Semilir angin berhembus cukup kencang siang ini, tidak seperti baisanya yang hanya ada panas matahari. Bersyukur kepada Tuhan, karena saat ini tidak terlalu panas, sehingga tidak membuat malas untuk berolahraga. Ya walaupun lapangan di SMA ini ditutupi oleh atap.
Kini seluruh murid kelas XI IPA 1 sedang berkumpul di lapangan. Jam pelajaran ke 5 dan 6 adalah pelajaran olahraga. Kali ini, guru olahraga mereka kebetulan sedang berhalangan hadir, alhasil mereka dititipkan kepada guru olahraga kelas XII.
Setelah memberi arahan kepada ketua kelas, guru tersebut kembali ke tempat anak murid nya berkumpul. Beliau hanya memberikan tanggung jawab kepada ketua kelas agar tidak ada yang ke kelas sebelum jam pelejaran olahraga selesai.
"Eh semuanya dengerin kita dulu sih," ucap Faqih selaku ketua kelas kepada teman-temannya.
"Apa jeh?" tanya Sabrina yang sedang duduk di sebelah Jeje dan Ghina.
"Nih ya, Pak Yus kan lagi nggak bisa hadir, nah tadi kata Pak Roni kita disuruh main-main aja. Maksudnya, yang cowo main bola kek atau apa aja terserah, yang cewe juga. Asalkan jangan ada yang ke kelas sampe jam ke 6 abis. Kalo sampe ada yang ke kelas awas bae! Kita yang dimarahin nanti nya tuh." Faqih menjelaskan.
(Bae=aja)"Ya itu mah derita ira," ucap Tama yang sedang bersandar disalah satu pilar di pinggir lapangan.
"Emang basam Tama tuh," kata Ghina kepada Tama. (Basam=batur sampah, Batur=teman)
"Eh udah coba! Sekarang sok pada bikin kelompok apa gimana terserah," ucap Faqih.
Mereka pun mulai memencar dan menentukan permainan yang akan mereka mainkan. Ada yang akan bermain sepak bola, bola voli, dan ada juga yang bermain bola basket seperti yang dilakukan Jeje, Ghina, Sabrina, dan beberapa lain nya.
Saat sedang menunggu giliran mendribble bola, tidak sengaja Jeje melihat abangnya dan Seno sedang melihat ke arah dirinya. Mereka sedang berdiri di depan kelas nya, dengan kedua siku menempel pada tembok pembatas sebagai tumpuan. Entahlah ini hanya perasaan Jeje atau kenyataan. Jeje berusaha untuk tidak melihat ke arah mereka, namun sulit baginya untuk menahan keinginan itu. Matanya lagi-lagi melirik ke arah abang dan kakak kelasnya itu berada, terlihat Seno sedang memandangnya dan tersenyum. Perempuan itu hanya diam, ia tidak membalas senyuman Seno. Takut penglihatannya yang salah, sehingga ia tidak mau menanggung malu.
"Je!" Tiba-tiba ada seseorang yang menyenggol lengan Jeje.
"Eh iya?" tanya Jeje setengah terkejut.
"Ngelamun aja neng. Eh kita mau nanya dong Je," ucap Sabrina.
"Nanya apa?" tanya Jeje.
"Duduk aja yuk!" Sabrina menarik tangan Jeje untuk duduk di tepi lapangan.
"Ada apa sih, Na?" tanya Jeje lagi saat mereka sudah duduk.
"Cuma mau nanya kok," ucap Sabrina.
"Ya nanya apa?"
Sabrina memutar bola matanya, tak sengaja ia menangkap seseorang yang sedang memandang ke arahnya dari deretan kelas atas. "Eh anjir Kak Seno liatin kita Je! Eh ya ampun!"
"Lah? Kenapa i—ira?" tanya Jeje heran.
"Deke manis banget nggak boong," ucap Sabrina sambil menatap Jeje dan memegang kuat tangannya.
"Hadeuh, susah kalo udah liat doi," kata Ghina yang tiba-tiba duduk di sebelah Sabrina.
"Eh sumpah Ghin! Kak Seno manis banget ya ampun!" ucap Ghina.
"Eh tapi kayanya, gue nggak selebay ini deh kalo liat doi," kata Jeje.
"Bentar lagi juga ira bakal lebay gitu kalo liat kita Je," ucap Tama yang tiba-tiba datang dan langsung duduk di sebelah Jeje.

KAMU SEDANG MEMBACA
JASENFA
Teen Fiction[On Going] Seseorang pernah berkata pada Jasmine, "Jangan selalu terfokus pada seseorang yang kamu cinta. Lihat. Di sana ada orang yang selalu mencintai, menyayangi, dan melindungi kamu dengan tulus, lebih dari orang yang kamu cinta." Semenjak saat...