EIGHT - BEAUTIFUL LIE

19.5K 1.8K 34
                                    

Pieter kembali tertawa melihat wajah Nicholaa yang terlihat syok sekaligus kesal. Pagi ini, gadis itu terlihat sangat kacau dengan baju piyama yang belum sempat ia ganti. Pieter sendiri kaget saat melihat Nicholaa berlari-lari sambil berteriak histeris di halaman belakang rumahnya dengan memakai piyama Monokurobo. Ia berpikir wanita itu marah karena ponselnya yang sempat Pieter banting kemarin. Tapi kenyataannya, gadis itu histeris karena rapat yang salah tanggal.

"Lagian, kamu yakin mau ke kantor pake Monokurobo?" sindir Pieter kemudian menarik handuk dari kepalanya, lalu mengusap benda itu ke kepala Nicholaa. "Ya gapapa sih, siapa tahu kamu bisa memulai trend baru. Trend pake piyama ke kantor."

"Saya udah panik nggak ketulungan gara-gara Bapak." Nicholaa melemparkan kekesalannya pada Pieter yang masih mengusapkan handuk di kepalanya. Biasanya gadis itu, akan menepis tangan Pieter jika ia mencoba menyentuhnya. Namun kali ini, Nicholaa tampak tenang dan baik-baik saja saat Pieter mengusap kepalanya dengan handuk.

"Itu kan, mulai lagi. Saya terus yang salah." Pieter membela dirinya sendiri.

Belum sempat Nicholaa menjawab, ia sudah bersin lagi. Nicholaa memang alergi pada udara dingin dan debu. Hidungnya tidak bisa diajak kerja sama saat ia kedinginan dan berada di dekat debu. Ia mengelap hidungnya yang meler seperti anak kecil. Hal itu membuat Pieter menatapnya jijik dan Nicholaa menyadarinya.

"Bapak, kalau nggak suka, jangan dilihat," gumam Nicholaa lalu menarik dirinya dari jangkauan Pieter. Ia menarik handuk tersebut dari kepalanya dan melemparkan benda itu ke pundak Pieter.

"Gimana saya nggak lihat. Kamu aja berdiri di depan saya," jawab Pieter tidak terima. "Salah kamu sih, nggak bisa anggun sehari pun. Udah tahu meler, ngelapnya pake tangan. Jijik."

"Kalau saya anggun, Bapak ngeri sendiri nanti." Setelah berkata demikian, Nicholaa kembali bersin lagi. Pieter yang merasa kasihan kemudian memutar tubuh Nicholaa membelakanginya dan menyelimuti tubuh gadis itu dengan kimono handuk miliknya. Ia mendorong pundak Nicholaa dengan lembut, menyuruhnya untuk berjalan.

Nicholaa sadar dengan semua perlakuan manis Pieter. Jantungnya berdebar-debar karena itu. Namun, ia tahu bahwa bosnya sudah terbiasa melakukan hal itu pada perempuan lain. Nicholaa tahu -sangat tahu, kalau Pieter adalah playboy. Pria itu sangat pandai mengambil hati wanita wanita yang berada di dekatnya termasuk Nicholaa. Ia hanya berusaha menjauh dari pesona pria itu.

Kalau bisa sejauh mungkin...

***

"Bapak, nggak ada baju lain?" tanya Nicholaa sambil mematut dirinya di depan cermin yang berada di kamar Pieter. Ia meminjam kemeja hitam kebesaran Pieter dan celana training pria itu. Mungkin kalau wanita lain yang mengenakannya akan terlihat cantik dan seksi, tetapi, ia terlihat seorang anak kecil yang mencoba baju ayahnya.

Pieter yang tengah membaca majalah dengan santai di sofa kamar, lalu mendongakkan kepalanya dan menatap Nicholaa dari atas sampai bawah. "Orang, di mana-mana kalau udah dipinjamin, biasanya terima kasih." sindirnya tajam.

"Terima kasih, Pak," jawab Nicholaa sambil terang-terangan memutar bola matanya malas. Nicholaa lagi lagi mengelap hidungnya yang meler dengan lengan kemeja hitam Pieter. Ia kembali bersin lagi dan hal itu membuat Pieter merasa kasihan padanya tapi juga jijik. Pieter menyayangkan kemeja hitam yang baru ia beli tiga hari yang lalu. Kesalahan terbesarnya adalah meminjamkan benda itu pada wanita terjorok yang pernah ia temui.

Pieter berdiri dan berjalan ke kamar mandi. "Sini," panggilnya.

Nicholaa mengerutkan keningnya curiga.

"Nggak, nggak. Selera saya bukan cewek yang PMS setiap hari," gumam Pieter karena tahu apa yang dipikirkan Nicholaa.

Nicholaa berjalan ke arah Pieter, walaupun masih ada sedikit rasa curiga. Namun hati kecilnya terus mengatakan kalau pria itu sama sekali tidak tertarik padanya. Sudah satu tahun lebih ia bekerja bersama pria itu dan tidak ada perasaan yang sempat terselip antar keduanya. Tiba-tiba saja Nicholaa merasa bangga karena tidak menjadi salah satu budak cinta Pieter, seperti wanita lainnya, tetapi di sisi lain ia juga tersinggung. Itu artinya dirinya tidak atraktif dong...

"Semua cewek di mana-mana pasti pemarah kayak saya. Kalau Bapak mau yang ketawa terus setiap hari, itu namanya sedeng," sahut Nicholaa kesal.

Pieter hanya menganggapi Nicholaa dengan senyuman meremehkan.

Ia lalu menyuruh Nicholaa duduk di depan cermin kamar mandi dan mengeluarkan hairdryer. Pria itu menyalakannya dan mulai mengeringkan rambut Nicholaa dengan lembut. Ia menyentuh helai demi helai rambut gadis itu dan mulai berkomentar lagi, "Rambut kamu kasar ya.."

"Bapak jujur banget jadi orang." Menurut Nicholaa, Pieter adalah orang paling jujur yang ia temui atau mungkin pria itu adalah jelmaan Pinocchio hingga harus berkata jujur-sangat jujur- padanya.

"Nggak ada cewek yang jelek. Hanya ada cewek yang malas."

"Pak, saya lagi malas debat."

"Kita memang nggak lagi debat pilkada, Anton tersayang," jawab Pieter dengan santainya hingga membuat Nicholaa menggaruk lehernya gregetan. Pria itu hanya tersenyum dan mengacak rambut Nicholaa agar lebih cepat kering. "Kamu orang pertama yang saya keringin rambutnya pake hairdryer."

"Terus?"

"Ya udah."

"Edan, Pak."

Pieter kembali tertawa mendengar logat Nicholaa kembali muncul ke permukaan. "Kita di luar kantor, nggak usah terlalu formal. Kamu boleh memanggil aku Pieter."

"Pieter." Nicholaa mengulang namanya,

"Anton," Balas Pieter lagi lagi tersenyum pada Nicholaa lewat pantulan di cermin.

"Rasanya aneh."

"Hubungan kita udah lebih dari hubungan kerja, jadi biasakan."

"Memangnya hubungan kita apa?" tanya Nicholaa mulai penasaran.

Pieter mematikan hairdryer dan membalikkan tubuh Nicholaa menghadapnya. "Menurut kamu apa?"

"Teman. Yah, kita sebagai teman." Nicholaa tersenyum canggung karena ditatapi intens.

Hening.

Tiba-tiba saja Nicholaa merasa bersalah karena sudah mengatakan hal yang salah, sampai Pieter kembali memasukkan tangannya ke dalam saku celana training-nya dan menggidikkan bahunya.

"Ya, teman." Pieter hanya tersenyum sekilas dan pergi meninggalkan Nicholaa.

WIN-LOSE SOLUTION ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang