Alfa's POV
.
.
.
Aku tak tahu apakah ini mimpi atau bukan.. Aku semakin sulit membedakan keadaan nyata dan kondisi di dalam mimpiku. Terkadang apa yang kulihat, kudengar dan kurasakan begitu nyata hanyalah sebuah mimpi. Tapi aku juga tak memahami kenapa aku juga sering menganggap hal yang nyata adalah sebuah mimpi.
Di senja ini, kala hujan masih turun membasahi bumi ini; mungkin sudah lebih dari beberapa jam kami berada di gubuk kecil ini. Duduk diperapian dan mengikat sebuah janji. Janji yang mana akan kami jaga dan pegang sangat erat; aku tak akan melepaskannya. Gubuk ini menjadi saksi bisu dimana dia dan aku akhirnya menyatakan perasaan cinta satu sama lain. Aku akhirnya bisa menyadari hal paling ganjil yang pernah kulakukan selama aku hidup dan bernapas adalah jatuh cinta pada si brengsek Reza Prawijaya. Apa karena ini adalah paksaan akan sesuatu hingga aku mencintainya? Tentu tidak, karena aku secara sepenuhnya sadar memberikan hatiku ini untuknya. Aku akhirnya mengganti posisi hatiku yang pernah kusiapkan untuk Tiara; aku memberikan tempat teristimewa itu untuknya. Disini, kami berdua... Dalam kesunyian, diselimuti oleh hangatnya bara api dari perapian ini; aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Dia bernyanyi untukku; meskipun aku tertawa beberapa kali hingga mengganggu konsentrasi nadanya.. Aku tertawa karena dia benar-benar sangat berbeda saat bernyanyi. Reza Prawijaya, seorang pria yang begitu gagah, angkuh, kasar dan terkadang menyebalkan ini; dia begitu teramat menyukai lagu-lagu rohani. Kupikir ini adalah salah satu hal paling romantis yang pernah dia lakukan. Suaranya tidak jelek, tidak juga begitu bagus. Aku hanya menyukainya saat dia menyanyikan setiap lirik lagu ini dengan senyuman yang mengembang di wajahnya.
"Apa kamu menyukai lagu ini?" tanyanya saat telah mengakhiri lagu ketiga yang ia nyanyikan. Aku tersenyum padanya dan hanya memberikan anggukan sebagai tanda iya. Entah lagu itu begitu familiar atau justru malah begitu asing di telingaku; aku hanya menyukai apapun yang dilakukan oleh Reza. Ini sebuah perlakuan tulus darinya untuk selalu memberiku kenyamanan.
"Hujannya belum juga reda.. Apakah kita bisa kembali hari ini?" tanyaku padanya. Dia diam sesaat dan kemudian menempatkan kedua tangan besarnya dipipiku.
"Jika hujannya tak reda.. Kita akan bermalam disini saja. Apa kamu takut jika aku akan melakukan hal-hal yang aneh padamu?" tentu saja perasaanku mengatakan dan menuntun mengarah pada hal itu. Aku memang perlu lebih waspada saat bersama orang asing diluar; orang asing yang begitu kusukai.
"Aku memang berpikir seperti itu. Tapi aku punya pisau dalam tasku. Jika saja kamu coba melakukan hal-hal tak wajar, aku akan memastikan menguliti seluruh tubuhmu hari ini." Ancamku sambil tersenyum padanya. Ini hanyalah sebuah godaan, karena aku tak sungguh akan melakukannya. Aku hanyalah siswa SMA kelas 2 yang lebih sering bergelut dengan buku-buku pelajaran; meskipun itu jarang sekali karena aku lebih suka membaca komik atau menonton animasi.
"Aku rela jika kamu mengulitiku atau mungkin kamu bisa...."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wonder If You Hurt Like Me | TAMAT
Romance[COMPLETED] Dia terdiam sejenak dan tak menjawab pertanyaanku.. Aku bingung dan terkekeh pelan.. "Kau sungguh mudah ditebak juga Reza Prawijaya.. Aku sudah tahu dari awal kau menyukai kak Imel.. Nomor di chat line itu; ada namanya..." sahutku lagi...