2

82.9K 4K 34
                                    

Aku memakirkan motorku, kemudian membuka helm. Aku merapikan kerudung hijauku dikaca spion motor.

Setelah rapih, aku turun menuju perpustakaan. Aku ingin meminjam buku Komunikasi Data untuk menyelesaikan tugasku.

Aku mengedarkan pandanganku mencari Iren. Semoga dia baik-baik saja. Aku menajamkan penglihatanku saat melihat seorang perempuan yang duduk sendirian dibangku taman membelakangiku, aku rasa itu Iren. Dengan langkah cepat aku bergegas menuju Iren.

"Assalamu'alaikum, Ren". Ucapku sembari duduk disebelahnya.

Aku terkejut, tiba-tiba Iren langsung memelukku. Hampir saja aku nyaris terjungkal, untungnya aku bisa menyeimbangi diriku.

"Hey.. Kamu kenapa?." Aku mengusap-usap rambutnya. Iren terus memelukku erat sambil menangis. Aku bahkan melupakan rencanaku untuk pergi ke perpus.

"Hamdan.. Hiks." Ucapnya. Hamdan? bukannya dia pacar Iren. Aku diam, masih menunggu kelanjutan yang ingin diucapkannya.

"Hamdan selingkuh Ning, dia memutuskan hubungan denganku dan memilih pergi dengan wanita lain. Dia menghianatiku Ning." Ucapnya, kemudian menangis lagi.

"Jangan bersedih Ren, La Tahzan Innallaha Ma'ana, sesungguhnya Allah bersama kita. Hapus air matamu sayang, sudah cukup untuk menggalaui dia. Kita wanita, sayang. Kita terlalu berharga untuk menangisi pria seperti itu. Dan hei, jangan terus menerus memikirkan makhluk-Nya, karena Tuhan mungkin sedang cemburu sekarang."

Iren kemudian menegakkan badannya dan menghapus air matanya. Aku tersenyum.

"Kamu benar, seharusnya aku tidak menangisi pria itu." Iren tersenyum kemudian melanjutkan ucapannya. "Terimakasih Ningrum, kamu memang sahabat terbaikku." Katanya dengan tertawa, yah walaupun air matanya masih menetes. Dia memelukku, aku membalas pelukannya.

Aku melonggarkan pelukanku, aku ingin berpesan padanya. Aku tidak mau dia terluka dan menangis seperti ini cuma gara-gara pria yang bahkan bukan mahramnya.

Aku menatap muka Iren dan "Jangan pernah menaruh harap pada seseorang itu, jangan meminjamkan hatimu kepadanya, karna dia juga manusia biasa yang bisa saja suatu saat mematahkan dan menjatuhkan hatimu."

Aku memberi jeda, dia menyimak semua perkataanku. Kemudian aku melanjutkan ucapanku.

"Titipkan saja pada Allah. Jika ia jodohmu maka Allah akan menyatukannya denganmu. Jika ia pergi, jangan kau sesali, sejatinya ia bukan jodohmu."

Dia tersenyum kemudian mengangguk. Aku tahu, pasti Iren faham dengan apa yang aku ucapkan tadi.

Aku berdiri dari dudukku "Sudah ya nangisnya?, aku mau ke perpus nih. Mau ikut?." Kataku.

"Haha ayo, aku juga mau minjam buku". Ucap Iren. Aku bersyukur Iren sudah mengikhlaskan perasaannya.
   
                    ***

Setelah aku dan Iren meminjam buku diperpus, kami menuju ke kelas, karna sebentar lagi kelas akan dimulai.

"Aduhh Ningrum aku ketoilet bentar yaa, kamu dulan aja. Udah kebelet nih." Ucap Iren.

Aku mengangguk "Jangan lama-lama ya, bentar lagi kelas mulai." peringatku.

Iren tersenyum kemudian mengacungkan jempolnya, dan bergegas menuju toilet.

Aku menghela nafasku, kemudiam melanjutkan tujuanku menuju kelas. Aku berpapasan dengan seseorang yang mungkin aku kenal, dia menghentikan langkahku.

Saat aku berhadapan dengan dia aku menahan nafasku. Aku merutuki jantungku yang berdebar melebihi batas normal.

Dia tersenyum "Assalamu'alaikum Ukh.." Ucapnya. Subhanallah suaranya.

Penantian Halalku ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang