10

60.9K 3.2K 27
                                    

Aku sudah pernah merasakan kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia. (Ali Bin abi Thalib).

            _______________

"Ning, kamu kenapa sih dari tadi diam aja?."

Aku tersadar dari lamunanku. Sekarang aku berada dimall diarea tempat makan dengan Ani dan Iren.

"Eh, iya kamu ngomong apa tadi?." Kataku sambil cengengesan.

Iren memasang muka kesalnya, sedangkan Ani hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Oh iya, acara lamarannya lancar kan, Ren?." Ucap Ani.

Deg!

Kenapa harus bahas tentang itu sih? Hatiku belum siap.

"Ehmm, alhamdulillah lancar." Kata Iren dengan malu-malu.

"Udah ditentuin tanggalnya?." Kata Ani.

Iren mengangguk "Insyaallah, dua minggu lagi."

"APA!." Kataku refleks.

Ani dan Iren sama-sama kaget dengan ucapanku yang lumayan nadanya terbilang keras.

Aku menormalkan mimik wajahku, "Eh, maksudku kenapa cepat sekali?, bagaimana dengan semua persiapannya Ren?." Kataku dengan hati-hati.

"Persiapannya udah diatur sama orang tuaku dan orang tua Yusuf." Ucap Iren.

"Emangnya kamu nggak mau milih gaun pengantin sendiri, Ren?." Tanya Ani.

Iren menghembuskan nafas kasar "Maunya sih gitu, tapi si Yusuf maunya persiapannya diatur sama orang tua aja."

Ani mangangguk-anggukan kepalanya seolah paham apa yang Iren katakan. Aku hanya diam saja, hanya mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

Jika mereka tertawa aku ikut tertawa, jika mereka menanyaiku aku akan menjawabnya.

"Cieee, bentar lagi ganti status dong." Ucap Ani seraya menggoda Iren.

"Ish, apaan coba." Kata Iren, lalu mereka tertawa dan aku juga ikut tertawa. Menertawakan diriku sendiri, sungguh aku benar-benar menyesal telah menumbuhkan rasa ini kepada Yusuf.

Aku belum sepenuhnya mengikhlaskan Yusuf, entahlah rasanya berat sekali.

"Eh, itu kan Pak Atthar sama Yusuf." Ucap Ani, aku dan Iren melihat kearah yang ditunjuk Ani.

"Yusuf!." Teriak Iren sambil melambai-lambaikan tangannya.
Tiba-tiba hatiku berdebar kencang, kenapa Iren malah memanggil dia.

Aku menundukkan pandanganku. Aku merasa mereka menghampiri kami.

"Assalamu'alaikum."

Allah. Suara itu...

Iren dan Ani menjawab salamnya. Aku mengangkat kepalaku sambil menjawab salam.

Deg!

Pandangan kami bertemu, aku langsung memalingkan wajahku. Jantungku berdetak diatas normal.

"Siang, Pak." Kata Ani yang kurasa dituju untuk Pak Atthar.

"Iya." Jawabnya. Huh, dosen menyebalkan memang, mukanya selalu saja datar.

"Apa kami boleh gabung?." Kata Yusuf.

Kenapa Yusuf malah bicara seperti itu? apa dia tidak tahu jika dia berada didekatku aku selalu saja salah tingkah, bukan bermaksud ge.er atau apa, tapi aku merasakan Yusuf selalu saja memperhatikanku.

"Tentu saja boleh." Kata Iren dengan semangat.

"Tapi, Suf, tadi kan katanya mau beli buku?." Ucap Pak Atthar.

Penantian Halalku ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang