Cerita ke-30

156 10 0
                                    

Gue terbangun dari tidur nyenyak jam 7 pagi di hari Sabtu setelah alarm sialan itu berteriak tepat di telinga gue yang akhirnya alarm itu pecah karena gue lempar ke dinding. Gue berusaha untuk merem lagi tapi ternyata engga bisa. Alhasil gue jalan ke kamar mandi buat cuci muka dan sikat gigi. Gue bingung kalo bangun sepagi ini apa yang harus gue lakuin. Engga usah bangun pagi, bangun jam 12 aja kadang-kadang gue harus mikir dulu apa yang mesti gue lakuin.

Rumah gelap banget pagi-pagi, engga kek biasanya yang pasti terang karena cahaya matahari. Gue memutuskan untuk nurunin tangga menuju pintu depan yang biasanya ada Papa lagi ngopi disana sambil baca koran. Tapi ruang tengah tadi pagi itu bener-bener gelap banget dan gue enggan banget buat ngebuka gorden yang nutupin jendela. Karena kemalesan gue akhirnya gue kepeleset dan jatuh di lantai. Gue meringis kesakitan karena gue jatoh cukup keras.

Abis itu pintu ruang tamu terbuka. Gue bangun dan ngelangkah ke ruangan itu dengan percaya. Jujur, gue sebenernya takut sama gelap dan sepi. Apalagi pintu ini terbuka seenak jidat. Tapi gue juga penasaran kenapa bisa kebuka. Apa cuma angin? Tapi angin sekuat apa yang bisa ngebuka kenop pintu? Pas gue mau buka pintu lebar-lebar, air dari atas menghujam tubuh gue sampe bener-bener kuyup dan lampu ruang tamu langsung menyala. Disana ada Mama, Papa, Kak Oliv, Kak Adrian, Yuda, dan Shella yang nyanyiin lagu 'Selamat Ulang Tahun' lengkap dengan Shella yang membawa kue dengan lilin bertuliskan 17 tahun di atasnya.

Gue mau marah tapi gimana yaa. Akhirnya gue senyum aja. Sumpah bingung mau berekspresi kek gimana karena gue engga pernah memperkirakan hal ini. Gue pun diminta untuk meniup lilin dan tepuk tangan mengisi kekosongan ruang tamu itu. Selepas itu kita berfoto bersama di ruang tengah. Kita foto sebanyak tiga kali dengan berbagai pose yang di arahkan Kak Oliv. Setelah itu gue memutuskan untuk mandi sebelum beraktivitas.

Selesai mandi dan udah wangi, gue langsung turun ke lantai bawah. Rangkaian acara ulang tahun gue ternyata cuma sebatas makan kue aja karena makan besarnya akan diselenggarakan nanti malam. Jadi sekarang gue bebas mau ngapain aja di rumah. Gue pengen ngajak Shella jalan-jalan sih untuk ngobatin rindu yang gue pendem lama ini. Gue langsung ajak Shella jalan-jalan naik motor. Perempuan ngangguk mengiyakan ajakan gue.

Tempat pertama yang jadi pilihan kita adalah kang siomay deket taman yang ada danau buatannya. Rasanya udah lama banget ga kesini dan makan siomay ini. Apalagi sama suasana yang terbilang cukup lama engga ngerasa. Engga ada yang berubah sama kita. Semua sama aja kayak dulu. Kedekatan kita. Kebahagiaan kita. Obrolan kita. Kehangatan kita. Semua sama aja, engga ada yang berubah. Cuman, status baru kita aja yang membungkus kita kek pakaian. Selebihnya sama aja.

"Udah lama ye bang kaga kesini?" kaya kang siomay-nya.

"Iye bang, baru balik dari Jepang," kata Shella.

Gue tersenyum manis.

"Behileh, jauh amat. Berduaan aje? Kaga ama orang tua?" sambung kak siomay itu lagi.

"Engga bang, gue doang yang kesana. Cewek gue engga," kata gue.

Obrolan itu terus berlanjut sampai akhirnya kita memutuskan untuk pergi ke tempat lain. Waktu itu hari sudah hampir siang. Kita memutuskan untuk hunting novel di toko buku kesukaan Shella. Nemenin dia nyari novel baru yang katanya lagi hits, sementara gue gatau apa-apa tentang dunia pernovelan. Jadi ini murni nemenin Shella belanja novel yang akhirnya cukup 5 novel yang dia bayar setelah menimbang-nimbang diantara 10 novel. Udah gitu dia minta pendapat gue yang gue gatau itu apaan.

Setelah memburu novel, Shella ngajak gue ke toko pusat olahraga. Sama aja sih, disini pun kebanyakan dia yang belanja sementara gue cuma nemenin. Dia meminta gue untuk nyoba sepatu yang dia pilih. Awalnya gue nolak karena harganya yang cukup mahal. Terus akhirnya gue ngalah setelah diancam gamparan keras sebanyak lima kali. Pas banget di kaki dan sepatu itu bagus banget. Tanpa persetujuan dari gue, Shella ngambil sepatu itu dan membayarnya. Astagaaa, ini perempuan kenapa ya baik banget hari ini.

Abis dari toko buku dan toko pusat olahraga, gue di bawa Shella ke salah satu outlet disana. Memborong beberapa kaos untuk gue dan dia. Bahkan, kita punya sepasang kaos yang samaan. Setelah itu kita masuk ke dalam photobox. Memasang pose seasik dan sedekat mungkin sebagai kenang-kenangan yang entah kenapa hasilnya bagus banget. Padahal gue ogah-ogahan ngelakuin itu karena pada dasarnya gue bukanlah orang yang gampang di ajak foto.

Engga sadar ternyata hari udah sore dan kita pun memutuskan untuk jalan ke satu tempat lagi. Tempat dimana gue ninggalin Shella sendiri waktu itu. Tempat dimana gue nonton bayangan gue sama Shella lagi dansa di bawah ujan. Iyaa, atap sekolah. Tadi pun masuk ke sekolah harus izin dulu sama penjaganya. Dan alhasil disinilah kita bertiga. Gue sama Shella duduk di pinggir atap sekolah dan penjaga sekolah yang setia nungguin gue sama Shella di ujung tangga. Dari sini keliatan rentetan gedung yang menyala terang berupaya untuk menghidupi suasana malam kota Jakarta. Jalan raya juga tergambar dengan jelas melalui kilauan lampu jalan yang tersusun rapi.

"Dev," kata Shella.

Gue menoleh ke asal suara dan menatap dalam mata perempuan itu. Lalu tersenyum hangat ke arahnya. Shella mendekat dan gue langsung memeluk dia. Kita bangkit dari tempat duduk dan berpelukan lama. Lalu, lagu Perfect-Ed Sheeran berputar melalui speaker yang ternyata di bawa penjaga sekolah. Kita berdansa bersama mengiringi irama itu. Rasanya nyaman banget. Malem itu, langit cerah dipenuhi taburan bintang dan lengkungan bulan sabit. Kita terus berdansa dengan sangat menghayati setiap bait lagu yang keluar. Shella menyandarkan kepalanya tepat di dada gue yang lagi berdetak kencang. Dansa itu berubah menjadi pelukan lagi sambil berputar pelan menikmati suasana malam ini.

Ketika lagu itu selesai, gue berlutut dan mengecup tangan Shella. Lalu memeluknya lagi. Entah kenapa gue pengen menikmati pelukan ini lebih lama. Seakan gue gamau kehilangan Shella. Seakan gue menahan perempuan itu untuk pergi.

"Rasanya nyaman banget ya, Dev. Pelukan sama orang yang kita sayang dan enggan untuk melepasnya pergi," kata Shella.

Tepat ketika Shella mengatakan hal itu, kepala gue kembali sakit seperti ditusuk-tusuk. Gue memejamkan mata untuk menahan rasa sakit itu dan memeluk lebih erat tubuh Shella. Gue juga ngerasa kalo hidung gue ngeluarin cairan. Kenapa lagi ini? Gue kenapa lagi? Gue belum pernah ngerasain rasa sakit yang begitu hebat kek gini. Sementara Shella terus saja berbicara tentang manisnya pelukan ini. Lalu, tubuh gue melemas sampai pelukan ini terlepas. Gue ngeliat diri gue terjatuh tersungkur disana. Gue juga ngeliat Shella berusaha untuk membangunkan gue. Gue denger teriakan dan tangisan Shella yang memecah disana.

Astaga, ada apa sama gue? Gue kenapa? Gue melihat ke sekeliling. Tidak ada yang berbeda. Begitu kagetnya gue ketika penjaga sekolah berlari menembus tubuh gue. Gue kaget setengah mati. Bagaimana bisa dia nabrak gue dan engga terjadi apa-apa. Lalu, gue ngeliat tubuh pucat gue di bopoh sama penjaga sekolah. Sementara Shella masih menangis disana. Gue berusaha sekuat tenaga untuk memeluk perempuan itu. Gue berusaha untuk memanggil nama perempuan itu. Tapi usaha gue sia-sia. Gue udah gabisa meluk dia lagi.

Lalu pemandangan ini berganti dengan kegelapan dan kesunyian. Gue dimana? Gue berlari kesana-kesini. Tapi engga nemu jawaban. Lalu sepersekian detik gue baru tersadar kalo gue udah meninggal. Gue udah meninggalkan dunia fana itu. Gue udah meninggalkan rumah. Gue udah meninggalkan keluarga gue.

Gue belum siap!! Gue belum siap untuk semua ini!! Tuhan tolong!! Gue belum pamitan sama mereka. Tolong!!! Lalu, sesosok bayangan putih menjemput gue disana. Memeluk gue dengan hangat dan gue merasa ada rasa nyaman disana. Rasa takut gue perlahan menghilang. Dia mengulurkan tangan dan membawa gue ke tempat yang sepantasnya gue tempati.

     Selamat tinggal, Shel. Inget yaa, raga gue emang udah mati tapi jiwa gue masih hidup. Nama lo akan selalu ada di hati gue, Shel. Engga akan ada yang berubah. Terimakasih untuk waktu singkat yang lo kasih ke gue sebelum gue bener-bener pergi. Terimakasih untuk kenangan terakhir yang begitu manis hingga gue sulit untuk ngelupain itu semua. Dan yang terakhir, terimakasih karena lo udah mau mengisi hati gue yang emang ngebutuhin elo walaupun cuma sesaat.

     Gue akan menunggu lo disini, di dimensi yang berbeda. Dimana kita bisa hidup selamanya tanpa khawatir akan ada yang memisahkan. Sampai ketemu nanti, Shel. Deva sayang Shella. Sekarang atau selamanya.

Tentang ShellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang