CC 22 - PENDEKATAN

168 17 4
                                    

"Rafa...." ucap Isyana dengan suara bergetar. Rafael yang dipanggil oleh Isyana tersenyum kecil. Pemuda tersebut meletakkan loyang di atas salah satu etalase lalu berjalan menuju ke arah Isyana.

.

.

.

"Sudah merasa lebih baik?" tanya Rafael sambil menatap wajah wanita yang masih menetap di hatinya.

Isyana menganggukkan kepala, "Terima kasih" ucapnya. Kini mereka berada di ruangan Rafael. Mereka duduk saling berhadapan dipisahkan oleh meja kotak.

Mata sipit Rafael kini beralih ke gadis kecil yang berada di pangkuan Isyana.  Senyuman kecil yang semula terlukis di wajah Rafael perlahan menghilang berganti dengan kerutan di dahi. "Kenapa dengan dia?" ucap Rafael heran dengan ekspresi wajah Raina. Isyana menundukkan kepala melihat ke arah Raina. "Tangisanmu membuat anakmu sendiri takut, Isyan" kekeh Rafael kecil. Rafael tidak akan bisa membenci anak kecil yang berada di pangkuan Isyana karena anak kecil tidak akan tahu apapun kejadian masa lalu orang tuanya.

Isyana perlahan memeluk Raina untuk menenangkannya. "Tidak perlu takut, Rain. Pria yang berada di depanmu adalah pria baik" ucap Isyana sambil menunjuk ke arah Rafael. Raina sedikit takut melihat ke arah Rafael. "Pria itu calon Daddymu kelak jika dia belum punya kekasih" ucap Isyana sangat lirih bahkan Raina tidak dapat mendengarnya. Isyana kembali memberi sugesti ke anaknya seperti saat kehamilannya dulu.

"Namamu siapa, Cantik?" tanya Rafael sambil tersenyum ke arah Raina. Raina semakin mendekatkan diri ke arah Isyana.

"Raina, Om..." jawab Isyana dengan nada anak kecil. Raina sesekali melirik ke arah Rafael.

"Raina..." ucap Rafael sedikit mengernyitkan kening lalu tersenyum. "Nama yang cantik seperti wajahnya"

"Terima kasih, Om" ucap Isyana sekali lagi. Rafael tersenyum mendengar jawaban Isyana.

"Raina ternyata pemalu tidak seperti Mamanya" kekeh Rafael. Dia menduga seperti itu karena sejak tadi Raina tidak terdengar suaranya. Isyana tersenyum kecil dengan wajah sendu. Hal tersebut tidak luput dari pengamatan Rafael. "Ada apa, Isyan?" tanya Rafael. "Sepertinya ada sesuatu hal yang mengganjal dalam dirimu" lanjut Rafael.

Isyana tersenyum kecil sambil menatap Rafael. Wanita ini berpikir jika pertemuan dengan Rafael sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Dia membutuhkan seseorang untuk melampiaskan segala cerita yang selama ini ditahannya seorang diri. Tuhan membawakan Rafael kembali hadir dalam hidupnya. Isyana berharap jika Rafael masih sendiri meskipun harapan itu tipis.

"Isyan..." panggil Rafael membuyarkan lamunan Isyana. Isyana mengangkat dagu memandang wajah Rafael. "Kalau kamu tidak ingin bercerita maka aku tidak akan memaksa, Isyan" ucap Rafael yang sadar akan posisinya. Ada hati lain yang patut dijaga oleh Isyana.

"Raina takut berinteraksi dengan orang lain..." ucap Isyana mulai berbicara sambil mengusap kepala Raina. Raina masih dalam pelukan Isyana dan tidak memandang Rafael. "Dia memiliki trauma karena perlakuan seorang pria breng-"

"Sstt!" putus Rafael saat mengetahui Isyana akan berkata kasar. "Jaga ucapanmu, Isyan. Anak kecil akan mudah meniru lingkungannya" lanjut Rafael. Isyana menganggukkan kepala tanda setuju.

"Pria tersebut memukul Raina di saat Raina sendirian di rumah" lanjut Isyana. "Aku juga salah karena membiarkan Raina seorang diri" sesal Isyana dengan suara sendu. Terasa pelukan dipererat oleh Raina. Tangan Isyana bergerak mengelus perlahan punggung kecil tersebut. "Hal itu tidak terjadi hanya sekali. Saat aku lengah sedikit saja maka suara tangisan Raina terdengar. Bahkan kulitnya memar karena cubitan" Isyana dengan luka yang kembali menganga bercerita kejadian beberapa tahun lalu. "Anak ini tidak salah. Dia diampun menjadi korban kekerasan seorang pria itu. Apa kamu tahu pria yang aku maksud itu, Rafa?" ucap Isyana memandang wajah Rafael. Rafael menggelengkan kepala.

CUPCAKE [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang