Part 16

284 20 2
                                    

Verro memarkirkan motornya di garasi rumahnya. Dia menghela nafas kasar saat melihat sebuah mobil sedan hitam terparkir rapih di sana. Itu mobil milik Papa nya. Sungguh dia sangat tak ingin melihat Papa nya. Bukan karena benci, tapi karena kecewa.

Verro sangat kecewa dengan Papanya karena dulu menghilang begitu saja saat keadaan Mamanya sangat rapuh dan baru kembali saat Mamanya menghembuskan nafas terakhirnya. Bahkan beberapa hari setelah pemakaman Mamanya, laki - laki yang dianggap Verro sebagai pahlawannya itu membawa seorang wanita dan memperkenalkannya sebagai calon Ibunya.

Rasa sakit yang dulu bahkan belum sepenuhnya hilang. Verro berjalan malas dan membuka pintu utama lebar - lebar. Sesuai dugaannya, Keenan dan Alona sudah duduk manis di sofa menunggu kehadirannya.

Keenan menoleh saat mendengar suara deratan pintu. Dia bangkit berdiri dan melipat tangannya di dada. "Tadi Papa ditelfon oleh pihak sekolah." Ucap Keenan tiba - tiba membuat langkah Verro terhenti.

Verro menghirup napas panjang dan menghembuskannya perlahan, dia sudah tau apa yang akan terjadi setelahnya. Lagi - lagi pertengkaran antara seorang Ayah dan Anaknya akan terjadi hari ini.

"Kamu buat masalah apa lagi di sekolah?" Tanya Keenan dengan nada rendah seolah dia sedang berusaha dengan keras meredam emosinya. "Kamu sudah bosan sekolah?" Tanya Keenan lagi tapi Verro hanya diam tak menjawab.

"KAMU MAU TERUS BUAT ONAR DI SEKOLAH? MAU DIKELUARIN DARI SEKOLAH? MAU NGEBIARIN HIDUP KAMU HANCUR GITU AJA? KAMU SUDAH DAPAT PERINGATAN BERKALI - KALI LOH, TAPI KAMU MASIH BELUM BISA BERUBAH? MAU SAMPAI KAPAN KAMU BEGINI?"

Emosi Keenan memuncak, segala emosi yang susah payah ditahannya akhirnya meledak juga. Nafas Keenan tak teratur setelah meledakan segala emosi di dadanya. Alona yang mulai paham bahwa keadaan mulai memanas bangkit berdiri dan mengelus - elus lengan kekar suaminya itu lalu berbisik.

"Mas, tahan emosi kamu!". Verro tersenyum paksa mendengar ucapan Keenan. Dia menatap Keenan dengan tatapan penuh dengan beribu - ribu kesedihan dan kesakitan membuat Keenan terkejut seketika begitu menatap mata cokelat itu.

"Hidup Verro sudah hancur sejak lama Pah." Ucap Verro sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan sepasang suami istri itu. Terdapat jejak kesedihan di setiap langkah kakinya.

Verro merasakan matanya mulai memanas dan berair. Dan saat itu juga sebulir bening menetes membasahi pipinya. Tapi tak ada yang bisa dia lakukan selain terus melangkah menaiki tangga dan menuju kamarnya.

***
Nica duduk bersandar di jendelanya sembari memperhatikan mentari yang mulai menenggelamkan dirinya. Tak ada yang lebih cantik dibanding senja.  Lalu tatapannya mulai berpindah menatap jendela kamar di rumah megah di depan rumahnya.

Itu jendela kamar Verro. Jendelanya terbuka lebar sehingga Nica dapat melihat isi kamar Verro. Tapi Nica tak melihat Verro sama sekali. Kamar itu seakan kosong. Baru saja dipikirkan, Verro tiba - tiba muncul begitu saja.

Nica dapat melihat Verro yang melempar tasnya ke kasur. Sepertinya laki - laki itu baru pulang sekolah. Padahal bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak beberapa jam yang lalu tapi laki - laki itu baru pulang?

Bukan Verro namanya jika tidak pulang terlambat. Nica menebak pasti Verro bermain basket atau nongkrong dulu bersama teman - temannya. Nica tersenyum lantas meraih ponselnya.

Saat baru saja dia berniat menelfon Verro, niatnya diurungkan seketika saat melihat Verro melempar bantal ke dinding dengan kasar lalu mengacak - acak rambutnya.

Verro mendongak dengan ibu jari dan telunjuk memijit pangkal hidungnya. Nica mengerutkan keningnya heran. Verro tampak sangat marah dan mencoba menahan emosinya. Apa yang membuatnya marah seperti itu?

Verronica (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang