"PROLOG"

91.2K 3.1K 492
                                    

Jadi, aku berjalan di jalan yang sama seperti saat aku berjalan disini bersama denganmu. Aku bahkan tidak yakin, apakah aku pergi ke tempat tujuanku. Tapi sepertinya, kaki ini hanya bisa mengingat dimana dan harus kemana. Dan setiap langkah ini menjadi begitu familiar, tentu saja aku merasakannya. Ingatanku akan dirimu tidak akan begitu mudahnya pudar. Karena aku selalu bisa mengingatmu disetiap saat, setiap hembusan napas, setiap derak langkah ini; kenanganmu selalu bersama mengikutiku.

Tak terasa dan bahkan aku tak sedikitpun merasa lelah, setelah menempuh satu jam perjalanan... Aku tiba disini, di puncak bukit ini..

Bisa kulihat betapa megahnya pemandangan yang terbentang didepan mataku - Hutan pinus dibawahnya, langit biru dan awan putih yang membentang diatasnya.

Bisa kulihat betapa megahnya pemandangan yang terbentang didepan mataku - Hutan pinus dibawahnya, langit biru dan awan putih yang membentang diatasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini sedikit terlihat berbeda bukan? Tidak seperti saat kita pertama kali datang kemari...Saat itu awan-awan hitam dan abu-abu menyelimuti langit, kabut tebal menutupi semua pemandangan indah dihadapan kita. Kita berdua basah kuyup karena hujan turun dengan derasnya.. Itu karena kita berdua sungguh pandai dalam mengambil resiko, berusaha bepergian kesini dalam keadaan cuaca yang mendung dan suram.

Kita berdua menutup mata, mendengar bunyi tetesan air hujan, arus air yang mengalir kebawah bukit ini, tidak seperti bunyi patukan pelatuk pada kayu-kayu yang kudengar sekarang.

Dan entah bagaimana, aku takut untuk mengingat kembali hal lainnya.

Aku ragu sejenak saat tiba di pintu depan, apa yang kulakukan? Ini sungguh tak masuk akal. Ini sebuah candaan, sungguh lucu, lucu, dan sangat lucu. Tapi, dalam lubuk hatiku.... Aku merindukan tempat ini... Aku merindukan segalanya..

Ruangan kosong ini masih sama, dinding kayu ini pun juga, deritan lantai, kursinya sama, mejanya juga sama... Setidaknya tidak ada hal yang berubah disini..

Aku berjalan mengitari dan melihat sekeliling ruangan kecil ini, hingga langkah kakiku terhenti pada sebuah lingkaran kecil di lantai kayu.. Jariku menunjuk mengikuti ukiran simbol di lantai ini, dan aku pun tersenyum karena mengingat bahwa ini salah satu kenangan indah.

Ya... Aku dengan lucunya mengukir nama kita berdua di lantai kayu ini; mengukirnya sambil tersenyum senang.

Tapi kamu bilang kalau aku bodoh dan tidak dewasa karena melakukan hal kekanak-kanakan seperti itu. Tapi aku hanya membalasmu dengan sebuah senyum yang lebar, karena aku merasa sangat senang. Kamu juga tersenyum bukan?

Lalu pada akhirnya kamu meraih pisau dari tanganku dan melengkapi ukiran terakhir.. Kamu mengukir hati yang melingkupi nama kita berdua.

Kamu memberiku senyuman yang cukup lebar dan kamu pikir itu imut? Tentu saja tidak.. Tapi itu tak berarti kalau aku tak menyukainya.

Hal-hal ini sungguh kekanak-kanakan dan klise. Tapi aku yang masih sangat muda saat itu.. Apakah itu alasan yang kuat untuk membenarkan kebodohanku? Aku memang tidak begitu berwawasan luas, tapi kebahagiaan itu diambil saat aku mulai belajar bahwa hidup itu bukan hanya untuk mimpi dan fantasi semata. Itu karena kamu tumbuh dewasa dan aku takut kalau aku tidak begitu. Aku menguburkan diriku di lantai, berbaring menatap langit-langit kosong ruangan ini.

Tempat ini begitu sunyi... Aku pun juga berpikir begitu.

Lucunya, tiba-tiba saja terlintas ingatan akan senyumanmu yang paling kubenci saat itu. Ya benar, aku pernah membencimu untuk waktu yang cukup lama...

Karena kamu selalu jahat; tersenyum saat melihatku terluka.. Tapi aku menyadari betapa dirimu adalah sosok iblis yang menyamar jadi malaikat. Kamu membuatku terpedaya sesaat, dan kembali membencimu.

Karena memang kamu itu ajaib, yang entah bagaimana kamu bisa mengubah perasaan benciku itu menjadi cinta. Dan aku masih bertanya-tanya, mantra apa yang sebenarnya kamu gunakan untuk memikatku saat itu.

Awal pertemuan kita, ingatkah kamu berapa kali kita bertengkar? Tentu saja setiap kali kita bersama. Pertengkaran dari hal kecil hingga yang paling serius. Ironisnya, aku sangat menikmati ketika bertengkar denganmu. Ingin sekali ku meninju wajahmu saat itu; meskipun tanganku akan terluka setelah itu.

Kamu menyakitiku saat dirimu dilingkupi emosi yang membara; kamu gunakan pulpen untuk memukul jidatku, menamparku keluar dari kegembiraan, dan menarikku secara ceroboh keluar dari kebahagiaan. Pada akhirnya, aku akan terluka secara fisik dan mengatakannya padamu. Dan kemudian kamu akan meminta maaf padaku, dan lucunya aku langsung memaafkanmu tanpa sedetik pun memikirkan lenganku yang masih sakit karena tanganmu.

Sialan kau! Dan kamu dengan spontan mengelus lembut lenganku yang kau pukul. Aku bahkan tak begitu yakin kalau hal itu bisa meredakan sakitnya; semua yang kutahu adalah aku menyukai perasaan itu. Dan aku akan membencimu karena kau adalah brengsek! Berapa banyak air mata yang harus kuteteskan karenamu? Berapa kali kamu meminta maaf? Dan berapa kali juga aku harus bilang itu tidaklah apa meskipun? Sama seperti berapa kali aku harus minta maaf..

Dan berapa banyak kali kamu menolak permintaan maafku.. Tapi itu baik-baik saja, kita selalu baik-baik saja.

Dan aku ingat di malam itu, kamu memelukku dengan begitu erat. Kamu mengeratkan kedua lenganmu ke tubuh kecil ini, dan entah kenapa aku merasa nyaman bersama mereka. Kita berdua menatap bintang yang begitu banyak bertaburan di langit malam itu. Aku tak tahu harus berpikir apa, dan itu menjadi awal pengalaman pahit di masa mudaku.

Kau begitu jahat! Selalu saja menyapu kakiku hingga aku terpeleset dan semakin erat memelukmu. Saat itu kamu mencuri semua perhatianku.. Kau jahat karena selalu bermain dengan hatiku...Kau tahu kalau aku telah jatuh cinta pada orang lain; tapi kau mengajariku untuk melepaskannya... Dan kenapa itu tak berlaku bagimu? Kau sama sekali tak mengajariku bagaimana untuk melepaskanmu; bahkan jika iya sekalipun... Aku tak akan mempelajari hal itu...

Aku ingat semua tempat yang pernah kita kunjungi... Hal yang paling membekas adalah kamarmu; dimana aku ingat betul aroma tubuhmu.. Dan juga kamarku, kamu meninggalkan aroma tubuhmu juga disana. Dan aku tidak akan pernah lupa saat pertama bibirmu menyentuh bibirku. Kamu melakukannya dengan santai dan sementara aku; aku hanya bisa tertegun tanpa harus tahu bagaimana untuk membalasnya.

Kau memang bajingan! Berani sekali kamu mencuri ciuman pertamaku tanpa meminta izin terlebih dahulu. Dan aku tak begitu ingat kita yang berakhir bersama pada malam itu. Matahari terbit dan aku membuka kedua mataku; aku linglung akan pandangan didepanku.

"Siapa kamu? Kenapa kamu bisa berakhir disini dengan mata tertutup? Apa kamu tertidur? Dan bagaimana bisa kita berbaring bersama disini... Lalu perlahan kamu membuka matamu dan memberikan senyuman indah yang tak pernah kulihat sebelumnya; aku terpesona dengan wajah tampanmu.

"Alfa..." Kamu mulai memanggil namaku dengan suara yang lembut.. Lalu sejenak aku mulai tenggelam hingga dasar yang paling dalam.

Kamu... Kamu harus menjadi pemandu untuk semua memori yang tersimpan ini.

Matamu adalah kata sandi untuk mengakses segala jalan cerita lama kita. Suaramu mungkin menjadi akses untuk membuka kembali cuplikan setiap kenangan kita berdua.

Dengan wajahmu yang begitu dekat denganku.. Aku ingat sudah berapa lama kita bersama, bagaimana aku bertemu denganmu, aku yang menua bersama denganmu, dan bagaimana saat aku kehilanganmu.

Aku tahu, mungkin semua kenangan kita bagi orang lain itu hal abstrak yang menyalahi kodrat dan hukum alam. Tapi bagiku tidak.,...

Karena setiap rasa sakit dan kenangan ini telah lama membekas saat jalinan kisah cinta kita dimulai.. Hingga saat ini, aku tersenyum.. Tapi hatiku terluka...

Tapi......

Aku ingin tahu, apakah kamu juga terluka sepertiku?

I Wonder If You Hurt Like Me | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang