Part 15

307 18 0
                                    

Anak - anak bersorak saat bel pulang berdentang nyaring. Memang hanya bel istirahat dan pulang yang mampu membuat para murid bahagia. Seakan bel itu adalah suara nyanyian dari surga.

Verro memasukan bukunya dan sebuah bolpoin ke dalam tasnya. Ya hanya itu, sebuah buku tulis tanpa sampul dan bolpoin. Verro tak pernah membawa buku ataupun bolpoin lebih dari satu.

Tiba - tiba handphonenya bergetar sesaat tanda ada pesan masuk. Verro lantas meraih handphonenya dari saku celana. Ada sebuah pesan masuk. Lantas Verro membukanya. Tertera nama 'Fannie' di sana. Verro menghela nafas kasar.

Urusannya dengan Fannie belum selesai. Melihat nama Fannie membuat otaknya mengingat kejadian tadi siang di lapangan. Verro mengaku dia salah. Ya dia memang cowok brengsek yang tak bisa menghargai perasaan perempuan.

Verro harus menemui Fannie dan meminta maaf. Verro membaca pesan Fannie yang masuk. Dia mengerutkan dahinya saat membaca.

'Temuin gue sepulang sekolah nanti di kafe deket sekolah! Gue gak mau nunggu!'

Ya seperti itulah isinya. Verro yakin pasti Fannie akan memaki - maki dirinya dan mengeluarkan semua emosi yang dipendamnya selama ini. Secara Verro dengan tak berperasaannya menolak pernyataan sukanya di depan banyak orang.

"Ver, mau ikut gak?" Tanya Arkan tiba - tiba menyadarkan Verro dari lamunan. "Kemana?" Tanya Verro. Arkan berdecak kesal. Padahal sejak tadi Arkan membicarakan rencananya sepulang sekolah nanti bersama Aldrian dan Gilang.

"Lo dari tadi gak dengerin?" Tanya Arkan kesal. Dan Verro dengan polosnya menggeleng membuat ketiga temannya itu ingin sekali memukul wajah tampannya. "Itu loh, makan gratis." Ucap Aldrian dengan cengiran lebar menghiasi wajahnya.

Verro terkekeh, dia mengerti apa yang dimasud 'makanan gratis' oleh Aldrian. Rutinitas yang di lakukan teman - temannya saat ada acara pernikahan. Kalian pasti tau lah. Berpura - pura menjadi tamu undangan lalu numpang makan.

Verro masih ingat betul saat pertama kali dia melakukan itu. Itupun karena dipaksa oleh ketiga temannya itu. Pura - pura menjadi tamu undangan dan makan gratis di sana. Verro bahkan masih mengingat dengan jelas saat Aldrian menyapa tamu lain dengan wajah sok ramahnya juga Gilang dan Arkan yang mengucapkan selamat kepada sang pengantin.

Bahkan dengan blak - blakannya Gilang memberikan tips melakukan malam pertama pada pengantin pria.
Tapi pada akhirnya mereka dapat menikmati makanan enak dan tentu gratis. Tuhan itu adalah pertama dan terakhirnya Verro melakukan hal konyol tersebut.

Dan Verro bersumpah tak akan melakukannya lagi. Urat malunya belum putus tidak seperti ketiga temannya itu yang urat malunya sudah putus sejak dilahirkan. Verro menggeleng cepat dan menjawab dengan singkatnya "Gak!".

Jawaban Verro sukses membuat ketiga temannya ketawa sekaligus kecewa. "Gue juga ada janji." Ucap Verro sembari menggamblok tasnya di pundak. Ketiga temannya lantas tersenyum penuh arti. "CIEEE... NICA YAA??" ledek Gilang. "Tapi kan Nica udah punya Stevan." Sambungnya lagi.

"Ah berantem aja berani tapi nembak cewek yang disuka sejak kecil masa gak berani." Kini giliran Arkan yang meledek. "Tau nih! Keburu diambil orang kan jadinya." Sahut Aldrian. Verro mendengus sebal lantas dia pergi tak mau menghiraukan ocehan ketiga temannya itu.

***
Verro membuka pintu cafe. Semerbak aroma kopi menyapa indera penciumannya. Matanya mencari keberadaan orang yang dicarinya sejak tadi. Sampai tatapannya jatuh pada seorang gadis berseragam SMA tengah duduk di dekat jendela kafe.

Terlihat jelas beberapa cowo mata keranjang memandangi paras cantik gadis itu tapi gadis itu sibuk dengan handphonenya seolah tak perduli.  Verro melangkah mendekati gadis itu lalu diam berdiri menatap wajah Fannie.

Verronica (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang