EP - 26 Kita yang tersakiti

2.9K 255 2
                                    


Daniel mengerang saat mencoba mengoleskan salep luka di wajahnya. Sudah 3 hari dan luka itu masih saja belum sepenuhnya mengering.

Bukan hanya wajahnya yang terasa sakit, tapi juga hatinya. Daniel merindukan Ryn, yang sudah 3 hari ini tidak dapat ia hubungi sama sekali.

Ya, semenjak Ryn lari meninggalkan kelas hari itu. Daniel bukan tidak mengerti sama sekali apa yang terjadi, ia tau Ryn marah dan kecewa melihat wajahnya dan Hoon saat itu, tapi harusnya Ryn menanyakan apa yang terjadi bukan meninggalkannya tanpa kabar seperti ini.

"halo, Sulli... ada kabar dari Ryn?"

"......."

"Benarkah? arraseo... aku akan kesana segera"

Daniel mengambil jaketnya dan kunci motornya segera, dan bergegas ke tempat dimana Sulli berada.

Tidak butuh waktu lama, Daniel memarkirkan sepeda motornya asal dan berlari masuk ke dalam stasiun kereta api dimana ia dan Sulli berjanji bertemu.

Matanya langsung menuju ke sosok Sulli dan bergegas menghampirinya, tapi seketika ia berhenti saat melihat Jihoon juga ada disana.

"Daniel!" Sulli melambaikan tangan dengan senyum khasnya.

Daniel berjalan pelan menuju mereka, ia dapat melihat raut wajah Jihoon yang tak kalah masam darinya. Luka di wajah Jihoon juga belum sembuh sepenuhnya, sama sepertinya.

"kenapa ga bilang kalo kamu ga sendiri.." ucap Daniel

"karena kalian seperti orang bodoh menanyakan hal yang sama padaku" jawab Sulli acuh.

"kalau tau kau tidak hanya janjian denganku, lebih baik aku pergi sendiri" sambung Jihoon

"yak!! kalian! bisakah berhenti dulu? tujuan kita adalah menemukan Ryn dan membawanya pulang, apa kalian tidak mau melihat Ryn selamanya?" ucap Sulli kesal

Daniel dan Jihoon terdiam, membenarkan setiap kata yang Sulli ucapkan.

"baiklah, demi Ryn aku akan bersabar kali ini" ucap Jihoon.

"bagaimana denganmu Daniel?" tanya Sulli

"oke..." jawab Daniel pelan

"nahh kan enak kalau begitu" ucap Sulli sambil menggandeng lengan kedua sahabatnya dan menariknya ke dalam kereta yang baru saja tiba.

Sulli mengambil tempat duduk sendiri agak jauh dari mereka dan membiarkan Jihoon dan Daniel duduk bersama.

"Sulli-ah!! kau mau kita berdua masuk rumah sakit hari ini?" tanya Jihoon

"oke, aku akan panggilkan ambulance kalau begitu" jawab Sulli enteng

"kau ini..." suara Jihoon tertahan saat melihat Daniel sudah duduk dan memejamkan mata.

"masih bisa tidur di suasana seperti ini? dasar gila!" umpat Jihoon

"aku tidak bisa tidur 3 hari ini.. jadi biarkan aku tidur sejenak" jawab Daniel pelan,

Jihoon melihat Daniel sekilas, kantung mata besar dan hitam memperjelas ucapan Daniel tadi. Jihoon semakin kesal, karena berarti ia tau bahwa pria ini tidak bermain-main dengan Ryn.

"Sulli-ah, aku ingin berbicara denganmu" Jihoon sudah berdiri di samping Sulli.

"aku mau tidur..." jawab Sulli

Jihoon tidak peduli, ia langsung duduk di samping Sulli.

"apa benar Ryn sedari awal mencintai Daniel?" tanyanya

"oh.." jawab Sulli

"seberapa dalam cinta mereka?"

"Mana aku tau, memang aku tuhan?"

"lalu kenapa Ryn mau berpacaran denganku?"

"karena kau memaksanya!"

"kau ini! aku tidak memaksanya, aku hanya ingin dia melihatku... itu saja" Jihoon mulai kesal mendengar jawaban Sulli yang menurutnya mengatakan bahwa dia salah.

"apa bedanya? kau ingin dia melihatnya padahal dia tidak melihatmu, sudahkah itu jelas bahwa kau yang memaksanya?"

"tapi aku tidak pernah melihat dia menatap penuh cinta ke Daniel"

"karena kau melihatnya dengan cintamu hoon-ah, kau tidak peduli dengan perasaan wanita yang kau cintai"

Jihoon terdiam mendengar ucapan Sulli,

"aku mencintainya Sulli-ah, aku yang lebih dulu menyukainya, aku yang selalu ada untuknya... aku bahkan baru mengerti kalau aku mencintainya, setelah sekian lama" mata Jihoon berkaca-kaca.

Sulli menatap iba ke arah Jihoon,

"hoon-ah, aku tidak menyalahkan rasa cintamu kepadanya, karena cinta itu datang bukan atas kehendakmu... aku tau rasanya mencintai seseorang yang mencintai orang lain, tapi hoon-ah cinta yang dipaksakan tidak akan berakhir bahagia, yang ada semua akan merasa sakit... kau, Daniel, Ryn bahkan......aku" Sulli menggigit bibirnya pelan.

"kau? kenapa kau juga merasa sakit?"

"a...aku....aku" Sulli menjawab dengan gugup

"apa kau menyukai Daniel?"

"yak bodoh... tidaklah"

"Apa kau menyukaiku?"

"mwo? wahhh kau pede sekali tuan muda Jihoon" wajahnya memanas dan memerah,

"jadi kau menyukai aku? aku harap jangan" jawab Jihoon tegas.

Sulli tersenyum, seperti yang ia duga.

"hoon-ah, sedari awal aku menyukaimu tidak pernah mengharapkan kau membalasku, justru aku bahagia saat aku tau kau berpacaran dengan Ryn... sakit memang tapi tak seberapa dibanding  saat melihat kau hancur seperti kemarin, itu seperti membunuhku"
Sulli mengucapkan dengan lembut dan mata yang juga ikut berkaca-kaca

"sulli-ah..."

"kau tau alasanku mengajakmu kesana? karena aku ingin melihatmu tersenyum saat melihat Ryn, aku tidak marah sama sekali, karena aku tau merasakan cinta juga adalah anugerah.. aku tidak mengharapkan balasan apapun, karena mencintai sejatinya adalah melihat yang orang yang kita cintai bahagia.. bila ternyata dia bahagia bersama kita itu adalah bonus, jadi kuharap kau tidak usah memandangku... aku tidak bermaksud mengatakan bahwa aku mencintaimu... kau sendiri yang menebaknya, dan aku hanya menjawab pertanyaanmu... aku akan bahagia jika kau bahagia hoon-ah, entah itu bersama Ryn atau orang lain, tapi aku mohon jangan paksakan hatimu untuk orang yang tidak mampu membalasmu... Oh.. kau bisa mendapat gadis manapun, kau baik dan tampan, aku yakin itu" Sulli tersenyum manis,

Jihoon tak tau harus bagaimana, di saat yang bersamaan ia tau bahwa Sulli menyukainya dengan tulus tanpa pamrih, tapi di sisi lain ia tidak akan mampu membalas perasaan Sulli.

"ahh entahlah..." Jihoon memejamkan matanya,

"kau tidak pindah kesana?" tanya Sulli

"aku lebih nyaman disini..." jawab Jihoon tanpa menoleh ke Sulli yang tersenyum.

Sulli memandang ke jendela, dan melihat pemandangan yang sedikit berbeda dari Seoul.

Cinta bisa mengubah sifat seseorang, dari yang baik menjadi buruk atau buruk menjadi baik. Tapi cinta tidak akan salah tujuan, dia selalu tau dimana pemberhentian terakhirnya, meski ia sering salah tempat persinggahan.

wanna ONE (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang