Seno menyemprotkan parfum pada tubuhnya. Ia mengancingkan kemeja putih seragamnya. Merapihkan sedikit jambul rambutnya, kemudian berjalan menuju meja belajar untuk mengambil tas ransel berwarna abu-abu.
Laki-laki itu berjalan keluar kamar menuju kamar saudaranya. Ya, kali ini dokter mengizinkan Zenfa untuk rawat inap di rumah. Itupun karena Zenfa yang memohon. Namun tetap, selang infus dan segala peralatan medis lainnya harus ada di kamar Zenfa. Mulai hari ini, kamar Zenfa di sulap menjadi kamar inap yang dibuat senyaman mungkin. Dan ada suster yang bertugas membantu Julia untuk merawat Zenfa.
Tanpa aba-aba dari sang penghuni kamar, Seno langsung masuk ke dalamnya.
Menyadari ada penyusup yang masuk tanpa izin, Zenfa sedikit terkejut. Ia langsung menutup buku yang sedang ia tulis. Tingkahnya menjadi aneh, seperti orang yang tertangkap basah.
Seno menyerinyit heran melihat tingkah Zenfa yang seperti itu. Ia melangkah mendekati Zenfa.
"Napa dah?" tanya Seno.
Zenfa menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
Hal itu membuat Seno semakin bingung. Apa yang sebenarnya Zenfa sembunyikan?
"Ira lagi apa sih?" tanya Seno lagi.
"Nu–nugas," jawab Zenfa dengan gugup.
Seno semakin heran. Tetapi ia tak begitu memperdulikannya."Ira masuk sekolah kapan?
"Apa ira bakal nanya kaya gitu terus tiap pagi?" tanya balik Zenfa. "Jemput Jasmine sana!"
Seno berdecak. "Dari pada kagak dianggep, mending nggak usah."
"Sejarah baru. Semudah itu seorang Seno nyerah ngejer cewe," ucap Zenfa berusaha membuat Seno tidak memikirkan hal tadi.
"Males juga lama-lama kalau ngejer orang kaya gitu," ungkap Seno pasrah.
Zenfa terkekeh kecil. "Tapi kita mencium bau - bau ira masih sayang sama deke."
"Ah bisa aja ira, Roy Kiyoshi!" Seno langsung berbalik bada meninggalkan kamar Zenfa.
Melihat Seno telah keluar dari kamar nya, laki-laki itu menghela napas panjang.
Sejujurnya, Zenfa rindu sekolah. Rindu suasana kelas yang ribut nya minta ampun bila tak ada guru. Rindu teman-teman yang sellau menurut perintahnya, walau ia bukan ketua kelas. Rindu guru-guru yang selalu memberi tugas tanpa henti, membuat semua murid ingin meng-umpat. Namun ingat, mereka tetaplah guru. Orang tua kita di sekolah. Sama hal nya dengan orang tua kandung, mereka harus kita hormati.
Zenfa ingin kembali bersekolah. Menikmati masa-masa terakhir dengan seragam abu-abu. Bercengkrama dengan teman-teman yang sudah seperti keluarga sendiri. Berjuang untuk menembus universitas yang diharapkan. Menjadi individu masa depan ynag berguna untuk semua pihak. Zenfa juga ingin mewujudkan impiannya sejak kecil. Namun apa daya, usaha yang Zenfa lakukan harus lebih ekstra dari teman sebayanya. Zenfa harus kuat.
***
Suasana kelas yang panas akibat tugas yang melanda. Hawa panas kali ini bukan karena AC yang mati, tetapi karena tugas yang menghampiri. Hal ini membuat Seno melepas seragam kemeja putih yang melekat pada tubuhnya, sehingga memperlihatkan kaus hitam yang ia kenakan. Ia tidak perduli, toh tidak ada guru saat ini.
Tugas-tugas ini datang karena guru pengajar berhalangan hadir. Alhasil laki - laki bernama asli Senomanta Gibran Andhawa itu harus bersusah payah mengerjakan tugas nya. Apa lagi, tidak ada Zenfa yang biasanya selalu membantu Seno jika kesulitan.
Laki-laki itu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Otaknya berpikir, bagaimana cara meluluhkan hati Jeje. Eh bukan! Bukan itu. Berpikir bagaimana caranya memecahkan soal Matematika yang ada di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JASENFA
Teen Fiction[On Going] Seseorang pernah berkata pada Jasmine, "Jangan selalu terfokus pada seseorang yang kamu cinta. Lihat. Di sana ada orang yang selalu mencintai, menyayangi, dan melindungi kamu dengan tulus, lebih dari orang yang kamu cinta." Semenjak saat...