FOURTEEN - BIPOLAR

18.5K 1.7K 27
                                    

"Anton." Suara lembut itu membuat Nicholaa semakin terlelap ke dalam mimpinya.

Ia memeluk guling di depannya dengan erat sambil berkata, "5 menit lagi."

"5 menit kamu sudah habis."

Nicholaa hanya bergumam tidak jelas dan kembali menenggelamkan wajahnya dalam bantal. Ia sudah terlanjur nyaman dengan posisinya yang sekarang dan sulit untuk bangun. Ranjang yang ia tempati sangat empuk dan Nicholaa merasa hangat. Ia tidak kedinginan dan tidak kepanasan. Nicholaa yakin ia bisa tidur seharian dengan posisi seperti itu.

"Anton, we're running out of time. We have a meeting with the shareholders today."

Nicholaa tidak bergerak sedikit pun dan kembali mengeratkan pelukannya pada gulingnya. Tidurnya yang nyenyak selalu saja diganggu oleh urusan yang tidak penting. Entah mengapa, Nicholaa menjadi kesal karenanya.

"Kamu segitu sukanya sama aku sampai nggak mau lepas?"

Pertanyaan tersebut langsung membuat Nicholaa membuka matanya perlahan. Ia mendongak dan mendapati wajah Pieter yang menatap hangat ke arahnya. Wajah pria itu sangat dekat, bahkan Nicholaa bisa merasakan deru nafas Pieter. Dengan panik, Nicholaa langsung menarik tangannya dari tubuh Pieter dan beranjak duduk.

Ya Tuhan, apa yang baru saja ia lakukan?

Nicholaa tidak berani melirik ke belakangnya karena ia tahu Pieter masih berada di sana. Ia sama sekali tidak sadar saat memeluk Pieter dengan sangat erat. Nicholaa berpikir bahwa yang dipeluknya adalah bantal guling, ternyata ia salah besar.

"Kamu nyaman banget tidur sama aku ya?" goda Pieter sambil berdiri dari ranjang.

Nicholaa mengalihkan pandangannya ke samping dan mendapati Pieter tengah membuka piyama biru satinnya satu persatu. Ingin sekali, Nicholaa segera mengalihkan pandangannya, namun matanya terus terpaku pada tubuh Pieter. Ini adalah kedua kalinya ia melihat tubuh Pieter secara langsung. Nicholaa menelan ludahnya dengan bersusah payah sambil meredakan degup jantung yang tengah berpesta pora.

"Kamu bisa nggak ganti di tempat lain?" protes Nicholaa dengan segala kewarasan yang ia punya.

"Kenapa? Bukannya kamu udah pernah lihat aku shirtless?" tanya Pieter polos kemudian memasukkan piyama satinnya ke dalam keranjang. Kini pria itu, bertelanjang dada di depan Nicholaa. Lagi-lagi Nicholaa mengingatkan dirinya bahwa ia sedang tidak berada dalam drama Fifty Shades Of Gray.

"Tapi aku juga cewek." Nicholaa hampir berteriak frustasi. "Memangnya kamu gini ke semua cewek? Shirtless di depan mereka? Berharap mereka jatuh hati begitu?"

"Nggak. Hanya kamu," jawab Pieter yang membuat Nicholaa terdiam seribu kata. "Karena aku nggak pernah menganggap kamu cewek, makanya aku bisa shirtless sesuka hati."

Oh ya, Nicholaa baru ingat kalau hobi Pieter adalah melambungkan orang lain setinggi mungkin kemudian menjatuhkannya seketika. Bodohnya, Nicholaa yang sudah mengingatkan dirinya berkali-kali namun tetap saja mengulang kesalahan yang sama.

"Okay, karena kamu menganggap aku cowok, berarti aku bisa peluk kamu sesuka hati," balas Nicholaa tidak mau kalah.

Pieter memberikan tatapan remeh padanya. Tatapan yang paling ia benci. "Cowok nggak pernah peluk sesama jenis. Kecuali dia homo."

Skak mat!

Nicholaa terdiam.

Pieter tersenyum semakin lebar.

"Kamu nggak akan pernah menang, Anton. Seharusnya kamu sadar, karena kamu hanya bawahanku."

***

Meeting bersama pemegang saham baru selesai jam 3. Dan hal itu membuat Nicholaa lemas hingga hampir mati. Ia dehidrasi dan juga kelaparan. Tubuhnya tiba-tiba saja mengurus dalam waktu 8 jam. Ini semua karena perdebatan tidak masuk akal Pieter dengan seorang pemegang saham terbanyak kedua setelah ayahnya yaitu pamannya sendiri, Andreas.

Pria paruh baya itu bersikukuh bila terjadi kesalahan data dalam jurnal keuangan terutama dalam laporan laba rugi perusahaan yang menurutnya tidak valid. Pieter sempat memprotes hal tersebut, apalagi ia harus melindungi karyawannya ketika Andreas memintanya untuk memecat sang akuntan perusahaan yang masih muda, namun kemudian ia menyerah dan meminta bagian akuntansi untuk mengecek ulang hingga tuntas.

Sejujurnya Nicholaa bingung. Jurnal keuangan begitu rumit, apalagi mengenai perhitungan dan penyesuaiannya. Lalu, bagaimana bisa Andreas langsung tahu bila terjadi kesalahan dalam pengolahan data dan langsung meminta Pieter memecat wanita muda itu?

Kecuali jika Andreas hanya ingin mencobai Pieter.

Nicholaa memilih untuk diam dan hanya menonton perdebatan keduanya di ruangan rapat. Aura Pieter sejak masuk ke ruang rapat sangat sangat tidak bersahabat, apalagi ketika bertemu dengan pamannya. Mata Pieter selalu menatap tajam ke arah pamannya hingga Nicholaa yakin ada sengatan listrik dalam tatapan pria itu.

Nicholaa bersorak riang ketika rapat akhirnya selesai dan semua orang keluar dari ruang rapat, begitu juga dengan Pieter. Pria itu masih tidak tersentuh. Dingin sekali. Pieter selalu seperti ini ketika selesai rapat pemegang saham. Menjadi lebih pendiam dan dingin. Pieter bahkan tidak mengajaknya berbicara ketika sedang berada di lift.

Nicholaa berjalan lemas ke arah mejanya.

Ia lapar.

Perutnya mengkerut.

Matanya menangkap seorang yang tampak familiar membawa kantong plastik besar.

Karina!

Nicholaa berterima kasih pada Tuhan karena Karina masih perhatian padanya dengan membawa makanan. Teman baiknya itu tahu bahwa Nicholaa belum makan siang. Nicholaa langsung berdiri menyambut kantong plastik itu kemudian tersenyum pada Karina.

"Kamu perhatian banget," gumam Nicholaa namun tidak ditanggapi Karina.

"Pieter ada di dalam?" tanya Karina sambil berusaha mengintip ke dalam pintu.

Nicholaa mengangguk lemas.

"Kasitahu dong, gue bawain dia makan," pinta Karina yang membuat Nicholaa gregetan.

"Untuk gue gimana?" tanya Nicholas blak-blakan.

"Lo belum makan?"

Nicholaa menggeleng lemas.

"Yang sabar, Nic. Makanya cepatan resign biar lo bebas."

Hanya itu yang didapat Nicholaa, padahal bukan kasihani yang ia inginkan, tetapi MAKANAN! Ya Tuhan, Nicholaa hampir gila karena perutnya terus berbunyi seperti tengah konser.

Nicholaa memasang wajah tidak sukanya kemudian menjawab dengan ketus, "Masuk aja."

Tanpa menjawab, Karina langsung menerobos masuk ke dalam ruang kerja Pieter.

Rasain tuh dinginnya Pieter!

Nicholaa menyumpahi dalam hatinya. Jahat sih, tetapi dia merasa lebih lega. Nicholaa menunggu di meja kerjanya berharap Pieter segera memanggilnya dan memintanya membawa Karina pergi. Astaga, Nicholaa benar-benar terlampau jahat untuk seorang teman tetapi, ia begitu kesal pada Karina, atau mungkin ini semua terjadi karena ia cemburu? Tidak, tidak mungkin. Paling hanya mau datang bulan saja, makanya sensitif.

Nicholaa menoleh ketika pintu berderit terbuka dan menampakkan Karina dengan senyuman yang tidak pernah lepas dari wajahnya. Pieter juga ikut keluar di belakang Karina. Pria itu sedang berbincang hangat dengan Karina, bahkan terdengar sangat ramah. Nicholaa mencium tanda-tanda bipolar dalam kepribadian Pieter. Baru saja pria itu begitu dinginnya seolah ingin membantai habis semua orang yang lewat di hadapannya. Kini, pria itu malah cengengesan dan berbincang hangat dengan Karina.

"Kalau ada yang cari saya, bilang kalau saya sedang beristirahat," pinta Pieter tanpa menoleh sedikit pun ke arah Nicholaa.

WIN-LOSE SOLUTION ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang