Cerita ke-28

98 7 0
                                    

Kemarin itu adalah bener-bener operasi terakhir yang gue jalanin setelah hampir beberapa hari gue di rumah sakit. Diagnosa terakhir dari dokter mengatakan kalo gue udah benar-benar bersih dari penyakit kanker otak ini. Cuman, di karenakan badan gue yang masih lemes dan belum kuat untuk kemana-mana, gue diminta untuk tetap beristirahat di rumah sakit. Kemungkinan gue bisa balik nanti malem atau besok atau juga lusa. Tergantung gimana kondisi tubuh gue nanti.

Untuk itu gue diminta untuk lebih banyak makan makanan berat dan buah supaya nutrisi gue kembalu ada. Gue juga diminta untuk lebih banyak minum air mineral daripada air yang lain. Setelah operasi selesai, tinggal dua rangkaian terapi yang harus gue jalanin lagi supaya sel-sel kanker di otak gue bener-bener hangus. Akhirnya, setelah sekian lama mengendus aroma obat yang menusuk hidung gue bisa menghirup udara bebas. Rasanya pas dokter ngomong kek gitu, gue bener-bener seneng bukan main.

Sekarang gue lagi ngobrol sama Yuda sementara yang lain membereskan barang-barang mereka untuk dikembalikan ke rumah. Seperti biasa kita bakalan ngomongin jadwal sepakbola yang udah terlewat karena gue engga bisa nonton disini. Dia juga cerita banyak, salah satunya cerita kalo Bu Kartika harus pindah tugas ke Malang dan digantikan oleh guru laki-laki yang kayaknya kurang bersahabat sama murid. For you're information aja nih, Bu Kartika itu guru Bahasa Inggris yang paling enak dan friendly banget.

"Terus, Dev. Tentang Shella..."

Gue menoleh ke arah Yuda pas laki-laki itu menyebut nama yang akhir-akhir ini engga pernah gue denger lagi semenjak insiden itu. Gue menunggu Yuda untuk meneruskan ceritanya yang terpotong di tengah jalan.

"Shella kenapa, Yud?"

"Lo engga kangen sama dia, Dev?"

Gue tersenyum. Suatu kesalahan besar kalo ada yang nanya kalo gue engga kangen sama Shella. Jelas, gue kangen banget sama dia. Hampir setiap hari gue mikirin dia. Hampir setiap malem gue mimpiin dia. Gue kangen sama Shella. Kangen banget. Kangen denger celotehannya. Kangen sama gamparannya. Kangen ngeliat senyum paitnya. Kangen jalan bareng dia. Kangen makan somay sambil nongkrong di danau bareng dia. Gue kangen sama semua kenangan yang udah gue jalanin sama dia. Gue kangen itu semua.

Tapi... gue sadar.

Shella udah milik orang lain. Shella udah sama kebahagiaannya sekarang. Shella udah sama orang yang dipilihnya. Gue gamau ngerusak kebahagiaannya. Gue gamau ngancurim hubungan hangat mereka. Gue bukan orang jahat. Gue cuma masa lalu dalam hidup Shella dan cuma bisa ngeliat dia bahagia sekarang. Meskipun bukan sama gue. Gue cuma bisa liat dia ketawa sama kebahagiaannya. Meskipun itu sakit. Gue cuma bisa ngeliat dia dari belakang. Meskipun itu rasanya gaenak. Tapi yaa mau gimana lagi? Gue engga punya hak buat narik Shella kembali ke pelukan gue.

Masalah cinta? Orang lain juga punya rasa itu kalo udah sering ngabisin waktu bersama dan udah terjebak di zona nyaman.

Masalah perasaan? Apa bedanya sama masalah cinta?

Masalah sayang? Kalau gue sayang, udah sepantasnya gue bersikap seperti ini. Mendukung dan merelakan dia pergi bersama kebahagiaannya, meskipun gue tau itu mustahil. Tapi... apa salah kalo gue mencoba?

"Ketika rindu sudah mengalahkan segalanya, hal-hal yang tidak mampu akan kita lakukan, akan terus kita coba sampai pada akhirnya rindu itu hanya menjadi angan semata."

Mendadak Yuda membisu setelah kata-kata itu keluar begitu aja dari mulut gue. Benar 'kan? Mau berusaha sekuat apapun, mau bertahan setangguh apapun, mau memendam sedalam apapun. Kalo yang dirindukan sudah bersama orang lain kita bisa apa? Mungkin hanya jadi angan doang yang engga bisa terwujud. Rada nyesek sih pas nulis ini, tapi yaa emang gitu kenyataannya. Gue sama Shella. Yang dulu kek surat sama perangko dan sekarang kek langit sama bumi.

Bisa gitu ya?

Namanya juga hidup, salah mengambil keputusan efeknya bisa fatal. Contohnya kek gue gini lah, udah penyakitan gagal juga dalam urusan hati. Mungkin ada efek positifnya, tapi gue gatau apa karena yang selama ini gue rasain selalu efek negatif. Mungkin dengan seiring berjalannya waktu gue bisa nemuin apa efek positifnya gue mengambil keputusan bodoh ini dulu.

"Kalo lo tanya gue rindu atau engga sama Shella, jawabannya adalah iya. Tapi gue tau diri, gue sadar posisi gue sekarang adalah masa lalu Shella yang engga punya hak apapun atas perempuan itu. Ngeliat dia sekilas aja, rindu gue terkikis dikit-dikit. Apalagi dipeluk sama dia lagi, bisa meleleh gue. Hahahaha."

"Yheee tolol! Meleleh sono tar gue bekuin, hahahaha."

Kita berdua akhirnya tertawa bersama ditambah dengan guyonan-guyonan receh yang kita ciptakan. Jujur saja, tawa ini untuk menghancurkan suasana sendu yang mulai menggerombol di hati.

Seperti yang pernah gue bilang dulu, Shella itu punya sihir yang hebat. Gue gatau mantra apa yang dia pake, tapi gue salut sama dia. Shel, lo keren. Itu aja.

Tentang ShellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang