Reconciliation

3.8K 332 0
                                    

Guanlin sialan! Bisa-bisanya dia ngasih gue barang yang gue benci seumur hidup gue. Lo tau apa? Dia ngasih gue lingerie, man.

Oke, awalnya gue nggak ada dendam apa-apa dengan benda satu itu. Tapi sejak gue diteror oleh orang mesum yang selalu kasih gue 'hadiah' setiap hari yang isinya barang laknat itu, gue jadi trauma. Beruntung Sehun yang 'menyelesaikan' orang itu untuk gue. Gue bisa hidup tenang.

Tapi barang laknat itu kembali datang ke depan mata gue, dan itu karena Guanlin. Gue nggak mau tau. Guanlin akan mati hari ini dan dia akan mati di tangan gue.

"Na?"

"Apa?!" Gue menjawab panggilannya dengan nada yang bukan sedikit, melainkan sangat tinggi. Gue masih emosi.

"Sorry, I didn't mean it. I just want you to talk back at me. Sorry."

"Gara-gara kamu aku jadi ingat masa lalu yang buruk itu lagi. Aku nggak mau tau, pokoknya aku kesal sama kamu."

"Masa lalu? Masa lalu apa?"

"Kamu nggak perlu tau dan aku nggak mau jawab."

"Oke. Na, aku mau kasih-"

"Nggak! Aku nggak mau hadiah kamu. Dan aku masih marah sama kamu."

"Setidaknya kali ini kamu marah dengan bicara, kalau kamu marah dengan cara diam-diaman kayak tadi kamu jadi seram."

"Aku masih marah sama kamu, Guan." Tegas gue.

"Aku tau, kok. Aku cuma," Kata-katanya tertahan, entahlah. Mungkin terasa berat untuk dikeluarkan.

"Maaf." Akhirnya kata itu terlontar dari bibirnya. "Aku uma nggak mau kamu diam seperti ini terus."

"Hhh, udahlah. Lagian juga percuma kalau aku marah sama kamu. Kamu juga nggak sepenuhnya salah." Itu memang bukan sepenuhnya salah Guanlin. Guenya aja yang lebay masih terbayang masa-masa kelam itu.

"Jadi, kamu sudah nggak marah, kan?"

"Iya."

"Muka kamu masih jutek. Kamu masih marah."

"Nggak, aku udah nggak marah." Gue tersenyum tipis, berusaha meyakinkannya.

.-.

Ternyata tadi Guanlin cuma mau kasih tau gue kalau gue bisa aja nggak perlu kerja dan hanya fokus ngurus rumah. Tapi gue nggak mau. Dia pikir gue ibu rumah tangga apa? Lagipula kami menikah karena gue yang terseret ke dalam permainan dia. Kenapa gue harus berpura-pura jadi istri yang baik juga di depan dia.

Gue punya hak atas karir gue. Dan nggak ada satu pun orang yang bisa merebut hak gue. Bahkan 'suami' gue sendiri.

"Nanti kamu makan bareng aku." Guanlin tiba-tiba keluar dari kantornya dan berdiri di depan pintu.

"Huh?"

"Kamu makan siang bareng aku, Ina. Kamu lupa aku sudah berjanji pada Sehun?"

Ahh, Sehun. Gue belum dengar kabar darinya lagi setelah hari pernikahan gue. Kira-kita bagaimana keadaan Sehun sekarang.

"Tapi, bagaimana dengan orang kantor?" Kekhawatiran gue mendorong gue untuk bertanya pada Guanlin.

"Tenang aja. Mereka memandang kamu sebagai sekretarisku di kantor. Atau jika kamu nggak mau, kita bisa makan di sini. Itu akan memberikanku lebih banyak kesempatan untuk-"

"Kantin!" Bodoh! Kenapa lo pakai teriak, Sienna? "Kita makan di kantin."

.-.

Walaupun gue yang meminta untuk makan siang di kantin, tapi gue malah semakin nggak nyaman dengan tatapan orang-orang. Mereka menatap gue dengan pandangan aneh.

"Kenapa nggak dimakan? Nggak lapar? Kalau begitu aku juga nggak makan." Guanlin meletakkan sendoknya.

"Makan, Guan. Kalau kamu sakit mama kamu akan rewel ke aku."

"Aku akan makan kalau kamu suapin aku."

"Kamu mau mati hari ini?" Gue udah mengepalkan tinju gue.

"Setidaknya kalau nggak mau suapin kamu juga harus makan. Atau mau aku suapin." Guanlin meraih sendok yang ada di baki makanan gue. "Nih, aaa~"

"Kamu apa-apaan sih? Semua orang memperhatikan kit-" gue nggak memperhatikan kapan Guanlin menggerakkan tangannya dan mencubit hidung gue sampai gue membuka mulut dan Guanlin menyendokkan makanannya ke mulut gue.

"Guan!" Gue menggertak Guanlin, masih dalam nada rendah tentunya. Tapi yang digertak hanya tersenyum puas.

Senyumannya sangat menyebalkan!

"Kamu tau?" Pertanyaan Guanlin mengalihkan fokus gue yang sedang membersihkan makanan yang tercecer di sekitar bibir akibat ulah Guanlin.

"Walaupun aku menyeret kamu ke dalam permainanku yang bahkan dari awal aku tau bahwa kamu nggak setuju, aku mengatakan yang sebenarnya ketika aku berjanji pada Sehun."

"Huh?"

"Yah, maksudku. Walaupun kita menikah tanpa rasa cinta satu sama lain, setidaknya aku harus bertanggung jawab karena menyeret kamu. Aku, Lai Guanlin, akan membuat istriku, Sienna Francessca bahagia dan tidak akan pernah meneteskan air matanya. Itu adalah janji yang dibuat antara laki-laki. Dan aku harus menepati itu."

"Jangan terlalu bersungguh-sungguh. Pernikahan kita hanya bualan. Hubungan kita yang sebenarnya cuma antara bos dan karyawan. Jangan pernah lupa itu."

Guanlin diam setelah ucapan gue selesai. Dan gue nggak terlalu mempedulikan itu.

"Tapi aku senang karena walaupun ini hanya pernikahan palsu, yang menjadi pengantinku adalah kamu."

Cih! Dia memang pandai berkata-kata. Tapi maaf, gue nggak akan pernah luluh hanya dengan kata-kata bualan semacam itu.

"Jadi kamu mau bicara apapun, aku tetap akan menepati janjiku pada Sehun." Dia tersenyum.

Gue tertegun sesaat mendengar kata-kata Guanlin. Entah kalian percaya atau nggak, tapi gue cukup mampu mengetahui apakah seseorang sedang berbohong atau nggak. Tapi saat ini, gue bingung. Pikiran gue mengatakan bahwa Guanlin cuma membual, tapi hati gue berkata bahwa dia bersungguh-sungguh.

"Okay, I'll wait till you prove your word, Mr. Lai." Gue hanya tersenyum, berusaha menutupi perasaan gue dan membiarkannya menjalankan rencananya.

"Just wait and see, Mrs. Lai."

.-.-.

Heyho!

Don't forget to vote and comment!

Thanks and happy reading!

❤A

Damn Boss | Lai Guanlin (Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang