36

64.1K 3.2K 85
                                    

Pilihlah lelaki yang baik agamanya, jika marah tidak menghina, bila cinta akan memuliakan. 

         -Imam Hasan Al Basri-

                  ***

      Setelah kami -lebih tepatnya aku sudah kenyang makan bakso, aku dan Mas Atthar mampir dimasjid karena adzan maghrib sudah terdengar.

   Seusai sholat kami memutuskan langsung pulang, sebenarnya aku ingin menginap dirumah Umi, tapi aku ragu untuk bilang ke Mas Atthar. "Mas besok ngajar berapa kelas?." Tanyaku sambil menatapnya yang sedang menyetir.

"Dua, Ning." Ujarnya, aku mengangguk-anggukan kepalaku, "Mas besok main kerumah Umi, yuk?."

Dia mengusap pucuk kepalaku "Ayo. Sekalian cek kandungan kamu, ya?." Aku mengangguk.

Setelah sampai dirumah, aku duduk disofa, Mas Atthar ikut duduk disampingku, membawa kepalaku didada bidangnya.

"Mas mau punya anak berapa?." Tanyaku.

"Maunya sih sepuluh, tapi kalau Allah ngasih yang lebih dari itu juga Mas nggak masalah, malah bersyukur." Ucapnya sambil memainkan jari-jariku.

Aku mendengus, "Serius mau punya anak sepuluh?."

Dia tertawa, "Banyak anak, banyak rezeki 'kan?." Ucapnya sambil mendongakkan wajahku kemudian mengecup pipiku.

Aku mencubit lengannya, "Kebiasaan ih main cium-cium aja." kataku mencibir.

Mas Atthar terkekeh, "Sama suami juga, masa ngambek."

Aku tidak menanggapi ucapannya, tiba-tiba aku merasa mual, aku langsung menuju kamar mandi yang berada dilantai bawah. "Ningrum." Panggil Mas Atthar, aku merasa dia mengejarku.

Setelah aku mencuci mulutku dengan air, aku mengelap wajahku dengan handuk. "Better?." Tanyanya. Aku mengangguk.

Mas Atthar mengusap perutku, aku merasakan mual lagi diperutku, sepertinya ini ada hubungannya dengan Mas Atthar, kalau berada didekat Mas Atthar pasti saja aku merasa mual. "Mas mending keluar deh." Kataku sambil menetralkan nafasku.

Mas Atthar mengerutkan keningnya, "Kenapa? Mas nggak bakal jijik kok."

Aku menggeleng "Cepet keluar! Pintunya ditutup." Perintahku.

"Yaudah iya-iya, tapi kalo ada apa-apa panggil Mas ya?." aku tidak meladeni ucapannya karena aku sudah tidak tahan lagi dengan rasa mualku.

Setelah Mas Atthar keluar, anehnya aku sudah merasa lebih baik. Aku mengusap perutku. 

Serius kamu Nak ngidamnya begini? Nggak mau deket-deket Abi?

Aku terkekeh sendiri. Ketika keluar dari kamar mandi aku menemukan Mas Atthar tengah mondar-mandir seperti setrikaan, dia menoleh kearahku,"Udah baikan, sayang?." Tanyanya. Aku mengangguk.

Aku berjalan meninggalkannya, "Mas mending tidur dikamar tamu aja, ya?." Kataku sambil menaiki anak tangga.

Dia menyusul, kini Mas Atthar berada disampingku, raut wajahnya berubah panik "Loh kenapa bisa gitu? Mas ada salah ya?." Tanyanya menghentikan langkahku.

Aku menggeleng kemudian mengangguk, "Anaknya Abi nggak mau deket-deket Abi dulu. Setiap deket Mas pasti aja maunya muntah terus."

Mas Atthar mengusap wajahnya kasar, "Serius?."

Aku mengangguk yakin. Aku menutup mulutku, tuh kan aku mulai mual lagi. "Udah deh Mas kamu tidur dikamar tamu aja ya." Ucapku sambil menaiki tangga, kamar tamu itu berada dilantai bawah.

"Sayang, kalo Mas tidur sendiri nanti peluk siapa dong?." Teriaknya frustasi.

"Ada guling!." Kataku setengah berteriak sambil masuk kedalam kamar kemudian menutu pintu.

                     ***
     
"Humairah... Masa duduk dibelakang sih?." Ujar Mas Atthar ketika aku membuka pintu mobil bagian belakang.

Melihat raut wajahnya yang frustasi membuatku merasa kasian sekaligus ingin tertawa, "Mas kan udah tau alesannya, anak Mas Atthar lagi nggak mau deket Abinya dulu."

"Masa gitu sih? Kamu nggak lagi ngerjain suamiku kamu sendiri 'kan?." Tanyanya menyelidik.

Aku memutar bola mataku malas, untungnya apa coba jika iya aku mengerjai suamiku? "Ya nggak lah Mas. Kalo Mas nggak mau Ningrum duduk dibelakang ya udah Ningrum naik angkutan umum aja."

Dia menghela nafas, "Yaudah... Demi kamu Nak apapun Abi lakukan." Ujarnya pasrah, aku tertawa.

Aku duduk dibagian belakang, sedangkan Mas Atthar didepan sendiri, jika seperti ini sama saja dia seperti supir.

"Semalem Mas nggak bisa tidur." Ucapnya sambil menjalankan mobil.

"Loh.., kenapa?." Tanyaku bingung.

"Ya biasanya Mas tidurnya meluk kamu masa sekarang meluknya bantal guling."

Aku terkekeh, "Sampe segitunya?." Dia mengangguk lesu.

Tanganku terulur mengusap rambutnya yang halus, "Sabar ya calon Abi." Kataku tertawa.
     
                ***
Setelah beberapa jam aku menunggu Mas Atthar selesai mengajar, kami menuju rumah Umi.

"Assalamualaikum..." Kataku sambil mengetuk pintu.

"Waalaikum salam warahmatullah." Ucap Ummi sambil membuka pintu. Senyum merekah dibibirnya, aku menyalami tangan Umi.

"Kamu sendirian aja Kak?." Tanya Ummi. Aku menggeleng, "Sama Mas Atthar."

"Mana?." Tanya Ummi.

Aku menunjuk seseorang yang sedang berdiri disebelah mobil yang tak jauh dari jangkauanku, tangannya terlipat didepan dada sambil memandang kearahku.

Ummi berjalan menghampiri Mas Atthar sambil berbicara kenapa suami tampanku berdiri saja disebelah mobil seperti tukang parkir. Hiks, Umi jahat sekarang masa suamiku dikatain tukang parkir.

Aku menghendikkan bahuku kemudian masuk kedalam rumah, aku melihat Abi yang sedang menonton tv, "Abi..." Teriakku langsung memeluknya.

"Eh., anak Abi." Abi membalas pelukanku. "Kamu kesini sendirian?." Tanya Abi.

Belum sempat aku menjawab Umi datang dan suamiku berjalan dibelakangnya, "Kamu ini ngidam kok aneh-aneh Ning. Masa Bi, kalo deket-deket suaminya nanti mual." Kata Umi sambil duduk disofa lain.

Mas Atthar menyalami tangan Abi, Abi terkekeh, "Ya namanya juga orang ngidam ya aneh-aneh." Kata Abi mengusap bahuku. Aku tersenyum pada Abi.

Umi beranjak dari duduknya kemudian menuju dapur. Sofa yang tadi diduduki Umi sekarang diduduki Mas Atthar. "Baru pulang ngajar?." Tanya Abi ke suamiku.

"Iya. Nggak kekantor, Bi?."

"Lagi mau libur dulu." Ucap Abi sambil terkekeh.

Umi kembali dengan membawa empat gelas berisi teh. Sedangkan Abi dan suami pintarku mengobrol tentang pekerjaan.

"Dila kemana, Um?." Tanyaku.

"Dikamar, biasa lagi menggambar." Jawab Umi.

Aku langsung berdiri kemudian berjalan menuju kamar adikku, ketika melewati suamiku, dia tersenyum kearahku sambil mengedipkan sebelah matanya.

MasyaaAllah, jantungku! Aku merasakan pipiku memanas, dengan langkah cepat aku berlalu dari hadapannya. Aku merasakan wajahku memanas. Sebanarnya juga semalam aku tidak bisa tidur, biasanya jika aku tidur didalam pelukannya yang hangat, terkadang kepalaku berada didada bidang Mas Atthar, entahlah aku sangat suka mendengar ritme detak jantungnya.

Argh! Aku kangen suamiku, pengen peluk. Huh, jangan lama-lama ya Nak ngambek sama Abinya. Umi udah kangen dipeluk Abi kamu.

              ***

Cie yang kangen padahal tinggal serumah😂*uhukk.

Jangan lupa Voment nya yaaa

Happy reading...

Penantian Halalku ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang