Pagi ini Zenfa harus menjalani tes darah. Sebenarnya banyak pertanyaan di kepala Zenfa sejak ia tahu bahwa dokter menginginkan dirinya untuk tes darah. Laki-laki itu bingung sendiri, apa yabg terjadi dengan tubuhnya? Memang, belakangan ini Zenfa merasa ada yang salah dengan tubuhnya. Tubuhnya begitu lemah, sering sekali ia merasa kelelahan yang berlebih. Demam disertai menggigil kerap kali menghampirinya tiap malam. Entah lah, Zenfa tidak mengerti.
Kini, Zenfa sudah berada di kamar inap nya kembali setelah melakukan tes darah. Zenfa masih tampak pucat, ia masih merasa lemas. Julia selalu setia berada disisinya. Sebenarnya, Zenfa merasa kasihan sekaligus sedih melihat Julia. Ada goresan dihatinya saat melihat Julia begitu telaten mengurus nya. Zenfa merasa begitu miris. Di sini, ibu angkatnya sangat sayang dannikhlas merwatanya. Namun, di mana ibu kandungnya? Kemana wanita yang telah melahirkannya, saat laki-laki itu membutuhkannya?
Julia menyendokan bubur beserta lauk yang sudah disiapkan pihak rumah sakit untuk Zenfa.
"Makan yang banyak ya, sayang." Julia menyuapi Zenfa.
Zenfa membuka mulutnya, dan melahap suapan Julia. Kali ini, hanya ada Julia yang menemaninya. Haryo sedang bekerja, sementara Seno pergi ke sekolah.
"Ma," panggil Zenfa saat ibu nya itu sedang menyiapkan bubur pada sendoknya.
"Kenapa?" Julia menoleh sekilas.
"Aku sakit apa sih, ma? Mama jangan sembunyiin apa pun. Zenfa mau tau, ma." Zenfa melihat Julia yang masih fokus dengan piring di genggamannya.
"Apa yang mau mama sembunyiin dari kamu? Kami semua belum tau apa sebenernya penyakit kamu." Julia menyuapi Zenfa lagi. "Kita berdoa aja, semoga penyakit ditubuh kamu itu bukan penyakit yang berat."
Zenfa meng-aamiin-ni dalam hati.
Setelah selesai makan dan minum obat, Julia kembali menyuruh Zenfa untuk beristirahat sembari menunggu hasil tes darahnya.Zenfa melihat Julia yang kini sedang menggenggam tangannya. "Ma," panggilnya.
Julia menoleh, memerhatikan putra angkatnya itu.
"Mama pernah nggak, ngerasa suasana hatinya nggak enak? Dan ternyata, pas mama ngerasain itu, Seno lagi nggak baik-baik aja? Semacam kontak batin gitu," tanya Zenfa. Raut wajah Zenfa terlihat sedih.
"Pernah. Sering malahan. Tapi bukan cuma sama Seno, sama kamu juga mama ngerasain kok," jawab Julia. "Ada apa sih, nak? Apa yang ngeganggu pikiran kamu?" Julia mengelus kepala Zenfa pelan.
Zenfia terdiam sejenak. "Ibu ngerasain hal itu nggak ya, ma?"
Julia tersenyum, berusaha untuk meyakinkan Zenfa. "Pasti. Ibu kamu itu sayang sama kamu. Kalau dia bisa, dia juga mau diposisi mama saat ini."
"Zenfa selalu bersyukur punya ibu angkat kaya mama, tapi tetep aja, hati Zenfa mau ibu ada di sini juga."
"Mama ngerti. Kamu harus sabar, banyak yang sayang sama kamu, Zen," ucap Julia. "Sekarang kamu berdoa, siapa tau ibu kamu bakal nemuin kamu."
Zenfa hanya mengangguk dan tersenyum tipis.
***
Siang ini, Seno telah berjanji kepada Jeje bahwa mereka berdua akan pergi menjenguk Zenfa. Begitu bel pulang berdering, Jeje langsung melangkahkan kaki nya menuju kelas Seno. Ia berdiri di depan pintu, menunggu seniornya itu keluar.
Tak lama, Seno berjalan keluar kelas dengan sedikit terburu-buru. Tanpa sengaja ia menabrak seorang perempuan yang berdiri tidak jauh dari pintu kelas.
"Eh?" Jeje berusaha menyeimbangkan tubuhnya agar tidak jatuh.
"Maaf," ucap Seno.
"Iya gapapa kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
JASENFA
Teen Fiction[On Going] Seseorang pernah berkata pada Jasmine, "Jangan selalu terfokus pada seseorang yang kamu cinta. Lihat. Di sana ada orang yang selalu mencintai, menyayangi, dan melindungi kamu dengan tulus, lebih dari orang yang kamu cinta." Semenjak saat...