JASENFA; 3

30 6 5
                                    

Sudah hampir satu minggu perempuan bernama asli Jasmine Latiniu Wenita itu bersekolah di salah satu sekolah favorit di Kota Cirebon. Cukup banyak teman yang Jeje miliki saat ini. Ia tidak lagi sendiri, banyak orang yang menjadi temannya.

Kesedihan dalam dirinya perlahan memudar. Jeje sudah mulai menerima keputusan kedua orangtuanya. Mungkin memang benar, jalan ini memang yang terbaik untuk ayah dan ibu, pikirnya. Sebagai anak, Jeje tidak bisa memaksakan kehendaknya sendiri. Ayah dan ibu lebih mengetahui segala sesuatunya. Ia berjanji pada dirinya sendiri, untuk selalu tersenyum demi ibunya.

Jeje berajalan di belakang kakak lelakinya. Koridor sekolah pagi ini cukup ramai, sudah banyak murid yang datang. Jeje berjalan dua langkah lebih maju, mencoba untuk mensejajarkan langkahnya dengan langkah abangnya. Sebenarnya, Rayn tidak pernah mempermasalahkan jika ia jalan bersama adiknya, ataupun menggandeng tangan adiknya di tempat umum. Namun terkadang, Jeje yang tidak mau, karena ia merasa malu. Dan satu lagi, Jeje tidak ingin memiliki masalah dengan perempuan yang menyukai abangnya.

Sampai di depan kelas XI IPA 1, Jeje melambaikan tangannya kepada Rayn, sebelum masuk ke dalam kelas. Sementara itu, Rayn berjalan beberapa langkah lagi untuk sampai di kelasnya.

Begitu memasuki kelas, terlihat sudah cukup banyak teman-temannya yang datang. Namun, tak nampak kehadiran teman sebangkunya, yaitu Ghina. Ia berjalan ke arah tempat duduknya.

"Eh Tam, Ghina dimana?" tanya Jeje kepada Tama yang berada di belakang tempat duduknya. Tas Ghina sudah ada di bangku sebelahnya, itu artinya Ghina sudah datang. Namun, ntah dimana perempuan itu berada saat ini.

"Di hati aku," ucap Tama bercanda.

"Ih serius. Dia kemana?" tanya Jeje lagi. Sebenarnya, hal yang ia lakukan ini termasuk hal bodoh yang semestinya tidak dilakukan. Karena, bertanya kepada Tama itu tidak akan benar.

"Kayanya lagi ke Kak Zenfa di sebelah. Lagi ngerundingin masalah OSIS kali," jawab Tama.

Ya, Ghina memang memiliki jabatan tinggi di OSIS sekolah ini. Ia adalah wakil ketua OSIS. Maka, sering kali Ghina sibuk dengan kegiatan OSIS nya.

"Kak Zenfa? Siapa?" tanya Jeje.

"Pak Ketos," jawab Tama. "Kenapa sih Je? Udah coba kamu sama aku aja di sini."

Faisal—teman sebangku Tama, hanya menggelengkan kepala melihat sikap Tama yang seperti itu.

"Ogah! Udah lo sama Faisal aja, cocok kok." Jeje mengeluarkan handphone dari dalam saku rok seragamnya.

"Itu kita yang ogah Je," kata Faisal sambil bergidik geli.

Tidak lama, Ghina datang dari arah luar kelas. Ia langsung duduk di kursi samping Jeje. Begitu duduk, perempuan itu menopang kepalanya dengan kedua tangan di atas meja. Ia tampak sedikit bingung dan pusing.

"Lo kenapa Ghin?" tanya Jeje.

Ghina menurunkan kedua tangnnya. Ia membenarkan posisi duduknya jadi sedikit menyerong ke arah Jeje. "Nggak. Kita lagi bingung aja. Kemaren-kemaren kenapa Kak Zenfa nggak masuk ya?"

"Kak Zenfa? Oh gue tau, ketua OSIS bukan sih?" Jeje menopang kepalanya dengan satu tangan di atas meja.

"Iya. Masalahnya, deke tuh udah punya plan kedepannya bakal banyak event. Kalo deke nggak masuk terus, kan kita yang bakal repot nantinya," oceh Ghina.

"Tenang! Biar kita yang bantu ira Ghin!" ucap Tama secara tiba-tiba.

"Jangan mau Ghin. Kalo dipegang orang sebelah kita sih nantinya malah jadi ancur," kata Faisal menimbrung.

"Ih ira berdua nguping aja deh!" Ghina sedikit mengerucutkan bibirnya.

Tiba-tiba ada seseorang yang berlari ke arah meja Ghina dan Jeje. Lelaki itu menghampiri Ghina, dan berdiri di samping meja nya.

JASENFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang