4

68.9K 3.2K 41
                                    

Seseorang, tolong bawa aku pergi.

Aku merasakan detak jantungku melemah, seketika badanku terasa lemas. Allah..

Seperti inikah patah hati? Apa aku patah hati?.

Rasanya nyeri.

Aku menghela napas kasar.

Aku tersenyum getir, aku membuka mulutku seraya ingin menanyakan sesuatu pada Iren. Tapi, aku takut. Aku takut ketika mulut ini berucap air mataku akan jatuh.

Harusnya aku tidak bersikap seperti ini. Kalau dia memang jodohku, pasti akan terjadi, walau harus menempuh perjalanan panjang dan badai.

Ternyata masalah hati lebih rumit dari kode pemrograman.

"Hey.. ayo. Sebentar lagi kelas akan mulai. Kenapa berhenti Ning? ada apa?." Ucap Iren menyadarkanku dari lamunan.

"A..ah tidak ada apa-apa, ayo." Aku berusaha tersenyum.

"Iren.." Aku memanggilnya dalam gumamanku. Kurasa dia mendengarnya.

"Yah?." Ucapnya sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Apa Yusuf yang kamu maksud Yusuf Aldiantara?." Aku menata suaraku supaya terdengar normal.

"Tentu saja Yusuf Aldiantara, Yusuf yang satu kampus dengan kita. Yusuf fakultas kedokteran. Dan kamu tau Ning, minggu depan kami akan bertunangan."

Aku tersenyum menanggapi ucapannya, tetapi hatiku tidak. Bolehkah aku menangis Ya Robb?

Entah mengapa hatiku ini cepat sekali berlabuh pada Yusuf. Bahkan, aku dan dia baru beberapa hari kenal.

Kemudian, aku dan Iren berjalan beriringan menuju kelas. Tidak ada yang membuka obrolan, aku dengan fikiranku dan Iren dengan senyumnya yang tidak luntur dari bibirnya.

***

Sudah satu jam setengah dosen menjelaskan. Entahlah, aku tidak bisa menyimak dengan jelas. Masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan apa yang sedang dosen ucapkan. Aku hanya mencorat-coret buku tidak jelas.

Sungguh, ini benar-benar sakit. Apakah aku terlalu berlebihan mencintai ciptaan-Mu Ya Robb sehingga Engkau menegurku. Ya Allah, ampuni hambamu yang meletakkan cinta kepada selain Engkau.

Ku lihat dosen sudah keluar. Aku menghembuskan nafas dengan pelan. Kulihat jam dipergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul 09:00. Lebih baik aku menenangkan hatiku dengan sholat dhuha.

"Ning, kantin yuk." Ucap Iren.

"Aku mau kemasjid dulu Ren, mau sholat dhuha. Ikut?." Ajakku.

"Aku lagi halangan. Aku kekantin bareng Ani aja deh ntar kamu nyusul yaa."

Aku tersenyum kemudian mengacungkan jempolku. Ani menghampiri Iren "Duluan ya Ning." Ucap Ani. Aku mengangguk.

Aku melihat punggung mereka yang mulai menjauh. Perlahan senyumku memudar.

Sebaiknya aku segera menuju masjid dan sholat dua rakaat, untuk menenangkan hati.

Bismillah, ayo semangat Ning, masalah ummat lebih besar daripada ini. Kamu pasti bisa!

***

Ya Allah, jika dia memang bukan untukku, berikan aku keikhlasan untuk bisa merelakannya dengan orang lain.

Aku mengamini doaku kemudian mengusap wajahku. Tanpa sadar, air mataku menetes.

Aku tahu, aku akan menangis kalau aku berbicara lebih banyak.

Aku melipat mukenahku. Alhamdulillah, hatiku sekarang sudah merasa lebih baik.

Aku mendengar seseorang membaca surah Al-Mulk dari balik pembatas. Subhanallah, indah sekali suaranya. Aku baru mendengar suara ini ketika dikampus.

Penantian Halalku ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang