Part 5

534 48 3
                                    

Nica memandang langit cerah itu dari balik jendela. Terkadang matanya melirik jam dinding. Nica menghela napas pelan, ini sudah jam 3 sore. Sudah dua minggu berlalu semenjak terakhir kali Verro datang.

Tapi kenapa Verro belum datang juga? Biasanya dia akan datang pada jam ini. Nica menghela nafas pelan. "Mah, Alverro kok gak dateng?" Tanya Nica pada seorang wanita paruh baya yang sedang mengemas barang barangnya.

Hari ini adalah hari terakhir Nica berada di tempat membosankan ini. Dokter bilang jika Nica sudah boleh keluar dari rumah sakit. Akhirnya, inilah saat saat yang ditunggu Nica. Dia tak ingin terus-terusan berbaring di ranjang tak melakukan apapun sepanjang hari.

Apalagi sekarang Nica sudah mulai bisa berjalan walau harus tertatih-tatih. "Nanti juga Verro bakal datang." ucap Sarah masih sibuk melipat baju dan memasukannya ke tas. Tiba-tiba suara pintu terbuka mengisi telinga Nica.

Nica lantas menoleh melihat siapa yang datang.
Seorang laki-laki berseragam putih abu-abu. Tapi bukan Verro, dia laki-laki yang membuatnya takut saat tersadar. Untung saja saat itu ada Verro.

Senyuman manis diwajahnya membuat wajah campuran Indonesia-Inggris itu makin terlihat tampan. Jika sejak awal laki-laki itu seperti itu mungkin saat itu Nica tak akan takut. Nica menghela nafas, dia kecewa karena bukan Verro yang datang.

Sebenarnya Verro dimana sih?
Dari sini Nica dapat melihat laki-laki itu mencium tangan mamanya yang disambut senyuman ramah dari mamanya. "Stevan, kok kamu baru dateng?" Tanya mamanya. Yang ditanya hanya bisa tersenyum sembari menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal.

"Maaf tante, Stevan baru bisa dateng." jawab Stevan merasa tak enak. Tentu saja begitu, bagaimana dia bisa tenang jika sudah berhari-hari dia tak mengunjungi kekasihnya yang sedang dirawat itu.

Stevan tak mengatakan alasan mengapa selama ini dia tak datang. Karena alasan sejujurnya adalah dia khawatir jika Nica akan takut melihatnya sama seperti pertama kali Nica melihatnya setelah tersadar.

Stevan menatap Nica yang tak jauh darinya. Gadis itu tak seperti saat pertama kali melihatnya setelah sadar. Syukurlah, Nica sudah tak takut lagi padanya. Nica menatap Stevan lekat-lekat.

Jadi nama laki-laki itu Stevan. Stevan berjalan mendekati Nica dan menatap wajah kekasihnya itu lekat-lekat. "Maaf baru bisa dateng, aku seneng kamu enggak takut lagi liat aku." ucap Stevan lembut membuat Nica yakin jika Stevan tidaklah seperti yang dipikirkannya.

Namun tetap saja Nica masih merasa sedikit risih. "Yaudah sekarang kita turun! Papa sudah menunggu di bawah. Stevan, tolong bantu tante ya." pinta Sarah lembut kepada Stevan. Stevan menatap Sarah lalu mengangguk dengan senyuman yang selalu terukir di wajahnya. "Pasti tante" jawab Stevan.

***
"ANJIIR! KALAH LAGI GUUEEE." teriak Gilang saat Aldrian berhasil mengalahkannya lagi dan lagi. Arkan yang kesal lantas menepuk kencang pundak Gilang membuatnya mengaduh kesakitan. "Bego! Kan gua udah bilang langsung tembak! Malu gua jadi pendukung lo." Ucap Arkan kesal.

Bagaimana tidak kesal, sebelum mulai permainan Arkan mendukung Gilang dan menyombongkan diri dan dengan percaya dirinya berkata,

'Gilang mah jagonya, merem juga menang dia mah'.

Tapi sekarang justru dengan mudahnya Aldrian mengalahkan Gilang. Verro yang duduk di sofa dengan tubuh tegapnya disenderkan ke sandaran sofa. Dari sana dia hanya terkekeh melihat teman-temannya itu.

Kini mereka sedang di rumah Arkan sedang bermain ps tanpa memperdulikan waktu. Sekarang sudah jam 22.00 untung saja besok libur tak membuat mereka khawatir jika akan telat datang sekolah. Ah sejujurnya mereka tak akan khawatir jika telat datang sekolah toh sudah menjadi kebiasaan bagi mereka untuk telat ataupun membolos.

Verronica (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang