Part 18

319 19 2
                                    

Verro melempar bola basket itu ke ring dan tentu dengan keahliannya itu dengan mudahnya bola basket itu masuk ke ring. Ini sudah tembakan ke lima puluh dua.

Dan sudah ke lima puluh dua pula dia berhasil memasukan bola ke ring. Setiap satu tembakan yang dilakukannya setiap itu pula penggalan masa lalu menghujami pikirannya.

Verro mendribble bolanya kemudian bersiap memulai tembakan yang ke lima puluh tiga. Matanya menatap lurus ke ring. Tiba - tiba dia merasakan suara nyaring melengking keras.

Suara itu bersumber dari alat di rumah sakit bernama EKG yang menampilkan garis lurus di layarnya.
Dan saat itulah dia mengingat seorang wanita terbaring di ranjang rumah sakit.

Matanya terpejam dan sebuah senyuman menghiasi wajah cantiknya. Wanita itu adalah wanita yang paling dicintai Verro di dunia ini. Wanita itu adalah Mamanya.

Lalu ingatan itu menghilang dan tergantikan dengan ingatan saat seorang gadis berseragam SMA tergantung di langit - langit kamar dengan tali yang melilit lehernya.

Rambutnya menjuntai menutupi wajah cantiknya. Gadis itu adalah Kakaknya sendiri, Aira. Tangan Verro mencengkram bola basket dengan kuat. Dia menembakan bola basket itu ke ring namun gagal.

Tembakan pertama Verro yang gagal setelah lima puluh dua tembakan. Verro terdiam mematung di tempatnya. Jantungnya berdebar keras. Mengapa harus ingatan itu yang hadir di pikirannya? Mengapa harus ingatan menyakitkan itu?

Mata Verro memanas dan mulai memerah. Dan saat itu juga sebulir bening keluar dari matanya dan jatuh membasahi pipi mulusnya. Tangan Verro mengepal erat. Bola basket yang tadi di lemparnya memantul ke tepi lapangan.

Terus memantul hingga menabrak sepasang kaki yang terbalut sepatu hitam bertali. Nica meraih bola basket itu lalu berjalan mendekati Verro. "Yah kok gak masuk ring?" Ucap Nica kecewa.

Verro yang mendengar itu terkejut lantas menghapus air matanya dan berbalik menatap seorang gadis yang berjalan menghampirinya. "Ajarin gue!" Ucap Nica tiba - tiba dengan bersemangat. Verro menaikan sebelah alisnya menatap Nica.

Nica dengan antusiasnya berlari kecil ke depan tiang ring basket. "Gue capek diomelin Bu Widi mulu gara - gara gak pernah bisa masukin bola ke ring." Ucap Nica kesal. Verro yang mendengarnya terkekeh.

Bu Widi adalah guru olahraga di sekolah ini. Nica memang sering menjadi sasaran empuk Bu Widi karena Nica yang tak bisa bermain basket. Bukan hanya basket tapi sepak bola, voli, renang dan mungkin hampir semua olahraga yang Nica tidak bisa.

Nica benci olahraga, ingat itu. "Begini?" Tanya Nica lalu mengangkat tangannya berancang - ancang menembak. Matanya menatap serius ring basket. Verro yang melihat itu hampir meledakan tawanya.

Posisi Nica sangat aneh dan seperti orang bodoh. Lantas Verro berjalan mendekati Nica lalu berdiri di belakang gadis itu. Tubuh Nica membeku saat dada bidang Verro menyentuh punggungnya.

Aroma parfum Verro yang tercampur aroma tubuhnya membuat aromanya menjadi sangat khas. Aromanya menyeruak meraba indera penciuman Nica. Aromanya wangi dan Nica menyukainya. Nica sudah sangat mengenal aroma wangi ini.

Jantung Nica berpacu dengan cepat saat tangan Verro menyentuh tangan halusnya mencoba membenarkan posisi Nica. "Sikunya sedikit di tekuk, tatapan lurus ke ring." Ucap Verro tepat di telinga Nica.

Sekujur tubuh Nica dibuat merinding.
Napas Verro berhembus membuat Nica merasakan geli di sekitar lehernya. Jantung Nica masih terus berdegup kencang. Entah Verro akan mendengarnya atau tidak.

Nica menoleh menatap Verro yang sedang menatap lurus ke ring. Nica memperhatikan wajah itu. Alis tebal, hidung mancung, rahang kokoh, dan jangan lupakan jakun yang ada di lehernya.

Verronica (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang