Ketika kau tak bisa menjadi alasan seseorang untuk bahagia. Maka cukup, jangan jadi alasannya bersedih.
🌸🌸🌸
Aku terbangun dari tidurku, aku melirik jam yang tergantung didinding. Jam setengah tiga. Masih ada waktu untuk sholat tahajud.
Aku menatap suamiku yang masih tertidur nyenyak, wajahnya begitu polos, membuat bibirku melengkung keatas. Aku menepuk pipinya pelan "Mas.. Bangun, tahajudan dulu." Ucapku.
Suami tampanku itu sama sekali tidak terusik dalam tidurnya, nafasnya masih teratur. Mungkin dia masih lelah karena mengurus hasil ujian mahasiswa, Mas Atthar sampai tidur jam setengah satu.
Biarlah dia tidur, nanti jika shubuh akan aku bangunkan suamiku. Aku mengecup pipinya kemudian beranjak dari tidurku, berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.
***
"Mas.."
"Iya, sayang."
"Ningrum hari ini berangkat kuliah, ya?." Kataku, kami sedang melakukan sarapan.
Aku melihat Mas Atthar menaruh sendoknya kemudian menatapku. "Hari ini ada berapa matkul?."
"Cuma satu, kok. Masuk siang." Ucapku sambil meminum air putih, "Mas Atthar?."
"Tiga." Ucapnya, dia melanjutkan makannya. "Nanti Mas jemput kamu."
"Tapi kan Mas Atthar ngajar?."
"Nggak papa, gampang itu mah, jangan naik angkot. Telfon Mas kalau nanti mau berangkat." Ucapnya tegas.
Aku mengangguk pasrah, "Mas Atthar makan siang dikampus, kan? Nanti Ningrum sekalian bawain bekel buat makan siang." Ucapku tersenyum.
Mas Atthar mengangguk kemudian mengacak rambutku, "Tapi nanti pas dikampus hati-hati, ya. Inget kalau udah ada dedek." Ucapnya.
Aku mengacungkan jempolku, "Siap bos!."
***
Aku memasukkan terong balado, tempe dan tahu goreng kedalam tempat makan. Cuma makanan itu yang baru bisa aku buat. Sedikit-sedikit belajar, itu pun dari tutorial di you tube. Hehe.
Setelah semuanya siap, aku menuju kamar untuk mengambil tas dan handphone ku. Kemudian berjalan keluar rumah.
Sekarang sudah jam setengah sepuluh, aku menelfon suamiku untuk menjemputku. Panggilan pertama tidak diangkat. Apa mungkin Mas Atthar lagi mengajar, ya?
Aku mencoba satu kali lagi, dan panggilan akhirnya tersambung.
"Assalamu'alaikum, Mas. Ningrum mau berangkat." Ucapku sambil mengunci pintu rumah.
"Waalaikum salam. Tunggu Mas disitu, ya." Ucapnya kemudian memutuskan telefon.
Aku duduk dibangku depan rumah sambil memainkan handphoneku menyetel murottal surah Ar-rahman. Sekitar lebih dari tiga puluh menit Mas Atthar belum sampai juga.
Aku melirik jam dipergelangan tanganku. Sebentar lagi kelas mulai. Jika aku nekat naik angkutan umum apa lagi ojek Mas Atthat pasti akan marah.
Sabar, tunggu sebentar lagi, siapa tau dijalan lagi macet. Aku mencoba menelfon Mas Atthar, "Assalamu'alaikum. Mas ada dimana?."
"Waalai-" Panggilan itu terputus.
Mengapa dimatikan? Tapi tadi aku dengar yang mejawab bukan suara Mas Atthar, tapi suara perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian Halalku ✔
SpiritualPernahkah kalian merasa sangat lelah untuk menunggu kedatangan seseorang yang selalu kalian sebut namanya dalam doa? Perihal cinta, wanita memang identik dengan moment penantian atau menunggu kepastian. Ya, ini memang terjadi karena fitrah wanita ad...