Nicholaa menghirup aroma soto yang berada di depannya dalam-dalam. Menurutnya, surga dunia adalah makanan. Persetan dengan berat badan dan dompet yang menipis. Bagi Nicholaa, ia tidak memerlukan hal lain kecuali makanan yang bisa mengembalikan mood-nya yang hilang. Nicholaa memasukkan satu sendok kuah soto ke dalam mulutnya, kemudian bergumam senang.
Semua makanan pasti terasa enak ketika lapar. Nicholaa kembali melahap makanannya seolah tidak ada hari esok. Ia tidak peduli dengan orang di sekitar yang mengatakan bahwa ia wanita bar-bar. Yah, sebenarnya ia memang wanita bar-bar. Nicholaa sendiri mengakui hal itu. Ia pernah memukul seorang cowok di kampusnya, bukan tanpa alasan, cowok itu selalu memanggilnya anak terbuang. Nicholaa agak sensitif mengenai hal keluarga.
Ia sering terlibat pertengkaran yang besar hingga melibatkan dekan universitas. Itu juga salah satu alasan kenapa ia di drop out dari universitasnya. Masa depan Nicholaa suram, dan ia tidak peduli. Yang ia pedulikan sekarang adalah memuaskan perutnya.
Baru saja, Nicholaa ingin memasukkan sendok ke dalam mulutnya, ia dihentikan oleh suara ponselnya sendiri. Nicholaa merogoh saku celananya dan melihat nama Pieter tertera di layar ponselnya. Ia memutar bola matanya malas kemudian mengaktifkan mode bisu. Mata Nicholaa tidak sengaja menangkap pesan singkat dari Pieter.
Pieter: Dmn?
Nicholaa memutar bola matanya kesal kemudian mengetik.
Nicholaa: Nirwana.
Pieter: Hh lucu. Saya mau kamu ke sini sekarang
Nicholaa: G.
Pieter: Gaji.
Brengsek mainnya ngancam nih orang, maki Nicholaa dalam hati ketika melihat pesan tersebut masuk.
Nicholaa: Lagi makan, Pak. Nggak bisa sekarang.
Pieter: O. Saya tidak peduli.
Nicholaa berteriak kesal di tempatnya hingga mengejutkan pelanggan yang ada di warung soto itu. Ia mengambil mangkuk sotonya dengan kasar kemudian meletakkannya di meja kasir. Sang kasir menatap Nicholaa dengan tatapan takut sebab penampilannya terlihat seperti wanita gila. Bagaimana tidak gila kalau atasannya adalah Pieter Alexander Natadikusuma yang bawelnya minta ampun.
"Bungkus, Mbak," ucap Nicholaa ketus.
"Sabar ya, Mbak."
"Gimana bisa sabar kalau atasan saya rewelnya ngalah-ngalahin ibu hamil!" bentak Nicholaa yang tiba-tiba merasa bersalah karena sudah membuat sang kasir meringis ketakutan, "Maaf, Mbak. Saya terlalu baper."
Sang kasir hanya tersenyum masam kemudian melanjutkan, "Maksud sabar tadi, saya minta Mbak nunggu,"
"Iya, maaf, maaf, Mbak!" seru Nicholaa dengan nada yang tidak biasa. Kemudian ia meminta maaf sekali lagi pada sang kasir.
***
Nicholaa masuk ke dalam lift dan menekan lantai teratas. Ia mengetuk pintu ruang kerja Pieter kemudian masuk dalam diam. Nafasnya terengah-engah dan tidak bisa diatur. Walaupun Nicholaa sangat membenci Pieter namun ia masih menjunjung tinggi etika.
"Kenapa?" tanya Nicholaa ketus sambil menatap Pieter yang tengah duduk di sofa dengan santai. Terlalu santai untuk seseorang yang baru saja membuat sekretarisnya kehilangan kendali di warung soto.
"Sudah kamu minta laporan akhir dari bagian akuntansi?" tanyanya santai.
"Belum. Ini bahkan masih jam istirahat saya, Pak!" Nicholaa menjadi kesal karena Pieter seolah tidak peduli.
"Kamu bawahan saya. Saya sudah selesai istriahat, seharusnya kamu juga begitu. Kamu pikir saya punya waktu nungguin kamu istirahat?"
"Ya, nggak..." Nicholaa memiringkan kepalanya bingung kemudian berdeham pelan.
Nicholaa sulit membedakan kapan Pieter bercanda dan serius. Karena menurut Nicholaa, Pieter tidak pernah serius. Pria itu selalu bermain main, bahkan mungkin ketika ada yang meninggal, Pieter hanya tersenyum santai lalu pergi. Entah spesies macam apa mahkluk seperti Pieter.
Nicholaa menghentakkan kakinya kesal dan berniat keluar dari ruangan itu, sampai terdengar suara Pieter. "Sudah makan?"
Tiba-tiba saja ia merasakan nyeri teramat sangat di perutnya.
Bagus sekali, maagnya kambuh lagi.
Sebenarnya penyakit maag Nicholaa tidak pernah kambuh sejak ia masuk kuliah, namun hari ini, penyakit itu datang lagi dan terasa lebih nyeri dari yang terakhir kali. Ia memegang perutnya sambil membelakangi Pieter.
"Urusan kamu?" balas Nicholaa kesal.
Nicholaa membalikkan tubuhnya dan berdiri tegak seolah tidak terjadi apa-apa, padahal bagian atas perutnya terasa sangat nyeri seperti ditusuk ribuan jarum.
Pieter mengerutkan kening kemudian berjalan mendekati Nicholaa lalu bertanya lagi dengan nada agak dingin, "Kamu sudah makan?"
"Hmm..." gumam Nicholaa menjawab pertanyaan Pieter.
"Anton!" panggil Pieter sambil mempererat cengkeramannya di sikut Nicholaa.
"Iya, Pieter." Nicholaa berusaha bersabar menjawab Pieter walaupun sakitnya semakin bertambah. Nicholaa berusaha lepas namun tangannya ditahan dengan erat. Hal ini membuat Nicholaa semakin kesal. "Apa lagi?"
"Kamu berbohong."
"Sekalipun aku berbohong, memangnya apa urusannya dengan kamu. Tolong berhenti ganggu aku!" Nicholaa meremas balik tangan Pieter karena perutnya seperti ditusuk oleh ribuan jarum. Perih.
"Kamu baik baik saja?" Pieter menatap Nicholaa sambil mengerutkan kening.
"Bagaimana bisa baik-baik saja kalau sama kamu?" tanya Nicholaa berusaha menyinggung perasaan Pieter. Ia menepis tangan pria itu. "Aku memang bekerja dengan kamu. Jadi, bawahan kamu. Tapi bisa nggak sih kamu menghargai aku sekali saja? Aku juga manusia, butuh istirahat dan..."
Nicholaa menghirup nafasnya dalam dalam. "Punya perasaan."
"Anton..."
"Aku ingin resign dari sini! Aku ingin pergi dari kamu. Aku capek dengan permintaan tidak masuk akal kamu dan semua permainanmu. Aku ini sekretaris bukan mainan kamu. I hate you and all your fucking games." Nicholaa hampir berteriak frustasi. "Persetan dengan kontrak kita."
Tiba-tiba saja Nicholaa merasakan kecupan ringan di keningnya. Kecupan yang membuat Nicholaa langsung berhenti mengomel dan menatap Pieter terkejut.
"Biasanya itu yang mamaku lakukan kalau aku lagi kesal," jelas Pieter. "Dia menciumku dan itu berhasil. Mood-ku membaik sesudahnya. Aku harap kamu juga begitu."
"Aku harap kamu mau mempertimbangkan lagi soal resign. Orang yang marah biasanya selalu instant decision. Jadi, aku harap kamu nggak gegabah." Suara Pieter terdengar begitu tenang dan lembut. Pria itu juga terdengar lebih berwibawa. "Karena hanya aku satu-satunya atasan yang bisa memberikan apapun yang kamu minta."
"Kamu nggak pernah memberikan apa yang aku minta," timpal Nicholaa.
"Karena kamu nggak pernah minta."
"Pecat aku." Nicholaa menatap mata Pieter serius.
Namun pria itu hanya tersenyum hangat dan menjawabnya. "Kecuali itu, Anton. Urusan kita belum selesai."
KAMU SEDANG MEMBACA
WIN-LOSE SOLUTION ✔
RomanceMay contain some mature scenes (Tamat) Hidup Nicholaa Antonetta Djatmika benar benar sudah berada di ujung tanduk. Masa depannya kini suram semenjak ia di drop out dari universitasnya. Ia menutup rapat rapat hal itu, sebab keluarganya tidak akan sen...