lampu dan keluar dari kamar tersebut dengan perlahan. Ia mendapati Pieter tengah duduk di sofa ruang tengah sambil membaca buku tebal berwarna hitam.

Buku itu terlihat seperti kamus, tetapi Nicholaa sendiri juga tidak yakin. Mustahil, spesies seperti Pieter mau membaca kamus.

"Aku pulang dulu, Pieter." Lidah Nicholaa terasa janggal saat mengucapkan hal tersebut, tetapi dia harus menjalani kesepakatannya dengan pria itu.

Nicholaa melangkahkan kakinya menuju ke pintu utama sampai tiba-tiba sikutnya ditarik. Tubuhnya berputar di luar kehendaknya hingga wajahnya menghadap ke arah Pieter. Pria itu langsung melepaskan cengkeramannya di sikut Nicholaa, membiarkannya bebas.

"Kamu butuh sesuatu?" tanya Nicholaa bingung dengan sikap Pieter yang tiba-tiba seperti ini.

"Ya, aku butuh sesuatu," jawab Pieter mantap. Pria itu tidak lagi tersenyum. Alarm tanda bahaya Nicholaa mulai berbunyi.

"Aku butuh penjelasan," lanjut Pieter dengan nada datar yang dingin.

"Penjelasan apa?" tanya Nicholaa polos. Sejujurnya ia tidak suka berada di situasi semacam ini. Entah mengapa aura Pieter tiba tiba saja berubah menjadi gelap dan tidak bersahabat.

"Tentang semuanya." Mata Pieter terpaku pada luka goresan memanjang di pipi kanan Nicholaa.

Nicholaa sadar apa yang ditatapi Pieter. Karena itu, ia menutupi luka tersebut dengan tangannya kemudian menjawab, "Kita sedang tidak dalam hubungan yang seserius itu. Kamu siapa hingga harus tahu semuanya tentang aku."

Nicholaa sudah terlanjur kesal pada Pieter saat pria itu bertindak begitu seenaknya.

Hening.

Tib-tiba saja tangan Pieter terulur ke pipinya. Pria itu sempat terlihat ragu-ragu sampai pada akhirnya ia menarik tangan Nicholaa dan mengusapkan ibu jarinya pada luka goresan tersebut. Hal yang membuat Nicholaa tercengang hingga ke dasarnya adalah ketika pria itu mencium keningnya dengan lembut seolah ingin mencurahkan semua perhatiannya.

"Kamu membuat kekhawatiran aku menjadi kenyataan. Good job, Anton," bisik Pieter di depan dahi Nicholaa. "Aku hanya meninggalkan kamu selama 6 jam dan kamu sudah terluka seperti ini. I can't imagine the worst scenario, if I'm not with you."

"Dan aku baru sadar satu hal. Kesalahan terbesar aku adalah meninggalkan kamu sendirian," tambah Pieter lagi sambil menghela nafas panjang.

"Pieter, aku tahu tujuan dari semua ini," jawab Nicholaa sambil memutar bola matanya malas. Jantungnya tidak berdebar-debar karena tahu tujuan pria itu adalah ingin mempermainkannya.

"Apa aku terlihat bercanda?" gumam Pieter lembut dengan tatapan seriusnya.

Giliran Nicholaa yang tercengang.

WIN-LOSE SOLUTION ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang