29

59.5K 3.1K 14
                                    

Engkau tak kan mampu menyenangkan semua orang. Karena itu, cukup bagimu memperbaiki hubunganmu dengan Allah dan jangan terlalu peduli dengan penilaian manusia.
   (Imam Syafi'i)

                  

                🌸🌸🌸

       Mas Atthar melepaskan pelukannya, "Ma..., mantan?." Dia terkejut dengan pengakuanku.

"Iya, kami berpisah karena berbeda keyakinan."

Kenapa dia diam? Aku menoleh kepadanya. Wajahnya tampak datar, tapi aku bisa lihat, rahangnya mengeras.

"Ningrum..," Ucapnya.

"Iya, Mas."

Mas Atthar menghela nafasnya kemudian mengusap wajahnya dengan kasar.

"Ayo kesana."

"M..maksud Mas Atthar?." Tanyaku ragu.

"Ayo., kita kesana, liat itu bener mantan kamu atau bukan." Ucap Mas Atthar dengan nada tidak suka.

Bagaimana kami bisa ke tempat kejadian kecelakaan, bahkan sampai sekarang pun hujan masih deras, ditambah lagi macet. "Tapi masih hujan, Mas." Kataku.

Aku hanya bergumam menjawabnya, aku mengambil tisu untuk mengusap air mataku.

"Apa kamu masih mencintai mantanmu itu?."

Aku mematung. Mencintai? Apa aku masih mencinta Satya? Aku rasa tidak, bahkan semenjak Satya pergi meninggalkan aku pun aku sudah mulai benci padanya.

"Tidak." Jawabku tegas.

"Aku dan Satya sekarang hanya berteman baik, Mas."

Dia masih diam.

"Percaya padaku, itu hanya masalalu. Semua orang punya masalalu kan. Aku tidak bisa merubahnya. Sekarang aku istrimu. Aku tidak pernah memikirkan laki-laki lain. Hanya kamu." Aku meyakinkannya.

Dia memandangku intens, seolah mencari kejujuran dimataku, aku balas menatapnya, meyakinkan Mas Atthar.

Mas Atthar menangkup kedua pipiku, "Aku percaya padamu, sayang." Dan saat itu juga aku ingin menangis, yaah menangis bahagia. Aku bahagia mempunyai suami seperti Mas Atthar, dia begitu sabar menungguku. Aku menyesal tadi sudah membentaknya.

Dia maju menyentuh keningku dengan bibirnya, kemudian tangannya memelukku, membawaku pada kehangatan tubuhnya. Aku balas melingkarkan tanganku pada pinggangnya. Rasanya ingin seperti ini selamanya.

                    ***

Aku mendudukkan diriku disofa, lelah sekali rasanya padahal hanya duduk dimobil, tapi karena macet total aku dan Mas Atthar baru sampai dirumah sehabis dzuhur. Huh, tiga jam terjebak macet.

Sekarang aku berada dirumah Mas Atthar, bagiku ini bukan rumah, tapi seperti penthouse, rumah ini begitu besar, rumah yang dikelilingi outdoor lagoon dengan kolam renang disepanjang rumah, green house, paviliun dikedua sisinya, garasi mobil, dan halaman depan dengan rumput hijau membentang.

Kata Mas Atthar rumah ini diisi tiga orang, Mas Atthar, Mbo Ida dan suaminya Mbo Ida. Apa aku akan betah tinggal disini? Maksudku, rumah ini terlalu besar, aku hanya ditemani Mbo Ida jika nanti Mas Atthar pergi mengajar.

Mas Atthar menghampiriku, "Sholat dulu, Ning. Nanti sehabis sholat kita makan." Ucapnya.

Aku mengangguk kemudian aku berjalan menuju kamar. Aku mengambil wudhu dikamar mandi kemudian melaksanakan sholat.

Penantian Halalku ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang