The (Forced) Wedding

3.6K 362 6
                                    

Gue bisa melihat seorang gadis yang duduk di depan cermin besar di depan sana.

"Hhh..." Ia menghela napas berat.l

Terlihat kesedihan dari raut wajahnya.

Ia sedih karena dihari pernikahannya yang ia harapkan hanya akan terjadi sekali seumur hidupnya, mama dan papanya tidak bisa hadir.

Hal lain, karena ia harus menikahi orang yang tidak ia cintai. Bahkan pernikahan ini terjadi berlatarkan suatu kebohongan dan paksaan.

Dan yang paling menyedihkan, gadis itu adalah GUE.

Ya, gadis dengan gaun putih yang gue lihat di cermin adalah gue.

Ini hari pernikahan gue. Pernikahan yang nggak pernah gue inginkan.

Di sebuah pintu gue bisa melihat seorang lelaki berdiri di sana.

"Sehun?"

Gue berbalik dan menghambur ke pelukan Sehun. Entah, tapi gue rasa gue sudah membasahi tuxedo hitam yang ia kenakan dengan air mata gue.

"Sienna, gue di sini."

Bisa gue rasakan Sehun membelai lembut rambut gue.

"Hun, gue nggak mau pernikahan gue harus terjadi dengan cara begini. Gue nggak mau menikahi orang yang nggak gue cintai. Gue nggak mau, Hun. Gue nggak mau."

"Maaf, Sienna. Ini semua karena gue. Semuanya salah gue. Seandainya gue menerima perjodohan kakek, lo nggak akan jadi korban atas kesalahan gue," dia masih memeluk gue erat.

"Maaf, Sienna. Gue mohon, maafin gue."

Sekarang tangisan Sehun lebih hebat dari gue. Gue bisa merasakan rasa bersalah Sehun atas gue.

"Hun, jangan salahin diri lo. Sekarang hapus air mata lo. Gue nggak mau sepupu yang paling gue sayang terlihat jelek dihari pernikahan gue. Setidaknya gue mau lihat orang yang gue sayang terlihat keren di depan semua orang."

"Maaf, Sienna."

"Cup cup cup. Sudah-sudah." Gue mengelus bahu Sehun.

Pada akhirnya lo adalah orang yang selalu menjaga gue dimana seharusnya gue yang jaga lo. Dan lo adalah rumah yang selalu gue tuju untuk pulang.

Lo adalah orang yang selalu memeluk gue disaat gue yang seharusnya memeluk dan menenangkan lo. Gue merasa gagal sebagai kakak laki-laki lo dimana gue yang sudah berjanji akan melindungi lo dari semua yang berniat menyakiti lo.

Tapi terlepas dari semua itu, gue akan selalu menjadi sandaran saat lo butuh sandaran. Karena gue sayang lo, Sienna Francessca. - Sehun

.-.

Kini tiba saatnya dimana gue harus berjalan bersama kakek menuju altar.

Gue meremas pergelangan tangan kakek selama gue berjalan.

Di ujung jalan ini, gue dapati Guanlin dengan tuxedo putih dan juga pita berwarna senada. Tak lupa sebuah bunga yang terdapat di saku tuxedonya. Ia berdiri menanti kehadiran gue.

Jujur gue gugup. Bukan karena gue akan menikah. Tapi lebih kepada heels sepatu gue yang tingginya bahkan baru pertama kali gue pakai. Takut tiba-tiba jatuh gue.

Saat kami sampai, Guanlin mengulurkan tangannya, meminta tangan gue dari kakek.

Untuk sesaat gue menatap kakek dengan tatapan 'apa kakek yakin mau mengorbankan cucu kakek pada lelaki mesum sejenis Lai Guanlin?'

Tapi kesialan memang memihak gue. Grandpa doesn't get what I want to say.

He just nodded softly and give my hand to Guanlin's.

Hhh... Gue sudah lelah memperjuangkan hak atas kebebasan memilih gue.

Gue mulai menyalahkan orang yang mencetuskan tentang hak-hak dasar yang dimiliki manusia dimana salah satunya adalah berhak untuk memilih dan berbicara.

Dulu saat sekolah gue mempelajari tentang teori-teori mereka.

Tapi sekarang gue sadar kalau semua itu bullshit. Karena pada kenyataannya gue nggak punya hak itu sedangkan gue ada di pada keadaan dimana gue adalah manusia. Itu berarti gue bukan manusia dong.

Setelah semua janji-janji pernikahan yang HARUS gue jawab dengan 'SAYA BERSEDIA', tiba saat dimana Guanlin harus mencium gue.

Gue bukan perempuan murahan yang mau aja dicium oleh lelaki seperti Guanlin.

Gue rasa Guanlin mengerti isi pikiran gue.

"Miringkan kepala kamu." Bisiknya.

"Huh?"

"Miringkan saja."

Pada akhirnya pun gue lebih memilih menuruti dia.

Wait, wait, wait. Kenapa dia semakin memajukan kepalanya? Jangan. Please jangan!

"Kamu kira aku mau cium kamu, heh?"

Gue membuka mata, mendapati wajahnya yang berjarak sangat dekat dengan wajah gue.

"Kamu pikir aku mau dengan mudahnya kamu cium? Aku bukan perempuan seperti perempuan-perempuan lain di luar sana yang dengan gampangnya dan mau aja kamu cium. Ingat satu hal, aku bukan perempuan murahan." Balas gue setengah berbisik.

"Oh, jadi kamu nantang aku? Oke, kamu yang meminta."

Itu kalimat terakhir yang gue dengar sebelum Guanlin mendaratkan bibirnya di bibir gue.

Sial! Kenapa gue nggak bisa bergerak? Cuma karena Guanlin mencium gue?

Apa-apaan ini? Bahkan gue nggak bisa bernapas?

"Nggak usah malu, bagaimanapun kamu istriku sekarang. Bukankah kamu sendiri yang mengatakan bahwa kamu bersedia?" Dia berkata dengan senyum meremehkan yang selalu dia tunjukkan ke gue.

Gue belum sadar sepenuhnya. Yang gue dengar hanya kata-kata Guanlin barusan dan sorak sorai para tamu undangan.

"Oh, aku harap kamu nggak terlalu lelah setelah ini. Karena kamu masih punya pekerjaan nanti malam. Semoga acara ini cepat selesai. Aku nggak sabar untuk nanti malam."

Aaa!!! Gue mau hilang dari bumi ini sekarang juga.

.-.-.

Aloha guys~!

Chapter-chapter ini sengaja gue buat pendek karena sesuai peristiwa yang terjadi di setiap chapter.

Terima kasih atas dukungan kalian yang suka cerita gue dan minta gue untuk terus nulis. I'm very happy and really appreciate that.

Jangan lupa vote dan comment ya.

Happy reading all!

❤A

Damn Boss | Lai Guanlin (Finished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang