Namun, Zenfa semakin mendekatkan diri pada Jeje. Ia menatap lekat-lekat mata adik kelasnya itu.
Jeje masih kesulitan bernapas. Bahunya turun naik tidak karuan. Debaran jantungnya masih sangat kencang. Bisa jadi, Zenfa mendengarnya. Apa yang sebenarnya akan Zenfa lakukan?
Zenfa menarik wajah Jeje pelan. Salah satu tangan Zenfa yang tadi ia gunakan untuk menopang tubuh, kini bergerak untuk meraih sesuatu yang ada di atas meja. Cukup sulit digapai dengan tangan Zenfa sehingga ia harus maju lagi dan itu artinya wajah Jeje dan Zenfa semakin dekat.
Jeje menutup matanya rapat-rapat. Ia tidak ingin melihat semua kejadian yang tidak ia inginkan.
Tiba-tiba Zenfa berjalan mundur perlahan, dan melepaskan dagu Jeje. Namun perempuan itu belum membuka matanya dan napasnya masih terengah-engah. Zenfa melihat ke arah Jeje dan tertawa. Hal itu membuat Jeje sedikit membuka matanya. Ia dapat melihat Zenfa tertawa. Akhirnya ia membuka kedua matanya.
"Udah nggak usah degdegan gitu dong!" Tawa Zenfa pecah seketika.
Jeje menatap Zenfa dengan tatapan tak percaya. Ia dapat melihat kakak kelasnya itu sedang tertawa puas dengan sebuah baju berada di tangannya.
"Aduh! Sakit banget perut kita!" Zenfa bedusaha untuk menghentikan tawanya.
"Kak Zenfa apa-apaan sih?!" tanya Jeje dengan nada sedikit tinggi.
Jeje melihat, baju yang ada di tangan Zenfa itu adalah kostum miliknya. Segera ia ambil dari tangan Zenfa dan berjalan keluar dengan muka yang merah padam. Jeje merasa malu, sangat malu.
"Nih," ucap seseorang yang berhasil membuyarkan bayangan Jeje. perempuan itu mendongak, melihat siapa yang duduk di sampingnya.
"Ini diminum, biar nggak nervous," laki - laki itu masih menyodorkan sebotol air mineral. Namun, Jeje tak kunjung mengambilnya, ia masih merasa sedikit kesal dengan kakak kelasnya itu.
Jeje langsung membuang muka. Menampakkan dengan jelas bahwa dirinya sedang marah dengan Zenfa. Hal itu membuat Zenfa merasa geli. Ternyata, apa yang dilakukannya beberapa waktu yang lalu berhasil membuat Jeje kesal. Sebenarnya Zenfa tak pernah menyangka bahwa Jeje akan semarah ini. Ia hanya bercanda, tak ada maksud yang serius.
Zenfa berpindah tempat ke sisi Jeje yang lainnya. Perempuan itu sedikit terkejut dengan tingkah Zenfa. Ia berpikir, jika Zenfa akan pergi meninggalkannya. Namun ternyata tidak. Tidak untuk saat ini.
"Marah ya?" tanya Zenfa sambil berusaha membuat Jeje menatap dirinya.
Adik kelasnya itu masih berusaha menyembunyikan wajahnya.
Laki - laki itu menaruh botol yang ia pegang di samping badannya. "Oke deh, kita minta maaf ya?" Zenfa meraih tangan Jeje.
Sontak Jeje langsung menatap Zenfa. Jantungnya mulai berdebar tak karuan. Apa yang sebenarnya Zenfa inginkan?
Tetapi tunggu dulu, ada satu hal yang membuat Jeje salah fokus. Bukan. Bukan tangannya yang kini masih dalam genggaman Zenfa. Namun, wajah Zenfa kini benar-benar menyatakan bahwa ia sedang tak baik-baik saja. Bibirnya pucat pasi, matanya lesu. Zenfa memang sedang sakit. Jeje khawatir kondisi kesehatan Zenfa menurun."Apa yang kakak rasain?" tanya Jeje.
Hah? Bakal misunderstanding ni kayanya, batin Zenfa.
"Rasain?" Zenfa tak tahu apa maksud dari pertanyaan Jeje.
"Kakak sakit? Harusnya Kak Zenfa di rumah sakit, bukan di sini," ucap Jeje dengan nada penuh kecemasan. "Kak, aku nggak mau kondisi kakak ngedrop lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
JASENFA
Teen Fiction[On Going] Seseorang pernah berkata pada Jasmine, "Jangan selalu terfokus pada seseorang yang kamu cinta. Lihat. Di sana ada orang yang selalu mencintai, menyayangi, dan melindungi kamu dengan tulus, lebih dari orang yang kamu cinta." Semenjak saat...