Part 11: Flashback

307 26 0
                                    

'Prang'

Suara bising itu membuat Verro membuka matanya. Verro melirik jam yang jarumnya menunjuk angka 12. Ini sudah malam dan seseorang membuat kebisingan di tengah malam seperti ini saat semua orang sedang tidur.

Verro berdecak sebal. Dia berusaha menutup matanya alhasil gagal. Rasa kantuknya sudah terlanjur lenyap. Lantas Verro turun dari ranjang. Dia berjalan kearah pintu.

Karena tubuhnya mungil dia harus berjinjit untuk memutar knop pintu. Saat pintu terbuka di sekitar lorong sangat gelap dan sepi. Pasti asal suara berisik itu dari lantai satu. Verro lantas menuruni anak tangga.

"Ya ampun Mas, kamu kenapa?" Tanya seorang wanita dengan nada yang terdengar begitu khawatir. Verro menoleh menatap Mamanya yang kebingungan melihat tingkah laku suaminya itu.

Tak jauh dari mereka ada pecahan gelas yang mungkin dapat melukai siapa saja yang menyentuhnya. Keenan menepis tangan Arlina yang menggenggam tangannya lalu berjalan menuju kamarnya.

Dari cara berjalan Papanya itu, Verro tak mengerti apa yang terjadi dengan Papanya. Papanya yang biasanya berjalan tegap dan gagah kini berjalan sempoyongan dan terkadang hampir menabrak benda-benda yang menghalangi jalannya.

"Kamu habis dari mana? Kok pulang mabuk?" Tanya Arlina dengan nada suara yang bergetar. Verro bisa tebak Mamanya itu sedang menahan isak tangis.

Namun yang ditanya seakan tuli dan terus melanjutkan langkahnya yang sempoyongan.
Verro ingin sekali menghampiri Mamanya yang kini terisak namun kakinya seakan terpaku memaksanya terus bersembunyi di balik pilar.

Papa kok aneh? Mama kenapa nangis? Sebenarnya ada apa? Dan masih banyak pertanyaan terngiang di otaknya. Namun bocah laki-laki itu tak bisa berbuat apa-apa selain menonton dari balik pilar.

Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Verro membuat Verro terkejut lantas menoleh. Dia melihat Kakaknya yang sedang berjongkok mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan tinggi tubuh Verro.

"Kamu ke kamar ya, udah malam besok kan sekolah." Pinta Kakaknya dengan berbisik. Tentu Verro menolak. Verro menggeleng. Bagaimana bisa dia tidur begitu saja dengan ribuan pertanyaan di pikirannya.

"Mama gimana?" Tanya Verro.
Aira tersenyum tipis. "Mama biar Kakak yang urus, kamu tidur aja ya! Besok kan sekolah nanti kalau telat dimarahi sama Bu guru loh!" Pinta Aira sekali lagi berharap adiknya itu mengerti.

Setelah diam cukup lama akhirnya Verro mengangguk lalu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Di ujung tangga Verro menoleh ke belakang menatap Mamanya sekali lagi.

Lalu Verro melangkah menuju kamarnya dan memaksa matanya agar tertutup. Malam ini dia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Bagaimana bisa dia tidur nyenyak saat ribuan pertanyaan selalu terputar di pikirannya.

***
Semenjak hari itu keadaan rumah begitu berbeda. Papanya yang sering pulang malam dengan keadaan mabuk serta Mamanya yang sering diam-diam menangis di kamar. Dan orang tuanya yang sesekali bertengkar.

Entah apa yang terjadi. Verro hanyalah bocah berusia delapan tahun yang tak mengerti urusan orang dewasa. Verro merasa sedih, kesal, juga kecewa. Dia sedih karena keluarganya sangat berbeda dengan dulu.

Tak ada lagi keributan dan tawaan di meja makan, tak ada lagi teriakan saat menonton bola di TV, tak ada lagi suara alunan piano yang selalu Kakaknya mainkan, dan masih banyak hal yang hilang lainnya.

Dia kesal karena dia hanyalah anak kecil yang tak mengerti sebenarnya ada apa. Jika terjadi sesuatu pasti Bibi atau Kakaknya memintanya untuk pergi dan tak ikut campur.

Verronica (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang