Verro melempar bola basketnya ke ring dan hup! Masuk tentunya. Dia membiarkan bola basket itu terpantul menjauhinya lalu laki laki itu menuju pinggir lapangan tepatnya menuju teman temannya yang sedang berkumpul mengobrol.
"Gila! Tadi pas pelajaran matematika serius gue gak ngerti sama sekali" cerita Gilang begitu antusias. Arkan menaikan sebelah alisnya mendengar penuturan Gilang. Pasalnya tadi di kelas saat pelajaran Matematika Arkan melihat Gilang yang begitu serius menatap ke depan.
"Tapi tadi gue liatin lo merhatiin pelajaran tuh" ucap Arkan sambil mengelap keringatnya dengan handuk kecil. Aldrian menyenggol lengan Gilang. "Lo merhatiin pelajaran apa gurunya?" tanya Aldrian yang membuat senyuman lebar tercetak sangat jelas di wajah Gilang membuatnya terlihat seperti orang idiot.
Memang setiap pelajaran matematika Gilang selalu seperti itu, sebenarnya bukan hanya Gilang tapi hampir seluruh siswa dikelas seperti itu. Jika pelajaran matematika berlangsung mereka memperhatikan dengan serius namun saat diberi tugas semua kelabakan dan langsung minta ajarin pada siswi-siswi di kelas.
Pasalnya mereka sebenarnya bukan memperhatikan pelajaran melainkan memperhatikan guru cantik Bu Helena. Verro yang memang pintar dan selalu memperhatikan pelajaran sering kali dijadikan bahan contekan oleh teman-temannya.
"Udahlah gak usah ngomongin Bu Helena, lagi tuh guru katanya mau nikah" ucap Arkan membuat mereka terkecuali Verro patah hati begitu mendengarnya.
"Ih apaan! Selagi janur kuning belum dipasang, masih ada kesempatan buat gue" ucap Aldrian sambil menepuk nepuk dadanya seakan menguatkan dirinya sendiri. "Geli ih" celoteh Arkan kegelian sambil melempar sukro ke arah Aldrian.
"Lagian itu kan cuma gosip, belum tentu beneran" sahut Gilang seakan menguatkan diri untuk tidak percaya dengan gosip itu. Jika itu benar, maka hati para siswa di sekolah ini sukses dibuat patah hati.
Aih teman temannya sangat menjijikan, betapa kurang beruntungnya Verro memiliki teman seperti mereka. Lihat mereka terlihat seperti jomblo terngenest, bahkan gurupun yang usianya 8 tahun di atas mereka digebet.
Mereka tertawa seketika sedangkan Farrel hanya terkekeh. Hingga sebuah suara menghentikan tawaan mereka.
'Drrt.. drrt..'
Handphone Verro bergetar, lantas Verro meraih handphonenya. Dia membaca nama si penelpon tertera di sana.
'Tante Sarah'.
Ada apa Tante Sarah-mama Nica menelfonnya? Apa ada sesuatu hal penting mengenai Nica? Memang biasanya jika handphone Nica tak aktif Tante Sarah menelponnya hanya sekedar bertanya tentang Nica seperti Nica dimana? Kenapa handphonenya tak aktif?
Namun setahunya Nica sudah pulang saat bel pulang berbunyi dan otomatis gadis itu sudah pulang bukan? Namun kenapa Tante Sarah menelfonnya? Verro menggeser tanda hijau di sana lalu menempelkan handphonenya ke telinganya.
Pertama kali yang didengarnya ialah suara isak tangis Tante Sarah membuat Verro terheran heran. "Tante, ada apa?" tanya Verro yang seakan kebingungan tak tahu apa apa. Teman-temannya yang menyadari suasanapun terdiam seketika melihat raut wajah Verro yang kebingungan.
Mereka menatap Verro bingung namun tak ada satupun yang berbicara. "Verro..." lirih suara dari handphonenya, ada jeda waktu beberapa detik lalu suara itu terdengar lagi. Verro diam seketika.
Lidahnya kelu entah mau bicara apa, tangannya gemetar tak sanggup lagi menggenggam handphonenya, jantungnya berpacu begitu cepat hingga menghasilkan suara debaran keras seperti dentuman drum.
"I-iya Verro ke sana" ucapnya terbata-bata lalu meraih tasnya dan beranjak pergi namun langkahnya terhenti saat Gilang memanggilnya. "Verro, ada apa?" tanyanya kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Verronica (COMPLETED)
Teen FictionGue diam bukan berarti pengecut. Tapi gue diam karena gue salah udah menciptakan perasaan terlarang ini. Perasaan terlarang yang gak boleh ada dalam persahabatan. Gue salah karena jatuh cinta sama lo.