My Story Begins Here

9.5K 693 6
                                    

Tiga tahun lebih telah gue lalui sebagai mahasiswi jurusan psikologi di salah satu universitas ternama di negara tempat gue berdomisili.

Kini gue telah lulus dengan sangat membanggakan. Gue adalah salah satu lulusan terbaik tahun ini. Kerja keras memang tak pernah mengkhianati.

Sehun, sepupu gue satu-satunya, menyarankan agar gue melanjutkan studi gue ke jenjang S2. Tapi gue lebih milih untuk mencari kerja terlebih dahulu.

Om dan tante gue, orang tuanya Sehun, juga menyarankan agar gue melanjutkan ke jenjang S2 karena gue yang notabene ingin meraih titel psikolog harus lulus S2 jika ingin mendapatkan titel itu di belakang nama gue.

Bahkan kakek gue pun menyarankan hal yang sama.

Secara keuangan, gue bisa dibilang termasuk orang yang berada. Karena walaupun orang tua gue udah nggak ada, mereka meninggalkan warisan yang cukup untuk hidup gue ke depannya.

Gue bisa berdiam diri dan duduk cantik menunggu berkah lain yang bisa aja turun dari langit seketika. Tapi harus sampai kapan gue nunggu. Gue lebih memilih untuk bekerja. Rezeki harus dijemput, man. Bukan ditongkrongin.

Gue bukanlah gadis manja yang hanya bisa bergantung pada orang lain. Terlebih gue nggak mau ngerepotin keluarga Sehun.

Kakek? Ya kali kakek yang udah dimasa senjanya, masa dimana beliau seharusnya bisa beristirahat masih harus ngurusin gue.

Walaupun mereka masih keluarga gue, bukan berarti gue harus bergantung sepenuhnya pada mereka, kan?

Dan hari ini Sehun berkunjung ke rumah gue. Dia sering berkunjung ke rumah dengan alasan bermacam-macam. Mulai dari bosan sampai nggak mau dijodohin kakek dengan anak rekan kerjanya.

Yah, gue akuin memang impian setiap orang itu menikah, punya anak, punya cucu, bahkan kalau bisa punya cicit. Dan bisa dibilang kakek gue adalah salah satunya.

Oh iya, sekedar info, gue tinggal sendiri di rumah orang tua gue sejak gue kuliah. Nggak tau kenapa, tapi tinggal sendiri lebih enak.

Lo nggak harus selalu jaga image lo di depan rekan kerja kakek yang hampir setiap hari kakek ajak untuk makan malam di rumah.

Dan kalau lagi sial, bisa aja gue juga dijodoh-jodohin sama kakek dengan anak rekan kerjanya kayak yang terjadi sama Sehun.

Di rumah ini, rumah orang tua gue, rumah gue sendiri, gue bebas untuk melakukan apa saja.

Kembali lagi ke Sehun.

"Na, kenapa lo nggak lanjut S2 aja sih? Kan lo mau jadi psikolog." Untuk kesekian kalinya sepupu tercinta gue ini menanyakan hal yang sama.

"Gue kan udah pernah bilang ke lo kalo gue mau kerja dulu." Gue yang sibuk berkutat dengan berkas lamaran kerja gue menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari berkas di depan gue.

"Ngapain cari kerja? Lo nggak akan jatuh miskin cuma karena nggak kerja." Sehun pun bertanya dengan mulut yang sibuk menyeruput bubble tea kesukaannya.

"Lagian kakek juga udah siapin semuanya buat lo." Tambahnya.

"Hun, lo tuh lebih tua dari gue. Kok malah lo yang manja sih? Pantesan kakek selalu jodoh-jodohin lo sama anak rekan kerjanya."

Tanpa gue noleh pun gue bisa tau kalau Sehun sedang cemberut.

"Terus, jadinya lo mau kerja dimana?" Tanya dia.

"Dimana aja. Tempat dimana gue bisa dapat kerjaan yang sesuai."

"Yaudah kalau itu keputusan lo. Gue cuma bisa dukung lo. Semangat, Sienna." Dia senyum ke gue. Senyum yang jarang ia tunjukkan di depan umum dan gue bisa melihat itu kapanpun gue mau.

Catatan untuk kalian. Sehun itu mukanya dingin parah kalau lagi diam. Terutama kalau di depan umum atau di sekitar orang yang belum dia kenal. Tapi kalau lo tau aslinya, hhh... Gue nggak bisa jelasin lagi bagaimana manja dan repotnya dia.

Kadang gue bingung. Yang anak perempuan di keluarga ini siapa sih? Gue atau Sehun? Sudahlah.

"Tidur sana. Besok mau interview kan?" Sehun mematikan TV yang sejak tadi menonton obrolan kami berdua.

"Lo mau nginep di sini?" Tanya gue yang nggak melihat tanda-tanda bahwa dia akan pulang.

"Iya kayaknya. Kakek pasti nahan mereka di rumah sampai gue pulang. Lalu kakek akan mulai melancarkan rencananya untuk menjodohkan gue dengan salah satu anak rekan kerjanya. Mendingan gue di sini kan?"

Gue mengangguk setuju.

"Tapi kenapa lo nggak mau? Gue pernah beberapa kali ikut makan malam di rumah kakek, dan gue lihat mereka rata-rata cantik dan pintar." Oke, pemikiran itu tiba-tiba muncul di otak gue.

Sehun menghela napas sebelum menjawab. Sedetik kemudian ia mulai membuka bibirnya.

"Na, gue kan pernah bilang sama lo. Mereka cantik, gue setuju. Mereka pintar, sangat setuju gue. Lo inget waktu pak Kim makan malam di rumah kakek beberapa bulan lalu?" Gue mengangguk atas pertanyaannya.

"Pak Kim selalu membangga-banggakan putrinya. Yang meraih juara ini lah, juara itu lah, yang menang di turnamen lah. Tapi nyatanya apa? Dia cuma anak mama yang cuma tau ngusel-ngusel mamanya aja. Itu bukan tipe gue." Nada bicaranya ditekankan seolah ia yang paling benar.

"Emangnya lo nggak suka ngusel-ngusel mama lo?" Gue membalikkan pernyataan dengan pertanyaan.

"Asal lo tau, gue ini pria dewasa. Kebiasaan ngusel-ngusel mama udah gue tinggal jauh di belakang sana. Tuh, udah nggak kelihatan."

"Iya deh. Terus lo nyari yang kayak apa?"

Sehun terdiam. Dia berpikir sejenak.

"Yang dewasa." Jawab dia tanpa ragu.

"Oh." Gue hanya ber'oh' ria.

"Tidur sana. Di suruh tidur juga. Gue nginep di rumah lo hari ini." Sehun membersihkan sisa camilan dan minumannya.

"Di kamar biasa kan?" Tanyanya dan gue mengangguk.

Di rumah gue itu ada empat kamar. Satu kamar mama-papa, satu kamar gue, dan dua kamar tamu. Tapi satu kamar dipakai untuk naruh barang-barang dan satu kamar lagi sudah ditandai Sehun sebagai kamarnya.

"Gue duluan ya." Pamit gue ke Sehun.

"Ganti baju lo dengan pajama tidur. Gue nggak mau ada acara badan lo sakit dan nggak jadi interview karena tidur pakai celana jeans." Ingat Sehun. Dia memang sepupu idaman gue.

"Iya."

"Good night, Sienna." Ucapnya lembut.

"Night, Hun."

Gue selalu suka saat Sehun mengucapkan kalimat itu. Sehun merupakan suatu keberuntungan sekaligus kesialan bagi wanita yang akan dinikahinya nanti.

Di satu sisi ia bisa menjadi sangat lembut dan perhatian, di satu sisi lagi dia bisa manja yang manjanya melebihi ibu-ibu lagi ngidam atau bahkan cuekin lo seharian.

Yah, begitulah sepupu gue.

Tapi gue tetap sayang dia. Dia yang melebarkan lengannya dan mau menerima gue dalam pelukannya ketika gue kehilangan orang yang paling gue cinta dan sayangi yaitu mama dan papa gue.

Bagi gue, Sehun adalah orang tua, kakak, sekaligus adik yang sangat berharga.

Sehun adalah orang terpenting di hidup gue saat ini dan entah sampai kapan.

.-.-.

You have two choice guys.

1. Vote and comment this story if you like it.
2. Comment dan beri kritik dan saran yang membangun jika kalian merasa ada kekurangan dalam cerita ini.

Thanks and happy reading guys!!!

❤A

Damn Boss | Lai Guanlin (Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang