5

58.9K 3.2K 8
                                    

Setelah selesai berbelanja, aku dan Iren mampir ke sebuah cafe, ngadem sebentar lah ya hehe. Hari ini memang cuacanya panas sekali.

Aku dan Iren memesan minuman Vanilla Latte, sembari menunggu pesanan kami berbincang-bincang entah itu topik apa saja dari hal yang penting sampai tidak penting, dan berakhir dengan tertawa.

"Ren." Panggilku.

Dia hanya menjawab dengan gumaman. Kemudian, seorang pelayan membawa pesanan kami dan meletakannya dimeja. Aku dan Iren pun tak lupa mengucapkan terimakasih.

"Mm.. Bagaimana ceritanya kamu dijodohkan?." Ucapku menahan gejolak aneh didada.

"Ahh, aku belum cerita yah?." Aku mengangguk. Sebelum Iren bercerita, dia meminum minumannya hingga hampir setengah. Aku terus memperhatikan dia. Sungguh, aku penasaran walau aku tau ujungnya aku harus menahan rasa sakit.

"Jadi, ayahnya Yusuf dengan ayahku itu sahabat dari kecil. Setelah lulus SMA mereka berpisah, dan beberapa minggu yang lalu angkatan ayahku mengadakan reuni SMA. Mereka dipertemukan kembali, dan ayahku merencanakan sebuah perjodohan dengan ayahnya Yusuf, ayahnya Yusuf juga menyutujuinya." Jelas Iren.

"A..apa Yusuf menyutujui perjodohan ini? Maksudku, apa kalian menyutujuinya?." Ucapku ragu.

Iren mengangguk "Awalnya aku tidak yakin jika Yusuf menyutujui perjodohan ini."

Aku mengerutkan keningku. Kemudian, Iren melanjutkan ucapannya. "Disetiap ada pertemuan keluarga, Yusuf selalu diam saja, bahkan memberi pendapatpun jarang. Tapi setelah aku dan Yusuf berpapasan dikampus kemudian dia tersenyum padaku, ku rasa dia fine-fine saja dengan perjodohan ini." Ucap Iren.

Aku menahan nafasku. Allah.

"Ayahku berpesan pada Yusuf untuk bisa mengubahku menjadi lebih baik, berhijab dan mengerti agama seperti kamu Ning." Ucapnya sembari memegang tanganku yang berada diatas meja.

Jadi, alasannya karna supaya Iren bisa berubah menjadi yang lebih baik? tapi kenapa harus dengan Yusuf? Jika dia niat pasti dari sekarang juga bisa dia merubah dirinya.

Aku menggelengkan kepalaku. Seharusnya aku tidak boleh seperti ini..

Tapi...

Aku menghela nafasku. "Aku juga belum sebaik yang kamu kira Iren. Dosaku masih banyak, maka dari itu aku ingin terus memperbaiki diri." Aku tersenyum pada Iren.

"Baiklah, semangat istiqomah!." Kata Iren yang dibalas dengan acungan jempolku.

Aku meminum minumanku dengan pandangan kosong.

Yusuf..

Aku diam bukan berarti aku tak berusaha. Aku hanya ingin memasrahkan rasa ini hanya pada-Nya.

"Ning, aku ketoilet bentar ya." Ucap Iren membuyarkan lamunanku.

"Eh, iya."

Kemudian, Iren beranjak dari tempat duduknya untuk pergi menuju toilet.

Sebaiknya aku membayar minuman dulu. Aku berdiri dari tempat duduk, baru saja aku membalikkan tubuhku.

"Innalillahi." Ucapku terkejut.

Seorang pria menabrakku dan membuatku nyaris terjatuh, untungnya pria itu dengan cepat memegang lenganku.

Tunggu.

APA?! Memegang lengan?!.

Aku membuka mataku dan langsung melepaskan cekalan tangannya. Aku mendongakkan kepalaku melihat siapa pria yang berani-beraninya dia memegang lenganku.

Yah, walaupun aku tau dia hanya memegang lengan bajuku. Tapi tetap saja aku tidak terima. Aku tidak mau seseorang yang bukan mahramku menyentuhku.

"Kalau jalan tuh hati-hati!." Ucapku dengan nada kesal. Biar
saja.

"Apa? Anda menyalahkan saya? seharusnya anda berterimakasih karna saya sudah menolong anda." Kata pria itu membela diri.

"Menolong?." Kataku. Pria itu mengangguk dengan wajah datarnya.

"Dengan anda menyentuh tangan saya anda bilang menolong?!." Aku tidak mau kalah dengannya, sudah jelas dia yang salah, dia yang menabrakku.

"Tidak ada cara lain. Masih untung anda tidak jatuh dan akan berakhir dengan malu. Memang anda mau ditertawakan semua pelanggan dicafe ini?." Ucap pria itu. Aku mengangkat sebelah alisku.

"Sudahlah, buang-buang waktu saja berdebat dengan wanita ini." Kata pria itu kemudian pergi.

What the...

Bahkan aku belum sempat memarahinya. Apa dia tidak mau meminta maaf?

Yah, aku akui dia memang tampan. Tapi kalau menyebalkan bagian mana tampannya? hanya modal tampang saja.

Aku menghembuskan nafas kasar, dan terus melafalkan istighfar dalam hati. Huh, gara-gara pria menyebalkan itu moodku jadi rusak.

Aku melanjutkan tujuanku untuk membayar minuman, berjalan dengan perasaan kesal. Hh.

              ***

Aku memakirkan motorku didepan rumah.

Setelah dari cafe aku mengantarkan Iren kerumahnya, dia bilang Ibu Iren menyuruhnya untuk cepat pulang, entah urusan apa aku juga tidak tahu.

"Assalamu'alaikum." Salamku sembari membuka pintu rumah.

"Wa'alaikum salam, sayang. Loh Iren mana?." Kata Umi.

"Itu Mi, Iren pulang. Disuruh Ibunya buat cepet pulang."

"Ada acara apa emang nyuruh Iren cepat pulang?." Ucap Umi sambil mengerutkan keningnya.

Aku hanya menaik turunkan bahu. Aku tidak tahu.

"Nih Mi belanjaannya. Ningrum mau keatas dulu, mau mandi." Kataku.

"Iya." Ucap Umi sambil tersenyum.

Aku berjalan menuju tangga. Eh, ngomong-ngomong Dila lagi apa yah.

Aku berbelok kekanan menuju kamar Dila. Aku membuka pintu kamarnya. Ku lihat, Dila sedang membaca buku sambil tiduran.

Dila memang sepertiku hobi membaca. Aku menutup kembali pintu kamar Dila dan melanjutkan tujuan ku yaitu mandi!.

           ***

Maaf yaa, Postingan hari ini pendek. Besok-besok aku panjangin lagi deh ceritanya;)

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama♡

Penantian Halalku ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang